[caption id="attachment_297331" align="alignnone" width="300" caption="Logo PLN Sumber: JPNN"][/caption]
Win-win Solution From Japan
Seringnya listrik padam di Sumatera Utara ternyata disebabkan oleh masalah sederhana tapi rumit. Kekurangan listrik terjadi saat masyarakat disekitar Kualanamu tiba-tiba meminta Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berkapasitas 30 Megawatt milik PLN dimatikan. Masyarakat merasa terganggu dengan suara bising yang ditimbulkan PLTD tersebut.
Masalah yang nampak sepele tapi alot ini memancing Dahlan Iskan ikut mencarikan solusi. Jajaran Direksi PLN diintruksikan turun ke Sumut. Melakukan negosiasi dengan masyarakat. Tidak boleh kembali ke Jakarta. Biar bisa merasakan apa yang dirasakan masyarakat Medan dua minggu terakhir. Menginap di sana sampai persoalan ini selesai.
Sampai sekarang negosiasi belum membuahkan hasil. Masyarakat bersikeras tidak mengizinkan PLTD tersebut dihidupkan.
Dahlan Iskan yang hari ini sedang berada di Jepang untuk menandatangani kerja sama dengan Mitsui Co.Ltd tidak mau tinggal diam. Dari Tokyo Dahlan Iskan menawarkan solusi. Win-win solution. Untuk sementara PLN meminta masyarakat mengizinkan PLTD dihidupkan saat beban puncak. Sekitar pukul 18.00 sampai 22.00. Selebihnya PLTD itu akan dimatikan. Suara bising berkurang, kekurangan daya listrik masyarakat Sumut pun teratasi.
Raksasa Tanpa Daya
Sebenarnya PLTD Kualanamu sudah lama bisa ditutup total. Seandainya PLTU Pangkalan Susu dengan daya 2x200 megawatt sudah bisa beroperasi. PLTU dengan daya raksasa jika dibanding dengan  PLTD Kualanamu yang hanya 30 megawatt.
PLTU pangkalan Susu sebenarnya sudah jadi 100%. Tapi untuk mengoperasikannya perlu diuji coba dulu. Untuk menguji coba ini harus menggunakan listrik. Untuk mendatangkan listrik perlu membangun transmisi ke lokasi. Pembangunan transmisi inilah yang tidak bisa dibangun PLN.
Lagi-lagi karena dihalangi masyarakat. PLN tidak bisa membebaskan lahan karena masyarakat belum mengiyakan. Masyarakat menuntut ganti rugi yang sangat tinggi. Jika dikabulkan, PLN sendiri bisa dituduh korupsi. Mark up. Membayar tanah jauh di atas harga wajar.
Kalau PLN melunak dan mengikuti tuntutan masyarakat. Bisa-bisa kasus yang menimpa Kepala Cabang PLN di Kelaten  terulang kembali. Kepala Cabang PLN itu masuk bui gara-gara membayar ganti rugi pohon yang tingginya kurang dari 3 meter. Karena sesuai aturan Menteri ESDM pohon yang boleh dibayar adalah pohon yang yang tingginya minimal 3 meter.
Tapi karena alotnya negosiasi dengan masyarakat, akhirnya PLN melunak. Kepala Cabang tersebut mau membayar pohon yang kurang dari 3 meter. Sekarang kepala cabang PLN itu meringkuk di penjara. Tidak tanggung-tanggung, 4 tahun. Dramatis dan ironis.
Itulah dilema yang dihadapi PLN. PLN diharuskan menyediakan listrik seoptimal mungkin. Tapi di sisi lain. Seolah-olah PLN dibiarkan berjuang sendiri. Diadu dengan masyarakat. Pemda dan aparat keamanan seolah hanya jadi penonton.
Kini kita tunggu sampai sejauh mana hati nurani masyarakat Sumut yang menghalang-halangi PLN. Apakah akan terus egois mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok di atas kepentingan yang lebih luas?
Kita tunggu juga tindakan Pemda dan aparat setempat. Apakah tetap bertahan men jadi penonton dari balik kegelapan?
Kita tunggu juga aksi para politisi. Apakah mampu menghadirkan solusi atau hanya bisa bernyanyi? Waktu yang akan menentukan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H