Mohon tunggu...
LUKMANUL HAKIM
LUKMANUL HAKIM Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Membaca tidak hanya terhadap buku, tapi bacalah terhadap alam yang terbentang luas.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Sebalik Sumpah

25 Mei 2024   01:07 Diperbarui: 25 Mei 2024   01:07 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Syarif beristirahat di bawah pohon, dirinya menikmati suasana sore sambil melempar batu ke tepi sungai. Tak lama seorang pria datang mengacaukan istirahatnya, pria itu adalah sahabatnya, Ali.

"Syarif!" teriak Ali yang berlari mengahmpirinya.

"Ada apa?" tanya Syarif mengerutkan keningnya. Ali mengambil napas sejenak, dia tampak kelelahan setelah berlari.

"Tadi Datuk Zulrahman memanggilmu," kata Ali.

"Kenapa Datuk memanggilku?" tanya Syarif merasa heran.

"Aku tidak tahu, Datuk hanya memintaku segera memanggilmu untuk menemuinya." 

Sesampainya Syarif di rumah Datuk, dia langsung disambut oleh Datuk Zulrahman, Datuk memintanya untuk duduk di kursi. Tak lama seorang pembantu udatang membawa dua cangkir teh hangat untuknya dan Ali. Setelah menyeruput teh hangat yang disediakan, Syarif mulai membuka pembicaraan mereka.

"Maaf Datuk, saya dengar Datuk mencari saya. Memangnya ada masalah apa Datuk sampai memanggil saya?" tanya Syarif, wajah Datuk Zulrahman seketika berubah kusut. Syarif menatap wajah Datuk yang terlihat lelah seperti memikirkan sesuatu.

"Sepertinya Datuk sedang memikirkan hal yang rumit," bisik Ali, Syarif menatap sinis ke arahnya.

"Ssst, diamlah!" pinta Syarif, Datuk menatap kedua pemuda dihadapannya.

"Kemarin Kepala Desa Pedalaman mengirimkan seorang utusan untuk menemuiku, Kepala Desa itu terus mendesak untuk menjalin hubungan kerjasama dengannya," jawab Datuk Zulrahman.

"Lalu apa yang bisa saya bantu?" tanya Syarif, Datuk Zulrahman menatapnya sambil tersenyum.

"Saya ingin kamu pergi ke Desa Pedalaman dan temui Datuk Bahar, Kepala Desa di sana."

Syarif menganggukkan kepalanya, dia memahami maksud Datuk Zulrahman.

"Baiklah Datuk, besok pagi saya akan berangkat ke Desa Pedalaman bersama Ali!" ujar Syarif.

"Saya tahu kamu bisa diandalkan." Jawab Datuk Zulrahman seraya meminta Syarif dan Ali meminum teh hangat yang ada dihadapan mereka.

Setelah mengobrol panjang lebar, kedua pemuda itu berpamitan pulang. Datuk Zulrahman ikut mengantarkan mereka ke depan pintu. Sesampainya di rumah, Syarif segera menyiapkan beberapa perlengkapan yang dibutuhkan untuk bepergian besok. Keesokan harinya, mereka berdua segera pergi ke dermaga Desa Pasembahan, mereka akan menaiki sebuah kapal.

Setibanya di Desa Pedalaman mereka turun dari kapal, ada banyak orang yang menyambut kedatangan mereka.

"Selamat datang di desa kami, silahkan masuk," Datuk Bahar mempersilahkan kedua pemuda utusan dari Datuk Zulrahman masuk ke rumahnya, mereka duduk di kursi. Datuk Bahar langsung saja membuka topik pembicaraan.

"Bagaimana, apa Datuk Zulrahman sudah bersedia menjalin kerjasama yang saya tawarkan?" tanya Datuk Bahar.

"Maafkan saya, sepertinya kami tidak membutuhkan tawaran tersebut," jawab Syarif seraya menolak tawaran yang diberikan secara halus.

"Terima saja, hubungan kerjasama ini sangat bagus untuk kesejahteraan kedua desa," pinta Datuk Bahar sambil mengiming-imingi keuntungan yang bagus.

Namun Syarif terus memberikan alasan untuk membataknnya, dia tahu alasan Datuk Bahar memaksanya.

"Kenapa kalian terus menolak? padahal ini adalah tawaran yang bagus," ujar Datuk Bahar dengan nada agak kesal dan jenuh menghadapi mereka.

"Sekali lagi saya tekankan bahwa desa kami tidak membutuhkan tawaran tersebut," tegas Syarif.

Tak di sangka pernyataan Syarif membuat Kepala Desa Pedalaman murka. Tidak terima dengan jawaban mereka, Datuk Bahar langsung mengambil keris pusaka miliknya dan melukai Syarif. Untnung saja Syarif pandai ilmu bela diri, dia berhasil menghindar. Justru sebalinya, tanpa disadari Datuk Bahar malah melukai dirinya sendiri ketika menyerang Syarif.

Darah segar mengalir dari tubuhnya, Datuk Bahar meringis keasakitan. Suara teriakannya terdengar sampai ke penjuru desa. Orang-orang datang berlarian menghampirinya, alanghkah terkejutnya mereka saat melihat keadaan Kepala Desa mereka terkulai lemas di lantai. Mereka berbondong-bondong membantu Datuk Bahar.

"Apa yang kalian lakukan padanya?" teriak seorang warga desa yang membantu Datuk Bahar.

"Kami tidak melakukan apa pun!" jawab Syarif, melihat keadaan Datuk Bahar membuatnya panik. Padahal mereka tidak melukainya, justru sebaliknya.

"Padahal kami menyambut kalian dengan baik, apa ini balasannya?" bentak warga lainnya.

"Dia ingin membunuhku. Mereka orang-orang jahat, aku ingin mereka dihukum mati!" kata Datuk Bahar, padahal wajahnya sudah mulai memucat tapi dia masih sanggup berbicara.

"Apa maksudmu? Justru kau yang memulainya!" kata Ali mencoba meyakinkan warga desa.

"Mereka berbohong!" ucap Datuk Bahar dengan tegas.

Syarif tahu saat ini mereka dijebak oleh Kepala Desa. Tapi dia tidak bisa bebuat banyak.

Warga desa memutuskan .......

Bersambung.......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun