Oleh sebab itu, Syaikh Ahmad Asrari al-Ishaqi r.a menyebutkan tentang pentingnya berkumpul dengan orang-orang yang dianugerahi kenikmatan oleh Allah swt agar kita juga akan mendapatkan kebaikan baik di dunia, di alam barzah ataupun dalam alam akhirat sebagai tempat pembalasan kelak. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa dalam acara-acara majelis dzikir beliau seperti acara majelis dzikir dan maulidurrasul Nabi Muhammad saw dan acara haulnya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani r.a Terutama haul akbar yang diadakan satu tahun satu kali di Pondok Pesantren Assalafi al-Fithrah Surabaya (Pusat), maka di acara majelis itu juga kita dipertemukan dengan para kekasih Allah, para kyai, para habaib serta orang-orang saleh lainnya. Tentu hal ini adalah nilai-nilai luhur dalam agama Islam serta sesuai dengan apa yang diutarakan dalam Al-Qur’an dan hadis.
Jika ditelisik lebih dalam maka, pembagian ini juga pernah dijelaskan oleh ulama’ sufi lainnya seperti Imam Ibnu Jauziyah yang juga membagi ruh dengan dua bagian yaitu ruh yang disiksa dan ruh yang mendapat nikmat. Beliau juga mengatakan bahwa ruh yang disiksa maka, ia sibuk dengan siksaannya sementara ruh yang mendapat nikmat, ia akan mendapatkan nikmat serta bebas sehingga, dapat saling berkunjung dengan ruh lainnya (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, trj. 2015: 22).                                                                Â
Dapat ditarik kesimpulan bahwa ruh adalah pokok atau hakikat dari suatu jasad, di mana dengan ruhlah jasad dapat bergerak, ia yang menghidupkan jasad manusia, selain itu ruh juga memiliki pengaruh terhadap kesadaran dan rasa. Adapun perbedaan antara ruh dan jiwa maka, ia terletak pada segi sifatnya. Ruh memiliki sifat ketuhanan sementara jiwa lebih pada sifat kemanusiaan. Secara garis besar, dalam Islam ruh dibagi menjadi dua yaitu ruh yang disiksa dan ruh yang diberi nikmat oleh Allah SWT.
Ruh yang disiksa adalah mereka yang dilanda kesusahan dan kesedihan. Oleh karenanya, arwah tersebut tidak dapat meraih maqam kemuliaan dan disibukkan dengan siksa. Sehingga, ia tidak dapat saling bertemu, berkunjung serta berdiskusi. Berbeda dengan ruh yang diberi nikmat maka, mereka akan mendapat kenikmatan, bebas serta dapat saling berkunjung dan berdiskusi dengan ruh-ruh yang lain. Tentu semuanya itu tergantung pada perbuatannya di dunia, semua perbuatan akan diminta pertanggung jawaban kelak di akhirat. Oleh karenanya, perlu menjaga diri agar tidak melakukan maksiat serta terus berusaha untuk meningkatkan ibadah kepada Allah.
Kabahagiaan bagi ruh yang diberi nikmat, mereka akan dikumpulkan bersama orang-orang pilihan Allah dari para Nabi, orang-orang yang benar, orang-orang mati syahid, serta orang-orang saleh dari orang-orang mukmin. Ruh tersebut akan memandang wajah mereka yang disertai dengan wajah gembira berseri-seri di surga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H