Mohon tunggu...
Lukmanul Hakim
Lukmanul Hakim Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis salah satu usaha untuk mengikat ilmu. Aktifitas saya sebagai jurnalis warga menjadikan selalu untuk menulis berita. Begitu juga sebagai kontributor TVMU untuk wilayah Brebes, mesti menulis Naskah narasi berita. Jadi Menulislah...menulis...dan menulis...Salam Literasi

Kontributor TVMu untuk Kabupaten Brebes

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menangkal Post Truth di Pemilu 2024

20 Maret 2023   16:19 Diperbarui: 20 Maret 2023   16:30 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Post Truth, menurut teguh Hadi Prasetyo, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia ( IJTI ) Jawa Tengah adalah istilah yang menggambarkan kondisi dimana fakta tidak terlalu terpengaruh dalam membentuk opini publik, dibanding emosi dan keyakinan personal. Pemilu 2024 sudah terindikasi dari sekarang sudah mulai muncul post trush yakni munculnya berita Hoaks yang sering mendominasi media sosial.

Tidak dipungkiri, pada Pemilu 2014 sudah memanfaatkan teknologi untuk melakukan kampanye tokoh tertentu. Baik melalui selebaran ataupun media sosial Facebook saat itu yang berkembang luas. Baru di tahun 2019 bertambah media sosial yang hampir dimiliki oleh semua kalangan yakni Whatsapp.

Dari grup whatsaap alumni sekolah, keluarga, pekerjaan atau komunitas tertentu, hampir ada saja orang yang kerjaannya hanya membagikan link atau tulisan berantai yang seringkali tanpa sumber jelas. Ini adalah Post Truth, tidak butuh kebenaran, yang penting mampu membuat emosi dan mengusik kepercayaan personal.

Perubahan pola penyebaran hoaks dari Pemilu 2014, 2019 dan 2024

Di tahun 2014,belum banyak orang memiliki akun Facebook, sehingga sebagian penyebaran hoaks masih dengan membagikan selebaran atau pesan berantai yang memojokkan calon pemimpin tertentu.Twitter pun hanya kalangan tertentu yang menggunakannya, apalagi media sosial lainnya yang belum dikenal masyarakat.

Baru kemudian di tahun 2019, menjamurnya berita hoaks tidak terbendung lagi. Mulai dari screenshoot berita yang diedit, facebook, whatsapp, link berita, semuanya mengalir tanpa ada penyaring. Korbannya, tidak sedikit orang yang terkena UU ITE karena menyebarkan informasi Hoaks.

Menurut sumber data Kominfo, ada 3.356 berita hoaks pada Pemilu 2019. Hal ini membuat miris karena kampanye hitam tidak terbendung lagi dan menodai demokrasi Indonesia.

Sementara ini, di tahun 2023, jelang pelaksanaan Pemilu 2024 pun sudah marak kampanye hitam dan informasi Hoaks. Ada aktor media sosial lain juga yang saat ini trending yakni TIKTOK dan SNACK VIDEO. Bahkan seringkali sumber informasi didapatkan dari 2 media sosial tersebut, sebelum dipublish ke media mainstream atau muncul di layar kaca. Sebelumnya sudah tayang terlebih dahulu di Tiktok maupun Snack.

Post Truth terus mewarnai proses tahapan Pemilu, hal ini harus dibendung dengan melibatkan partisipasi masyarakat untuk sadar bersikap bijak dan cerdas didalam menyikapi media.

Saring Sebelum Sharing

Lukmanul Hakim, S.IP

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun