Mewabahnya virus corona atau covid-19 semakin hari bertambah kasusnya, korban meninggal duniapun hingga saat ini hampir mencapai 500 oang. Kebijakan Pemerintah pun mulai ada ikhtiar dalam penanganan kasus covid-19, meski sebelumnya terkesan ogah-ogahan atau menganggap sepele. Dari  sikap Menteri Kesehatan yang kurang greget dan gerak cepat ( gercep), dan menteri lain yang menganggap lelucon seolah tidak mungkin Indonesia terkena virus Covid-19. Sekarang Pemerintah melalui juru bicara covid-19 Yurianto menyampaikan informasi perkembangan kasus covid-19 dari hari ke hari.Â
Update Rabu kemarin,, 15 April 2020 terdapat 5.136 orang positif covid-19, 446 orang sembuh dan 469 orang meninggal dunia. Dengan angka kematian hampir 500 orang saja masih menjadi hal biasa bagi Menteri LBP, dia anggap kematiannya masih kecil dibanding AS. Pernyataannya membuka mata kita bahwa Pemerintah masih menganggap enteng kasus covid-19. Seolah ia ingin menunjukkan Pemerintah sukses atasi virus corona, padahal kenyataannya sampai sekarang masih tergagap menghadapi wabah. Tingkat pengetesan yang rendah, Â tarik ulur tentang karantina wilayah, gagal mendisiplinkan warga terkait social distancing, stay at home dan work fromhome.
Kecepatan dalam upaya pencegahan covid-19 pun ditunjukkan oleh Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly dengan membebaskan ribuan napi penjara. Dengan alasan antisipasi penyebaran covid-19, dia membuat kebijakan cepat namun sangat tidak tepat. Aneh memang, apakah para napi itu ada riwayat bepergian luar kota atau luar negeri ? Apakah sudah ada indikasi napi yang terkena covid-19 ? Namun dengan cepat sekali membuat kebijakan "ngawur" bin "aneh" dengan membebaskan para napi.
Seperti dilansir media detik.com,salah satu alasan Yasonna membebaskan napi adalah atas saran dan permintaan banyak lembaga Internasional diantaranya Komisi Tinggi PBB untuk HAM, Sub komite bagian pencegahan penyiksaan PBB, WHO dan Unicef. Sebelum Indonesia, negara-negara lain yang lebih dulu terkena wabah COVID-19 sudah membebaskan ribuan napi mereka dengan sejumlah persyaratan. Nah lho...apakah di Indonesia,para Napi ini dibebaskan dengan syarat ?Sepertinya tidak, mereka para Napi begitu saja bebas tanpa syarat bahkan kekhawatiran masyarakatpun menjadi kenyataan dengan berulahnya para residivis angkatan Covid-19 yang melakukan aksi kejahatannya kembali.
Siapa yang bertanggung jawab ?
Dalam hal ini penulis melihat bahwa akibat kebijakan pembebasan para napi itu justru menambah kekhawatiran masyarakat, sudah khawatir ada covid-19 ditambah lagi dengan ribuan napi yang dibebaskan. Ternyata benar, kalau kita melihat info di media, selang beberapa hari para napi dibebaskan, mereka berulah kembali dengan melakukan kejahatannya. Lalu siapa yang bertanggung jawab ? Apakah akan mengatakan sperti yang dikatakan oleh menteri LBP yang anggap enteng bahwa meninggalnya warga akibat covid tidak sampai 500,padahal dari 270 juta jiwa seluruh Indonesia. Lalu ada yang ikut-ikutan, kan yang dibebaskan 30 ribu, sedangkan yang berulah lagi hanya puluhan saja.Â
Kebijakan aneh ini memang, dengan mewabahnya covid-19 masyarakat justru diancam penjara bagi yang tidak mematuhi kebijakan. Lalu...mau tukeran ? Para napi dibebaskan, lah ini masyarakat malah diancam penjara 1 tahun atau denda 100 juta dengan dasar pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 yang mengatur sanksi bagi mereka yang tidak taat terhadap karantina wilayah.Â
Para napi yang dibebaskan semestinya menjadi jalan untuk memperbaiki diri kembali kejalan yang benar untuk tidak mengulangi kejahatannya. Ini merupakan berkah corona, kalau siswa yang hampir lulusan tidak melalui tahap ujian nasional, lalu angkatan mereka dengan candaan dianggap angkatan Corona. Maka para napi yang dibebaskan akibat mewabahnya covid-19 juga dianggap angkatan corona.
Lukmanul Hakim,KBC-05
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H