Mohon tunggu...
Lukman Yunus
Lukman Yunus Mohon Tunggu... Guru - Tinggal di pedesaan

Minat Kajian: Isu lingkungan, politik, agama dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Alat Tradisional "Ngencung" dan Pengaruh Modernitas

17 Juli 2020   10:56 Diperbarui: 17 Juli 2020   10:53 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alat tradisional - dok.istimewa


Masyarakat di pedesaan Manggarai, Flores - NTT memiliki alat tradisional "Ngencung" yang berguna sebagai alat menumbuk biji kopi. 

"Ngencung" dan Kegunaannya

Masyarakat pedesaan sering kali dipersepsikan sebagai masyarakat komunal primitif. Ciri-cirinya dapat dilihat dari kultur budaya gotong royong dan alat kerja primitif. Dalam konteks masyarakat pedesaan, budaya gotong royong sangat menonjol yang menunjukkan kesadaran kolektif masyarakat. Adapun alat kerja primitif adalah modifikasi bahan alam yang dibuat oleh tangan manusia sehingga membantu pekerjaan.

Ciri masyarakat komunal primitif juga dapat ditemukan di Manggarai, Flores - NTT . Dalam hal alat kerja tradisional salah satunya ialah "Ngencung". Alat tradisional ini terbuat dari bahan alam kayu. Umumnya di desa kami, masyarakat memanfaatkan pohon nangka yang berukuran lumayan besar sebagai bahan dasar pembuatan "Ngencung". Pembuatannya membutuhkan waktu yang lumayan lama sekitar satu hingga dua minggu. Hal itu karena proses pembuatannya tidak mudah. Bentuknya yang unik tidak terlepas dari kelihaian pembuatnya dalam mengukir sedemikian rupa.

Alat tradisional "Ngencung" khususnya di desa kami hampir setiap rumah memiliki. Keberadaan "Ngencung" tidak bisa dilepaskan dari kebiasaan masyarakat setempat yang menyukai kopi. Karena kenapa? Kecintaan masyarakat terhadap kopi mendorong upaya proses menghasilkan kopi hingga dapat dinikmati. Seperti yang sudah dijelaskan di muka bahwa masyarakat di pedesaan mengandalkan alat tradisional dalam aktivitas kerja. Maka kegunaan "Ngencung" dalam hal ini sebagai alat menumbuk biji kopi. 

Sebelum sampai pada proses menumbuk biji kopi, ada tahapan-tahapan sebelumnya yang harus dilakukan. Biji kopi yang diperoleh dengan cara memetik langsung dari pohonnya atau yang dibeli di pasar, selanjutnya "Cero". "Cero" merupakan langkah menaruh biji kopi ke dalam wajan yang sedang dipanasi lalu diaduk selama beberapa menit hingga biji kopinya berubah warna menjadi hitam pekat.

Setelah itu biji kopi diangkat dan dipindahkan ke tempat yang tidak mudah melepuh. Barulah kemudian biji kopi ditumbuk menggunakan "Ngencung". Proses menumbuk biji kopi dilakukan hingga hancur kemudian disaring agar halus. Setelah proses itu selesai kopi baru bisa disajikan untuk dinikmati.

Pengaruh Modernitas

Kemajuan jaman ditandai dengan munculnya berbagai teknologi canggih dan melahirkan pola baru dalam aktivitas masyarakat. Teknologi canggih yang sarat efisiensi guna percepatan pekerjaan manusia menjadikannya berkembang pesat dan diminati oleh masyarakat luas. Sebagai contoh alat komunikasi, transportasi, alat pertanian modern, dan sebagainya. Hadirnya alat modern ini dalam waktu bersamaan alat atau cara tradisional mulai ditinggalkan. 

Di dalam masyarakat pedesaan, lambat laun sudah meninggalkan alat atau cara tradisional dalam aktivitas pekerjaan. Membajak sawah sebelumnya menggunakan kerbau digantikan oleh mesin traktor, berkuda ketika melakukan perjalanan jauh digantikan oleh kendaraan modern, dan masih banyak contoh lainnya. Tidak terkecuali "Ngencung" yang eksistensinya mulai terancam punah dalam masyarakat pedesaan.

Di desa kami alat modern mesin giling sudah tersedia di banyak tempat. Salah satunya adalah penggiling kopi. Di pasar terdekat kami jika diperhatikan jasa penggiling kopi sudah ada. Mereka berasal dari daerah luar yaitu Bima, NTB. Jumlahnya jika dihitung dalam pasar tersebut ada sekitaran belasan. Kemunculan alat modern tersebut efektif mendulang banyak masyarakat untuk menggunakan jasa penggiling kopi dibandingkan dengan memanfaatkan alat tradisional lama yang selama ini digunakan. Salah satu pertimbangan yang mendasar adalah efesiensi.

Pada akhirnya "Ngencung" berevolusi menjadi artefak yang menurut sejarah adalah bahan-bahan peninggalan masa lampau. Hal ini berdasarkan realitas yang terjadi pasca masyarakat berpindah dari pola lama ke pola baru. Secara otomatis "Ngencung" tidak terpakai lagi. Sekarang ini "Ngencung" seperti bus rongsokan yang terparkir selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun