SELAMAT BEKERJA KEMBALI! Begitulah judul topik pilihan yang diterbitkan oleh pihak kompasiana. Sebab sebelumnya lembaga pemerintahan, industri hingga pendidikan menerapkan salah satu kebijakan yang berguna untuk meminimalisir penularan pandemi Covid-19 yakni work from home.
Beberapa waktu kemudian di beberapa daerah yang rendah kasus Covid-19 atau yang berstatus sebagai daerah zona hijau sudah dibolehkan untuk bekerja seperti biasanya.Â
Di desa saya yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, sejak pandemi Covid-19 ini masuk di Indonesia dan dinyatakan sebagai bencana nasional memang sempat menjadi momok menakutkan bagi para petani. Apalagi ketika mengetahui bahwa Covid-19 ini merupakan jenis virus berbahaya yang tidak terlihat dan berpotensi mengakibatkan kematian.Â
Sementara itu pemberitaan di media tentang keganasan Covid-19 tersebut menambah rasa was-was para petani di desa. Ketakutan itu semakin kuat ketika pihak pemerintah desa bersinergi dengan pihak kesehatan setempat melakukan sosialisasi keliling ke setiap perkampungan warga.Â
Adapun pesan yang disampaikan ialah himbauan untuk mematuhi protokol kesehatan seperti menjaga jarak, menjaga kebersihan, menggunakan masker, ibadah di rumah serta himbauan untuk bekerja dari rumah. Seolah-olah virus ini sudah ada di tengah-tengah masyarakat dan mengancam nyawa atau keselamatan warga. Begitulah suasana kebatinan yang dirasakan oleh penduduk di desa saya tinggal.
Hal yang dipikirkan oleh petani di desa saya berada, ketika mendengar himbauan untuk bekerja dari rumah adalah pesan tersebut tidak kontekstual. Dalam artian bagaimana mungkin seorang petani bekerja dari rumah? Sawahnya tidak mungkin terurus manakala hanya berdiam diri di rumah saja. Sangat tidak relevan.
Kecuali bagi lembaga pendidikan maupun pemerintahan, itupun juga tidak akan efektif. Sebab infrastruktur jaringan serta problem lainnya menjadi kendala dalam mengimplementasikan kebijakan work from home tersebut.
Sehingga semenjak himbauan work from home ini digaungkan oleh pihak terkait, kami petani di desa kesulitan untuk mematuhinya. Petani pun tetap menjalankan aktivitas seperti biasanya. Tidak berarti kebal dari keganasan Covid-19, sebab pertanian adalah menjadi salah satu faktor utama keberlangsungan hidup petani di desa. Bukan hanya untuk diri petani saja, juga untuk kehidupan orang banyak.
Bayangkan jika kegiatan pertanian diberhentikan, maka kemungkinan besar stok kebutuhan akan pangan habis. Sementara itu kebutuhan akan makan adalah menjadi perkara yang wajib terpenuhi.
Jadi, ungkapan selamat bekerja kembali tidak ditujukan kepada kami para petani. Sebab sejak awal pandemi Covid-19 ini ada di Indonesia, para petani di desa saya berada tetap bekerja seperti biasanya. Tidak ada work from home. Di dalam diri petani hanya ada kerja, kerja dan kerja.Â
Sementara itu pertimbangan lain adalah letak geografis desa yang berada di pedalaman dan atau jauh dari hiruk pikuk kota yang rentan terdampak Covid-19. Petani beranggapan bahwa sangat kecil potensi terkena Covid-19, asalkan tetap di desa dan tidak berpergian jauh ke luar daerah.Â