Menurut Wikipedia, masjid (bentuk tidak baku: mesjid) adalah rumah tempat ibadah umat Islam atau Muslim. Umumnya masjid diisi dengan kegiatan keagamaan seperti sholat lima waktu, sholat Jum'at, ceramah agama, pengajian, dan sebagainya.Â
Di Desa Lale, Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat, untuk diketahui mayoritas penduduknya non muslim. Meski demikian, dalam hal toleransi antar umat beragama sangat dijunjung tinggi. Mereka berbaur dan hidup rukun sebagai manifestasi hubungan sesama manusia yang dikehendaki agama dalam batas-batas tertentu. Â
Di desa tersebut terdapat masjid bernama Al Jihad. Sebagian masyarakat ketika mendengar kata jihad, mungkin akan menafsirkan sebagai tindakan kekerasan atas nama agama. Padahal jihad bisa dalam bentuk menuntut ilmu; mempelajari ilmu agama lalu mengamalkannya. Inilah sebabnya dasar pemberian nama masjid tersebut.Â
Bentuk upaya menyadarkan masyarakat tentang arti jihad yang sesungguhnya, baik untuk internal umat Islam sendiri maupun non muslim yang notabenenya selama ini sudah terjebak pada arti jihad yang sempit yaitu kekerasan yang dilakukan atas nama agama.
Dalam perjalanannya masjid Al Jihad salah satunya digunakan sebagai wadah tranformasi pengetahuan agama Islam. Saya yang notabene bekerja sebagai Penyuluh agama Islam, selama ini memanfaatkan masjid tersebut untuk membina pengetahuan agama Islam terhadap kelompok binaan. Sepadan dengan motivasi awal asal-usul nama masjid tersebut; aktualisasi transformasi pengetahuan agama.
Di masjid tersebut diajarkan membaca Alquran dimulai dari penggunaan metode belajar membaca Iqro terlebih dahulu. Selain itu, kelompok binaan mempelajari bersuci, tauhid, sholat, dan sebagainya. Internalisasi pengetahuan agama Islam diharapkan dapat menaikkan derajat keimanan dan ketakwaan seorang hamba terhadap Allah SWT.Â
Merujuk pada Surat Edaran tersebut yang kemudian ditindaklanjuti oleh setiap daerah provinsi termasuk MUI Provinisi Nusa Tenggara Timur telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 281/DP-P/MUI NTT/III/2020 Tentang Edaran Terkait Covid-19. Adapun poin isi Surat Edaran tersebut adalah mendukung dengan mentaati setiap aturan protokol pencegahan Covid-19, termasuk aturan fatwa MUI Tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadinya Wabah Covid-19.
Berdasarkan hal tersebut, dalam hal tugas penyuluh agama tentunya terjadi perubahan dalam menerapkan metode kepenyuluhan menyesuaikan situasi pandemi Covid-19 saat ini. Kendati demikian, sebagai penyuluh tetap harus produktif dan kreatif dalam menjalankan tugas serta mengambil peran dalam kegiatan yang mengarah pada pencegahan penyebaran Covid-19 di wilayah tugas. Beberapa hal diantaranya adalah sosialisasi Panduan Ibadah di Rumah selama masa pandemi Covid-19 dan juga ikut serta melakukan penyemprotan cairan disinfektan sesuai protokol pencegahan Covid-19.
Perubahan metode penyuluhan selama pandemi Covid-19 sangat bergantung pada kreatifitas Penyuluh itu sendiri. Dalam konteks itu, merujuk pada protokol Covid-19 untuk tidak berkerumun maka salah satu metode yang saya gunakan adalah menerapkan metode belajar mandiri pada masing-masing individu binaan.Â
Metode belajar mandiri ini sangat diperlukan kerja sama dan dukungan orang tua untuk melakukan kontrol. Sehingga kendati fungsi masjid yang di nonaktifkan sementara waktu, tetap ada transformasi pengetahuan agama terhadap kelompok binaan. Artinya ilmu pengetahuan sangat penting, dalam situasi apapun jika memungkinkan maka tetap dilakukan transformasi ilmu pengetahuan dengan memilih  metode yang relevan sesuai kondisi yang ada.