Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Dari ketiadaan itu, kita menemukan sepenggal harapan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ramza: Gadis Pejuang Kebebasan

16 Januari 2015   15:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:01 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi, Anda yang sempat membaca Harem: Qut Al Qulub al Damrdashea, sebuah novel terjemahan Timur Tengah yang yang menjadi konsen penerbit Navila. Harem adalah novel yang perjuangan yang mencoba mendeskripsikan bagaimana kehidupan jariayat [budak-budah perempuan] yang tinggal di lingkungan istana, tinggal dalam pingitan para sayyidah [tuan perempuan kerajaan], menueruti semua bentuk perintah dan ketetapan yang telah diputuskan oleh tuan-tuannya. Dialah kisah tentang Indasha dan Nirjis yang diceritakn langsung oleh Ramza seorang anak yang lahir dari kalangan seorang Harem dan ayah sang Aristorat kerajaan Mesir pada saat itu. Melalui Ramza-lah pengetahuan tentang kehidupan harem diketahui. Dengan kafasihan lidahnya, ketajaman pikiran dan luasnya pengetahuan tentang Harem, banyak orang semakin tersadar bagaimana sesungguhnya dunia harem sesungguhnya.

Cerita bermula saat Indasha nama yang disematkan kepada Olagga perempuan asli Serbia. Ia dipanggil Indasha dalam bahasa Turki diartikan permata atau lu’lu. Ketika Indasha bermain dan menikmati masa kecilnya, secara tiba-tiba ia langsung diboyong oleh seorang makelar budak dan dibawanya ke pasar budak hingga Indasha dibeli oleh seorang perempuan Turki bernama Taufiqiyyah Hanim. Sang sayyidah pun menjadikannya ia sebagai anak angkat walaupun suatu saat nanti sang majikan terpaksa menjual jariyatnya demi alasan kenyamanan dan ksejateraan yang akan ditermimanya.

Indasha dan Narjis dibeli oleh tuan Rustam dan Nyonya Ruqayyah. Kedua orang tersebut sangat memerhatikan kehidupan kehidupan jariyat, termasuk Indasha. Di tengah kehidupan dalam lingkungan istana, Indasha dan Narjis telah terbiasa dengan berbagai kegiatan harem, seperi bermain musik (pinao), menari dan berbagai keterampilan lainnya, termasuk dalam kegiatan sastra. Di tengah cerita, Indasha bersama Narjis tinggal bersama dalam istana. Indasha dan Narjis sangat akrab. Mereka menjadi sabahat sejati. Umur keduanya berbeda tipis, umur Narjis lebih bedar dengan selang satu tahun. Dua sahabat tersebut saling membela dalam kedaan bagaimana pun hinga suatu ketika, Narjis memberikan nasihat kepada Indasha sahabatnya “Dunia harem adalah dunia suaram dan penuh kelicikan. Ketika kita tidak mempunyai posisi sejak awala, maka kita kana selamanya tergilas oleh yang lain”.

Di selang cerita panjang, setelah berbagai peristiwa dan kehidupan harem mereka jalani, Indasha dipersunting oleh seorang raja indasha menjadi orang yang paling dikasihi. Indasha menjadi istri yang ketiga setelah istri pertama Juliastar dan istri mudanya Juliastan. Dari perkawinan dengan Farid Bek inilah lahir Ramza yang kelak akan menjadi perempuan yang ‘menggoyangkan’ sistem tata sosial kehidupan perempuan di tengah sistem ada yang statis dan turun menurun.

Ramzah adalah anak sejak kecil ia telah terbiasa hidup dengan lingkungan istana. Ia sangat paham dengan hal-hal yang berkaitan dengan istana. Ayahnya seorang aristokrat yang cukup terpandang. Berbagai tamu dari beragam kalangan datang menemui ayahnya, Farid Bek seperti sejarawan, sastrawan, pemain musik, pelukis dan berbagai profesi mengunjunginya untuk keperluan sharing berkatian dengan perkembangan Mesir. Pada saat itulah, dibalik bilik, Ramza mendengar seluruh perbincangan tamu dengan ayahnya.

Semenjak umur delapan tahunan, Ramza telah belajar berbagai bahasa, seperti Arab, Turki, Paris termasuk bahasa Persia yang menjadi bahasa ibunya. Ia dengan cepat menguasai berbagai macam keterampilan seperti bermain piano, menghapal berbagai syair, ia belajar sastra dan ilmu geografis dan berbagai. Perpaduan kecerdasan Ibu dan Bapaknya, Ramza menjadi anak yang sangat prokatif baik di rumahnya ataupun di sekolahnya. Ramza kecil sempat merasakan air susu dari ibu beberapa kali dan selanjutnya disusui oleh seorang perempuan bernama Aminah; seorang petani berasal dari desa kakeknya, ia datang ke rumahnya dalam keadaan kumuh dan kurus. Namun setelah beberapa waktu tinggal diliungkungan rumahnya, ia menjadi gemuk. Watak keras dari aminah inilah yang kelak juga turun meneurun ke Ramza.

Ketika dewasa, ia telah menjadi perempuan yang pemberani. Ia berani melawan sistem pernkahan yang yang dilakukan oleh ayahnya, di mana ia dijodohkan dengna orang yang belum pernah ia lihat. Ada seorang menjadi makcoblang [pihak ketiga] yang mempertemukannya dengan calon sumainya, ia bernama Mihdat seorang pemuda yang cukup tanpan dengan silsilah keteruruan keluarga yang jelas dan berpendidikan tinggi. Berbagai sandang dikirm ke rumah Ramza hingga beberapa hari. Hal ini dilakukan sebagai hadiah dari khitbah (lamaran). Tetapi setelah sekian waktu terdapat kabar bahwa Mihdat meninggal dunia. Namun demikian, ikatan pertunangan masih berlaku. Hal itulah yang dalam pandangan Ramza tidak dapat diterima. Sifat keras Ramzah benar melawan sistem tata masyarakat bahkan negaranya. Ia menikah secara diam-diam dengalaki-laki yang ia cintai, Maher seorang pasukan tentara. Pada Maherlah ia tumpahakn seluruh cintanya, bahkan kehormatannya. Dengan keberaniannya, Ramza telah melakukan segala-galanya demi cinta terpaut dengan Maher sang pasukan elit negara. Ia menikah tanpa persetujau kedua belah pihak keluarganya. Melalui perlawalannyalah, ia telah membuaca wancan kebebasan terhadap kehidupan perempuan, HAREM adalah tradisi yang membuat perembuat tidak berkutat dan menerima sistem tata budaya yang melawan harkat kemanusian.

Melalu kasusnya, Ramza telah berjuang untukmenegegakkan kebebasan, keadilan, pejuang hati nurani, harkat kemanusian dan cinta kemanusian. Sebuah perlawanan terhadap sistem tata budaya yang tidak ‘bersabahat’ dengan ‘akal sehat’ manusia, tidak sejalan dengan nilai-nilai kebebasan sebagai manusia yang hidup merdeka, bertentangan dengan harkat kemanusia yang menjunjung tinggi perasaan nyaman dan bebas berekspresi. Dia Ramza gadis pejuang kebebasan yang melawan sistem tata budaya masyarakat Mesir dalam hal ikatan perkawinan. Bagi Ramza, perkawinan harus didasarkan pada cinta, hubungan suka sama suka, saling kenal antar laki-laki dengan perempuan, bukan karena status sosial, karena hubungan kerabat apa lagi keputusan sepihak dari keluarga tanpa meminta persetujuan si calon pengantin. Itulah Ramza, anak gadis dari keturuan Raja yang terbelenggu oleh sistem adat yang berlaku wilayah Timur Tengah. [Rempung, 19/07/2014].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun