Pesantren, Temanggung (18/01) - Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) timbunan sampah di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun, dengan  komposisi sampah didominasi oleh sampah organik, yakni mencapai 60%.  Sedangkan penyumbang terbesar sampah organik  berasal dari hasil rumah tangga sebesar 48% atau 18.4 ton setiap tahunnya. Mengutip dari laman web sustaination menyebutkan penumpukan sampah organik memiliki berbagai dampak  negatif antara lain yaitu menghasilkan gas metana yang mempercepat penipisan ozon dan rentan menjadi sumber api. Serta  sampah organik yang tidak terkelola, selain menimbulkan bau tidak sedap dan mengganggu estetika, juga menjadi media perkembangbiakan vektor dan hewan pengerat.
Selain itu, setelah melakukan survey lapangan tentang pembuangan sampah dapur dari masing - masing rumah, ditemukan bahwa sebagian besar sampah dapur hanya di buang begitu saja tanpa diolah terlebih dahulu. Sampah dapur dihasilkan setiap hari, sehingga volume sampah dapat meningkat dengan pesat. Berakibat mengurangi keindahan dan kebersihan lingkungan. Dari permasalahan yang ada perlu adanya tindak lanjut untuk mengurangi penumpukan sampah tersebut. Oleh karena itu, mahasiswa KKN TIM 1 Undip TA 2021/2022 memutuskan mengadakan penyuluhan pengolahan sampah dapur secara suistainable sebagai kompos dengan teknik  Takakura "ala Jepang". Sehingga selain sampah berkurang, juga dapat bermanfaat menjadi pupuk.
Takakura sendiri berasal dari nama pencetus metode ini yaitu Koji Takakura pria berkebangsaan Jepang, pada tahun 2004 ketika ia mencari solusi terhadap penumpukan sampah organik di Surabaya. Metode ini dipilih karena pembuatannya yang cukup  mudah dibandingkan dengan metode lainnya. Selain itu, kelebihannya adalah tidak berbau karena pengomposan anaerob (tanpa udara), dapat ditempatkan dimana saja dan tidak membutuhkan banyak waktu. Alat dan bahannya pun mudah ditemukan di toko perkebunan antara lain keranjang berlubang, kardus, bantal sekam, pupuk kandang, tanah, larutan Em4 dan sampah dapur itu sendiri.
Kegiatan penyuluhan dilakukan secara daring melalui Grup WhatsApp PKK Desa Pesantren, dengan membagikan poster dan video tutorial yang berisi pengertian metode takakura, dan cara pembuatannya. Peserta juga diberikan kesempatan untuk bertanya dan menanggapi.  Sebelumnya, anggota PKK Desa Pesantren juga  diberikan angket tentang pengolahan sampah dapur, dari 33 responden hanya 16 orang yang mengolah sampah dapurnya atau hanya 50%. Kemudian hanya 1 orang yang mengetahui pengomposan dengan metode Takakura. Kemudian setelah sekitar satu bulan, kompos yang sudah siap panen akan di bagikan kepada masyarakat setempat.
Dengan adanya program kegiatan ini diharapkan masyarakat akan lebih bertanggung jawab atas sampah dapur yang dihasilkan dengan membuat kompos, sehingga tidak ada lagi timbunan sampah.
Penulis : Lukluk Rahmadhani Zulaikho
DPL : Setya Budi Muhammad Abduh, S.Pt., M.Sc., Ph.D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H