Mohon tunggu...
Lukluil Maknun
Lukluil Maknun Mohon Tunggu... -

pemerhati tulisan,, -l'art por l'art

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gosok Gigi Saat Puasa

30 Agustus 2010   02:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:36 1509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

gambaran awal

Isu yang sering kita dengar bahwa gosok gigi di saat puasa dikatakan makruh, terlebih ada hadits yang menyatakan bahwa bau mulut orang berpuasa leboh wangi dari misik bagi ALLAH, berangkat dari situ diasumsikan bahwa menjaga bau mulut saat puasa lebih baik...

keyword: puasa, bersiwak, bau mulut

Pada kesempatan ini mari kita kupas sedikit permasalahan bersiwak dan atau menggosok gigi yang berkenaan dengan menjalankan ibadah puasa.

Siwak secara bahasa diartikan sebagai kayu yang digunakan untuk bersiwak atau menyikat gigi. Kayu ini awalnya merupakan kayu khusus dari pohon ‘arak, sejenis pohon yang berumur panjang, berbau enak, dan punya akar panjang di dalam tanah. Adapun secara istilah, siwak diterjemahkan juga sebagai kegiatan bersiwak atau menggosok gigi.

Banyak sekali riwayat hadists yang menyebutkan kesunahan bersiwak, secara garis besar hadits-hadits dari nabi mengisyaratkan hukumnya sunah. Di antaranya adalah: "law la an asyuqqa ala ummati la`amartahum bi s-siwaki inda kulli shalah." (Kalau bukan karena kekhawatiranku akan memberatkan pada umatku, tentu akan kuperintahkan/ wajibkan umatku bersiwak tiap akan mendirikan shalat.) Dengan demikian, pada dasarnya nabi ingin mewajibkan bersiwak terutama saat akan shalat, tetapi karena nabi takut akan memberatkan umatnya, maka nabi mengurungkannya, sehingga hukumnya menjadi sunnah saja.

Di antara waktu-waktu yang disunahkan bersiwak menurut banyak riwayat hadits dan riwayat para sahabat, di antaranya:


  1. Saat akan mendirikan shalat, baik shalat fardlu atau pun shalat sunah. Dalil kesunahan bersiwak dalam shalat bersifat umum, jadi bahkan sebelum shalat jenazah pun disunahkan.

Hadits: "law la ............"


  1. Saat akan berwudlu, baik wudlu yang fardlu (seperti karena akan mendirikan shalat dan shalat mensyaratkan kondisi suci), atau pun sebelum wudlu yang sunnah (wudlu selain untuk ibadah fardlu). Hadits: "law la an asyuqqa ala ummati la`amartahum bi s-siwaki inda kulli wudlu`in." (Kalau bukan karena kekhawatiranku akan memberatkan pada umatku, tentu akan kuperintahkan/ wajibkan umatku bersiwak tiap akan berwudlu.)
  2. Setelah bangun dari tidur, baik tidur lama atau pun sebentar, dan baik tidur malam atau pun tidur siang. Riwayat Aisyah ra: "Anna n-nabiyy saw kana la yanamu lailan wa la naharan fa yastaiqidzu illa tasawwaka." (Bahsawanya Nabi saw tidaklah tidur malam atau siang lalu bangun tidur kecuali beliau lalu bersiwak.)
  3. Saat masuk rumah. Riwayat dari al-Miqdam ibn Syuraih, yang bertanya pada Aisyah ra: "Bi ayyi syai`in kana yabda`u n-nabiyy  saw idza dakhala baituh?' Qalat: ‘bi s-siwak.'" (Dengan apa nabi saw memulai memasuki rumahnya? Ia menjawab: dengan bersiwak.)
  4. Saat akan membaca qur'an.
  5. Setiap mau masuk masjid, diqiyaskan pula pada saat masuk rumah dan akan memulai ibadah.
  6. Saat mulut berubah baunya dan warna giginya seperti karena terlalu lama diam ataupun setelah banyak berbicara.
  7. Dan bahkan saat akan tayammum, sujud tilawah, dan lain-lainnya.

Ada perbedaan pendapat bersiwak bagi orang yang berpuasa pada waktu setelah tergelincirnya matahari (setelah dluhur). Akan tetapi, pendapat yang paling unggul adalah tetap disunahkan.

Ada sebuah hadits shahih yang menyatakan bahwa bau mulut orang yang berpuasa bagi Allah lebih harum dari bau misik. Terlepas dari kesahihan sanad hadits ini, kita dapat menilik kembali esensinya, bahwa bau mulut orang yang berpuasa disebabkan dari perut (lambung) yang kosong, sementara siwak (menggosok gigi) memang tidak secara total dapat menghilangkan bau mulut, tetapi kegiatan bersiwak (menggosok gigi) mendatangkan ridla Allah yang bagaimanapun juga adalah lebih baik dari bau mulut yang meskipun di sisi Allah lebih baik dari misik. Sesuai hadits: "assiwaku mathharatun li l-fammi wa mardlatun li r-rabbi" (bersiwak dapat mensucikan mulut dan mendatangkan ridla Allah.) Wallahu a'lam.

Permasalahan selanjutnya adalah esensi benda untuk bersiwak. Jika itba' pada nabi yang pada saat itu bersiwak dengan menggunakan kayu arak, maka jika kita menggosok gigi dengan menggunakan kayu tersebut kita mendapatkan kesunahan itba' nabi sekaligus mendapatkan hasil berupa kebersihan mulut kita. Kemudian, bagaimana jika menggosok gigi dengan selain kayu arak?

Para ulama berpendapat bahwa esensi bersiwak selain itba' nabi adalah untuk kebersihan. Allah adalah dzat yang maha indah dan suci yang mencintai keindahan, kesucian, dan kebersihan. Maka dengan alat apapun yang dapat membersihkan gigi akan mendapatkan pahala kesunahan jika ia meniatkannya untuk lillahi ta'ala, dan jika meniatkannya lain, maka ia mendapatkan hasil sesuai yang diniatkannya itu.

Hal ini diqiyaskan pada riwayat yang membahas bagimanakah hukum bersiwak dengan jari tangan atau kain, yang hasilnya adalah boleh dan tetap mendapatkan kesunahan. Lalu jika kita menggunakan sikat dan pasta gigi yang hasilnya lebih maksimal, sudah barang tentu akan lebih baik. Ulama madzhab hanafiyah bahkan berpendapat bahwa permen karet dapat digunakan sebagai pengganti bersiwak. Wallahu a'lam.

Demikian sedikit uraian tentang bersiwak, sebagai penutup, kita dapat menyatakan bahwa bersiwak atau menggosok gigi hukumnya sunnah, bahkan dalam beberapa keadaan menjadi sunnah muakkad. Bersiwak selain membersihkan mulut dan menyegarkan nafas dapat mendatangkan ridla Allah swt.

Kajian para dokter di Arab menyebutkan bahwa kayu arak mengandung zat-zat yang dibutuhkan gigi dan mulut seperti di dalam kandungan pasta gigi,seperti flouride, klor, silikaz, teramisilamin, vitamin c, dst. Kemudian jika di sini kita menggunakan sikat dan pasta gigi, yang fungsinya sama dengan siwak bahkan lebih maksimal, insya Allah akan tetap memeproleh kesunahan dan ridla Allah.

Secara filosofis, jika kita bersiwak sebelum beribadah, barangkali maksud yang dikandung adalah kita diharapkan menampilkan performa yang sopan di hadapan Allah. Kemudian jika kita bersiwak saat bau mulut berubah karena makan dan bangun tidur misalnya tujuannya adalah menjaga kesehatan kita. Ada satu lagi yang dapat kita petik di dalamnya tentu saja ada faktor sosial, bahwasanya secara otomatis kita menjaga performa kita di hadapan banyak orang di sekitar kita.

Wallahu a'lam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun