Pada semester kali ini saya menempuh KKN (kuliah kerja nyata), karena sutuasi saat ini masih belum memungkinkan Mahasiswa untuk KKN diluar kota maka dari itu KKN pada kali ini dilaksanakan dikampung halaman masing-masing (back to village)Â yang berlokasi di Desa Kalianyar, Kecamatan Tamanan, Kabupaten Bondowoso. Mengapa saya memilih Desa ini untuk dijadikan lokasi KKN saya, karena di desa ini banyak sekali masyarakat yang berwirausaha sendiri, dalam arti di desa ini banyak masyarakatanya yang tidak bekerja kepada orang lain, namun memilih untuk memiliki usaha sendiri. Hal tersebut yang membuat saya tertarik untuk datang dan memilih desa ini sebagai lokasi KKN saya.
Pada KKN (Kuliah Kerja Nyata) kali ini terasa berbeda dengan KKN di tahun-tahun sebelumnya. Jika KKN pada tahun sebelumnya dilaksanakan secara bersama-sama atau berkelompok, maka di tahun ini dilakukan secara individu dikarenakan wabah virus covid-19 yang terus menyebar sehingga mengakibatkan pandemi. Sehingga Unej membuat kebijakan mahasiswa untuk back to village dan membangun kampung masing-masing. Tidak dapat dipungkiri bahwa wabah covid-19 membawa dampak yang besar bagi perekonomian Indonesia tak terkecuali kepada Desa Kalianyar Kabupaten Bondowoso. Banyak sekali masyarakat yang terkena dampak seperti pemberhentian kerja (PHK) dan juga bagi masyarakat yang mempunyai usaha sendiri penghasilannya pun kian merosot dari hari ke hari, seperti contohnya usaha kue yang berada di sekitar rumah saya yang penghasilannya selama masa pandemi seperti sekarang ini kian menurun.
Rumah Kue B. Arif adalah sebuah usaha yang dibangun oleh Ibu Arif bersama dengan suaminya. Usaha ini dibangun tepatnya di tahun 2012 atas dasar pengalaman yang diperoleh  Ibu Arif semasa bekerja di sebuah perusahaan kue di kotanya,  setiap hari ia jalani dengan penuh rasa tanggung jawab dan kesabaran, kurang lebih ia berkerja di perusahaan itu selama 6 tahun dengan teliti dan penuh dedikasi yang tinggi pada akhirnya beliau berhasil menguasai banyak sekali ilmu yang didapat selama ia bekerja di perusahaan kue itu, dari teknik membuat adonan dari berbagai macam kue, teknik memasak kue, kemudian takaran adonan seberapa banyak tepung yang harus dicampurkan, trik-trik dalam memasak berbagai macam kue, hingga teknik waktu seberapa lama kue harus di oven atau di steam pun sudah di luar kepala beliau kuasai.
Keyakinan beliau waktu itu adalah jika kita bekerja dengan penuh dedikasi dan kesabaran maka kita akan menguasainya dan pekerjaan yang awalnya berat lama kelamaan akan terasa ringan dan menyenangkan, mungkin karena kita sudah menguasainya. Â Berkat keuletan dan tekad yang kuat pada akhirnya beliau memutuskan untuk membuka sendiri usaha pembuatan kue basah di rumahnya, tanpa adanya bangunan fisik, oleh karena itu usaha kuenya diberi nama Rumah Kue B. Arif.
Pada awal Rumah Kue B. Arif berdiri tidak banyak orang yang mengenalnya, bahkan sangat jarang sekali orang dari luar desanya untuk datang ke rumahnya dan memesan kue-kue nya, hanya tetangga nya saja yang mengenal usahanya. Namun, setelah beberapa bulan berjalan usahanya mulai dikenal oleh orang-orang di kampung sebelahnya, namun tetap saja usaha tersebut masih merangkak dari mulut ke mulut dalam artian Rumah Kue B. Arif dikenal hanya dari perbincangan yang terjadi antara satu orang dengan orang yang lainnya belum ada tindakan yang berarti untuk dapat mengenalkan usahanya. Namun, sepinya pembeli dikala tidak ada sama sekali pelanggan yang datang untuk membeli kuenya bukanlah aral melintang yang membuat langkah Ibu Arif dan Suaminya berhenti melangkah, baginya hal tersebut hanyalah kerikil di tengah jalan yang perlu kita singkirkan dengan sekali dorongan kaki, menurut Ibu Arif, jika hanya kerikil saja kita sudah berhenti apalagi dengan batu besar di tengah jalan nanti.
Ibu Arif percaya bahwa segala hal membutuhkan proses untuk menjadi sesuatu yang bernilai, ibarat emas di dasar sungai kita hanya perlu memilah butiran biji emas di antara pasir sungai sampai kau menemukannya. Dalam artian yang berharga akan selalu berharga, emas sekalipun di sungai atau di dalam tanah tetaplah emas, orang akan berbondong-bondong mencarinya karena ia berharga. Ibu Arif berkata bahwa pada masa-masa sulitnya itu hal yang ia lakukan adalah tetap menjaga kualitas kue-kue nya tidak mengurangi takaran adonan atau mengurangi ukuran kue, baginya menciptakan image bahwa kue yang ia buat adalah kue yang orisinil dan dibuat dengan takaran yang tepat akan menciptakan rasa kepercayaan yang tinggi di hati pelanggannya, hal itulah yang nantinya akan membuat usahanya beserta kue-kue nya berharga dihadapan pelanggannya.
Berkat kepercayaannya itulah usahanya dapat bertahan hingga sampai saat ini, hari demi hari beliau lalui dengan semangat tinggi hingga kue-kue nya dikenal dengan kelezatannya dan keunikan bentuknya. Kemudian seiring dengan tetap mementingkan kualitas akhinya kue-kuenya samakin luas dikenal masyarakat di desa-desa tetangganya. Pesanan yang masuk pun lumayan banyak, hingga membuat ia dan suaminya kewalahan namun hal tersebut membuatnya sangat bahagia. Apalagi ketika musim hajatan seperti pernikahan, khitanan, haul, hari-hari besar keagamaan pesanan yang beliau terima melonjak tinggi, namun beliau tetap melakukannya dengan mengedepankan rasa dedikasi yang tinggi terhadap usahanya itu.
Sayangnya, dengan merebaknya virus covid-19 ini membuat penjualan kue-kue nya kembali menurun. Segala kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk lockdown, PPKM, dan lain sebagainya membuat hampir seluruh kegiatan masyarakat menurun, tak terkecuali kegiatan perekonomian pun juga ikut menurun yang mengakibatkan daya konsumsi masyarakat pun juga ikut menurun karena masyarakat harus berhemat dalam menghadapi situasi pandemi saat ini. Akibatnya, usaha-usaha kecil pun juga mogok ibarat kata yang tadinya berlari tiba-tiba harus ngesot, kesabaran sangat dibutuhkan dalam menghadapi pandemi ini, karena bukan hanya kita saja yang mengalaminya, semua orang disekitar kita pun ikut mengalami hal serupa.