Jika kita mendengar kata Cirahong pasti yang ada dalam benak kita adalah sebuah jembatan unik yang yang mempunya double deck atau geladak ganda satu satunya di Indonesia. Double deck di jembatan Cirahong berfungsi sebagai jalur kereta api di bagian atas, dan di bagian bawah diperuntukan untuk pengendara roda dua dan empat serta lalu lalang pejalan kaki. Namun, dibalik keunikan jembatan Cirahong terdapat sejarah kelam, dimana di jembatan tersebut pernah terjadi kecelakaan kereta api yang memakan banyak korban.
Pada tanggal 12 Mei 1955 kereta api ekspres Jogja-Bandung mengalami anjlok di jalur Ciamis Manonjaya dekat pemberhentian Cirahong dan jembatan Cirahong pada pukul 13:00. Akibat kejadian tersebut, lokomotif terguling dan tiga gerbong kereta keluar dari jalur di jembatan Cirahong. 33 orang tewas serta 39 lainnya luka luka, dari 39 orang tersebut 20 orang mengalami luka berat dan 19 orang mengalami luka ringan.
Kereta tersebut melaju dengan sangat kencang ketika menuruni jalur yang curam, naas kereta tersebut terlempar ketika berada ditikungan, beberapa orang pekerja yang sedang memperbaiki jalur rel seketika menepi ketika mendengar suara kereta api yang mendekat, namu mereka terkejut ketika melihat lokomotif yang terpental diikuti oleh gerbong gerbong di belakangnya, seketika suara benturan melengking dibarengi suara pecahan kaca dari jendela kereta. Para penumpang dari gerbong yang tidak tergulingpun panic dan berhamburan keluar.
Kereta tersebut membawa 5 gerbong, pertama gerbong bagasi, dua gerbong kelas 3, gerbong dapur, dan satu gerbong kelas 1-3. Kejadian ini bermula ketika gerbong bagasi terlepas dari sambungan lalu anjlok dari rel dan berhenti, gerbong kelas 3 yang bernomor CL-9113 yang ada di belakannya terguling melintang dihimpit oleh reruntuhan lokomotif dan gerbong kelas tiga. Sedangkan gerbong kelas 1-2 tidak anjlok kemudian gerbong ini ditarik menuju Ciamis.
Korban paling banyak berda di gerbong kelas tiga yang bernomor CL-9113 yang ketika itu mengangkut 100 penumpang, pada hari itu juga korban meninggal dievakuasi. Diantara korban meninggal yaitu masinis, dua orang juru api, seorang pelajar asal Jogja, seorang wanita yang tidak dikenal. Banyak korban yang terjepit reruntuhan kereta, bahkan banyak korban yang badannya terputus sehingga menyulitkan proses evakuasi. Kemudian polisi dan tentara segera membantu mengevakuasi korban yamng meninggal maupun yang terluka, para korban dibawa menuju RSUD Tasikmalaya dan RSUD Ciamis lalu dibawa menuju RSUD Garut dan Banjar karena keterbatasan tempat di RSUD Ciamis.
Keesokan harinya, kereta api bantuan diberangkatkan dari Bandung untuk membantu proses evakuasi yang masih berlangsung. Sepanjang hari, para pekerja DKA, tenaga medis, polisi dan tentara saling bekerja sama dalam melakukan proses evakuasi para korbanyang masih terjepit oleh reruntuhan badan kereta, hingga hari sabtu pun masih ada beberapa korban yang masih terjepit dan baru bisa dievakuasi setelah dikeluarkan menggunakan las.
Pada hari jumat-nya kepala DKA Ir. Effendi Shaleh berangkat menuju lokasi kejadian menggunakan pesawat khusus yang disediakan oleh AURI dan mendarat di dekat lokasi kejadian. Beliau memberikan apresiasi terhadap pihak yang telah berkecimpung dalam melakukan proses evakuasi terhadap para korban dan bertindak cepat sehingga tidak memakan korban yang lebih banyak. Ir Effendi Saleh juga berterima kasih kepada pejabat dan tenaga medis di tasikmalaya dan Ciamis yang telah bekerja keras dalam membantu para korban. Menurut Ir. Effendi Saleh, untuk proses evakuasi akan memakan waktuh hingga beberapa hari sampai satu minggu karena terkait dengan rintangan jalan yang ada, beliau juga mengerahkan derek dengan kekuatan 30 ton untuk membantu peroses evakuasi.
Penyebab terjadinya kecelakaan tersebut, diduga tidak ada unsur sabotase di dalamnya, sebab di dekat lokasi kejadian terdapat para pekerja DKA yang sedang bekerja, serta terdapat sebuah pos TNI, sekitar setengah jam sebelum kejadian pun, kereta api pengangkut barang melintasi lokasi menuju Tasikmalaya. Diyakini bahwa penyebab utama kecelakaan tersebut karena kereta melaju dengan sangat cepat ketika menurun, lalu terpental ketika ditikungan, faktor manusia juga menjadi penyebab kecelakaan, dimana masinis ingin mengambil ancang ancang ketika akan menghadapi tanjakan, atau masinis ingin memangkas keterlambatan karena ketika diberangkatkan dari ciamis, kereta tersebut terlambat 18 menit.
Sumber:
-Koran Java Bode. Jumat 13 mei 1955 pag 1
-Koran Nieuwsgier. Sabtu 14 mei 1955