Mohon tunggu...
Lukie Koentjahjo
Lukie Koentjahjo Mohon Tunggu... -

Ibu dari tiga laki-laki kecil

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jika Memberi Butuh Diketahui

11 Agustus 2010   00:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:08 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Barisan kursi terkelompok di tiga buah tenda pada tiga sisi yang saling tegak lurus satu sama lain. Mengelilingi puluhan - mencapai bilangan ratus "parcel" aneka rupa  yang nampak jelas terlihat dari kursi-kursi di bawah tenda. Kuamati satu persatu dari kejauhan, sekedar iseng membunuh waktu akan kejenuhan aktifitas "menunggu". Ada "gerobak" dorong beroda tiga dan alat penyemprot obat-obatan, mesin jahit,  mesin obras, kompor beserta kuali, kompor beserta panci besar dan ember besar, dan beberapa barang yang aku tak tahu namanya. Berbanjar dan lajur dengan rapi. Kursi yang ku duduki ada di deretan ke dua, lebih nyaman dari kursi kursi di sisi tenda lainnya, namun tidak lebih nyaman dibelakang deretan kursi terdepan yang berbeda, lebih kokoh, empuk dan besar dibawah tenda yang terbesar dan melebar di sisi deretan "parcel" tadi. Di sisi tenda kananku, tampak sepi dan sebuah kertas besar digantung persis di depan tengah bagian atas tenda dengan tulisan mencolok "DONATUR" . Di sisi bersebrangan dengan tenda itu pemandangannya jauh berbeda, penuh sesak dan hiruk pikuk. Dan seperti juga tenda di sisi kanan, tenda di sisi kiriku juga bergantung sebuah tulisan besar, "PENERIMA GENTAKIN"

Yah, aku terperangkap dalam suatu ritual tahunan yang tak pernah aku ikuti sebelumnya, di pelataran parkir sebuah pasar tradisional di kecamatan dimana kami tinggal. Undangan tertera jam 07:30 pagi, dan jam yang melingkar di tangan kiriku sudah menunjukkan angka 9, masih belum ada tanda-tanda acara ini akan segera digelar. Pengunjung pasar semakin memadat, apalagi bersamaan dengan itu ditaja pula bazaar murah sebuah paket beras, gula, minyak goreng dan cabe merah keriting! Kotak kue yang diangsur panitia sudah berpindah isinya ke perutku, sebuah air kemasan gelas, sebuah bolu coklat dan risoles. Sedang keyboard tunggal tak henti hentinya berunjuk gigi mengiringi alunan nyanyian lagu lagu Melayu. Ya, aku tinggal di sebuah kecamatan di Pekanbaru, Riau dengan ke khas an lagu lagu Melayunya di setiap acara dan perhelatan yang dinilai penting. Pikiranku melayang beberapa hari yang lalu. Posisi sebagai wakil ketua II  womens club sebuah perusahaan membawaku terduduk di sini. Setumpuk kertas diangsurkan di tanganku. "Apa ini ?", keningku berkerut.  "Form Gentakin- coba diedarkan" begitu Ketua menyerahkan mandatnya. Satu-satunya informasi yang ku punya adalah form itu sendiri. Deretan tulisan di lembar folio itu demikian rapatnya, dengan ukuran font 10 dan spasi 1. Penuh terisi dari atas hingga ke bawah. Setiba rumah, kuletakkan di meja bersebelahan dengan tumpukan koreksi Quiz mahasiswaku. Esok ada agenda lain yang butuh konsentrasi dan persiapan yang menyerap seluruh energiku hari ini, meskipun ada tanda tanya bergayut di kepalaku. Sabtu-Minggu, hari libur buat keluarga, tak terasa pagi berganti malam. Walau merasa "terintimidasi" dengan format tulisan yang kecil dan padat, tak urung kucoba pahami sebelum aku "mengedar"kan form donatur GENTAKIN (Gerakan Cinta Keluarga Miskin) tersebut. Isinya kurang lebih adalah sebuah kegiatan yang digagas oleh PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) Tim Penggerak Kota Pekanbaru untuk mencari donatur di setiap RT, untuk menjadi orangtua asuh bagi warga miskin di RT yang sama. Bantuan donasi senilai Rp 600.000,- per paket donasi dalam dua bentuk sekaligus per penerima (peralatan usaha dan rupiah). Donatur bisa menunjuk penerima donasi yang ia berikan, atau berkonsultasi dengan TP PKK Kecamatan/Kelurahan/RW/RT untuk masalah calon penerima donasi. Namun penyerahannya dilakukan serentak pada Juni 2010 oleh sang donatur langsung pada penerimanya di pelataran pasar dengan disaksikan Walikota. JUNI ?? Sekarang saja sudah akhir Juli, sementara form tertanggal April ! Ahhh, gak jelas! Sebuah pesan singkat aku kirim ke Ketua mempertanyakan tanggal pengumpulan terakhir. Jumlah yang tidak kecil atas bantuan per paket membuat pikiranku melayang, kemana harus aku sebarkan form ini. Belum lagi terperangkap pada ide "siapa yang harus aku calonkan untuk menjadi calon penerima donasi dst" Apalagi Ramadhan sudah dekat, dan setumpuk permohonan bantuan sudah wara wiri di sekitar kami, berebut perhatian dan simpati. Sementara pengenalanku pada lingkungan yang membutuhkan donasi yang tinggal di sekitar kami tidaklah memadai, karena kami tinggal di sebuah komunitas perumahan perusahaan yang berada di lahan yang cukup besar dengan kehidupan perekonomiannya kurang lebih sama, dan insya Allah tidaklah kekurangan, alhamdulillah. Ahhhh...terperanjat aku mendengar beritanya. Ternyata, aku cuman punya waktu 3 hari saja untuk mendapatkan donatur sebanyak aku bisa.. Rupanya ada kesalahan tanggal penyerahan bantuan yang tertera di form donasi tanpa ada revisi tertulis!  Pak Lurah akan menjemput uang donasi yang terkumpulkan, untuk keperluan administrasi dua hari sebelum acara penyerahan di lapangan. Berbekal alat komunikasi selular, nekat kuhubungi calon calon yang kuanggap berpeluang. Dan aku berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan, yang sebetulnya ada di kepalaku juga, namun aku tidak punya jawaban atas pertanyaan pertanyaanku sendiri. Hanya karena mandat Ketua dan bagian dari job descriptionku, aku tetap berusaha menelpon, mengirim pesan pendek dan meminta untuk menyebarkan, serta menggunakan media jejaring sosial maya. Sudah terlalu banyak kritik-kritik atas program pemerintah yang selama ini kubaca, ku dengar. Jauh berlipat banyaknya dibandingkan pujian/hal positifnya. Tak urung ini sangat mempengaruhi paradigmaku tentang semua kegiatan pemerintah apalagi yang berbau "uang". Terlalu akrab aku dengan kata-kata "korupsi", "penyalah gunaan kekuasaan", "mencari hati masyarakat yang palsu" dll. Dan rupanya bukan hanya diriku yang berpikir seperti itu. Hal yang sama menjadi bahan pertanyaan para calon donatur yang kudekati. Aku tak cukup punya nyali bersaing dengan ustadz yang memberi ceramah di pengajian minggu itu, yang mengajak berdonasi untuk para jemaah masjid di sebuah universitas di Riau yang menjalankan itikaf di bulan Ramadhan. Hitungan amalan yang ustadz katakan, jelas sangatlah menarik. Tumpukan form yang berada di tasku urung aku keluarkan dan sebarkan di kesempatan itu. Begitu juga di kesempatan arisan dan kesempatan lain ..., sumbangan untuk buka bersama panti asuhan, bagi sembako dll berebut perhatian... *** Semua orang tiba-tiba berdiri, dan deretan pemukul rebana sudah memainkan rebananya.. Rombongan Walikota sudah memasuki pasar.. Kulirik jam tanganku, jarum jam menunjukkan pukul sepuluh. Selayaknya sebuah acara standard di Riau, tarian "persembahan" selalu menjadi pembuka sebuah acara untuk menyambut pemuka yang datang, dan mengulurkan kotak berisi daun sirih untuk mereka. Sambutan demi sambutan mulai dari Ketua Penggerak PKK ibu Walikota yang ternyata adalah penggagas kegiatan ini dan sudah 4 tahun rutin dilakukan, bapak Walikota, doa, dll tibalah acara yang menjadi puncak acara, penyerahan donasi.. Kernyitku berkerut membayangkan jalannya serah terima, sampai jam berapa ritual ini akan berakhir gumamku membayangkan jumlah parcel dan tiga lelaki kecilku di rumah yang tinggal sendiri tanpa orang dewasa. Mataku tertumbuk menyadari adanya kertas dengan tulisan cetak printer di setiap "parcel" yang berderet rapi di depanku.. Ku amati lebih teliti, ada nama di setiap parcel. Nama siapakah itu ? Donatur ? agar bisa diidentifikasi apakah donasinya telah terbelanjakan dengan semestinya ? Kusimpan pertanyaanku dan kembali surprise dengan pengumunan MC berikutnya. Penghargaan pada penerima Gentakin tahun lalu yang dinilai BERHASIL dengan hadiah masing masing uang senilai dua juta rupiah dari satu orang penerima dari setiap kelurahan. WOW, not bad.. ada follow up-nya pikirku. Bagaimana mereka melakukan penilaiannya ?? pikirku curious. Dan tak urung hatiku terharu, saat ibu walikota mengajak calon penerima untuk berdiri dan bershalawat 3 kali membuka pembacaan serah terima GENTAKIN. Ya Allah, semoga semua ini bermanfaat buat mereka yang benar-benar membutuhkan... Dan instruksi ibu walikota penggagas gerakan ini adalah : "kepada calon penerima, coba cari namanya di deretan parcel-parcel di depan". Hiruk pikuk dalam sekejap terjadi, dan pak lurah tempat kami tinggal mempersilahkan kami ke tengah ? Instingku mengatakan kami mesti berada di barisan parcel dengan nama-nama yang dibawah nama itu menunjukkan nama kelurahan dimana kami tinggal. Beberapa orang membawa tumpukan amplop dan meneriakkan nama donatur, menyerahkan sebuah amplop dengan stempel nama ukuran besar dan rapi yang bukan nama donatur. Ahhh ... mirip seperti permainan TTS, aku bisa mendapatkan kesimpulan bahwa donatur diberi amplop berisi sebagian uang yg ia donasikan untuk diserahkan kepada calon penerima dengan nama yang tertera di amplop, yang bisa ditemui berdiri di sebelah parcel yang mempunyai label namanya! Tinggal mencocokkan nama di amplop dan di parcel - akan ditemui sang penerima donasi! Sistemasi yang bagus! Ku temui seorang ibu berdiri di sebuah kompor dan panci dengan nama yang sama dengan nama yang tertera di amplop yang aku pegang. "Kenapa kompor dan panci ? Ibu akan buka usaha lontong sayur? " aku menebak. Dia menggeleng "gorengan". "Mengapa buka usaha gorengan ?" Dan ia menyadarkanku akan kegiatan ini dengan jawaban "Sudah sepuluh th saya usaha gorengan" Ahhhh!! Bukan pemula ! Kembali program ini menabung simpatiku dalam deretan plus. Dan barang yang ia dapatkan sesuai dengan usaha yang ditekuninya. "Semoga manfaat ibu", sambil kuangsurkan amplop dari panitia dan kujabat tangannya. "Dimana usaha gorengannya ?" "Di depan MDA bu" Ia adalah tetangga yang tak pernah ku kenal sebelumnya, yang hidup di kelurahan yang sama denganku dan membutuhkan bantuan. Yang mungkin tak akan ku kenal jika tiada program ini. Ku layangkan pandanganku ke sekitar, ibu walikota bergerak ke kerumunan, memberi selamat dan membagikan buku pada mereka "Tuntunan Sholat"... kembali hatiku berdesir.. Kerumunan yang hiruk pikuk.. antara penerima, donatur dan pengunjung pasar. Mereka, para pengunjung pasar yang notabene adalah warga sekitar dasn tetangga. Keramaian menjadi saksi yang bisa menjadi sangsi sosial bagi para penerima GENTAKIN saat ini, untuk memanfaatkan amanah bantuan ini agar berusaha semaksimal mereka bisa dengan donasi ini. Award diberikan pada tahun berikutnya atas masukan masukan masyarakat pada Tim PKK masing masing kelurahan, pengamatan atas usaha mereka yang menjadi mata pencaharian tetap dan satu satunya yang menghidupi keluarga mereka dan dinilai mengalami kemajuan/keberhasilan. Dan para donatur menghilangkan sakwa sangka, karena ia bisa mengenal penerima donatur, menyerahkan sendiri bantuannya, bahkan memilih pada siapa ia mendonasikan bantuannya. Panitia memberi alternatif list calon penerima donatur jika para donatur tak punya ide, pada siapa ia akan mendonasikan bantuannya.. dan mereka penerima donatur, semuanya adalah para tetangga di kelurahan yang sama! Hatiku bergemuruh bersama menyadari semua ini, begitu banyak orang membutuhkan di sekitar kita, para tetangga kita sendiri yang tidak kita kenal sebelumnya... Semoga keramaian pasar menjadi saksi dan menggetuk hati para calon donatur lainnya yang terbuka dengan acara ini. Dan bisa jadi kesenjangan jumlah antara kursi di kanan dan kiri (donatur dan calon penerima donatur) karena adanya para donatur yang tidak datang sekedar enggan dengan ide "memberi dan publikasi" atau pemikiran-pemikiran negatif lainnya. Pada akhirnya, ada kalanya memberi butuh diketahui. Karena menghilangkan sakwa sangka, menghilangkan kesempatan berbuat negatif, menjadi sangsi sosial masyarakat sekitar bagi penerima, menjadi reward bagi keberhasilan para penerima yang berhasil, serta meluruhkan hati dan meyakinkan bagi donatur untuk lebih mudah mendonasikan hartanya serta mengetuk hati calon donatur yang lain yang telah melihat contohnya. Rombongan Walikotapun meninggalkan keramaian pasar, menuju ke kelurahan lainnya untuk acara yang serupa. Seiring bertambahnya pemahamanku atas kegiatan ini, bertambah pula rasa penghargaanku pada penggagas serta penyelenggara. Sebaris doa agar semua kegiatan ini manfaat buat sebanyak banyaknya warga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun