Mohon tunggu...
Luki Setiyanto
Luki Setiyanto Mohon Tunggu... -

ada makna disetiap masalah,\r\ndan ada tujuan disetiap rencana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Permainan "Kucing-kucingan" antara PKL dan Satpol PP

16 Maret 2011   00:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:45 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerataan pembangunan yang selama ini menjadi salah satu kunci di semua lini pemerintah ternyata tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Munculnya kesenjangan social dalam masyarakat merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkuri sebagai hasil dari pembangunan tersebut. Kondisi ini jelas terlihat dari ketimpangan pembangunan wilayah khususnya daerah perkotaan dan pendesan. Munculnya pusat-pusat pemerintahan dan perekonomian di daerah perkotaan membawa pengaruh pada semakin tingginya tingkat mobilitas dan kompetisi masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan ekonominya. Tingginya tingkat kompetisi masyarakat membawa pengaruh pada beragamnya pola penghidupan masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dari tingkat status social dan strata ekonomi masyarakat itu sendiri.

Salah satu permasalahan yang terjadi adalah semakin menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL). Dengan menempati lahan kosong tak bertuan disetiap sudut kota yang dianggap ramai, seperti trotoar, badan jalan, lapangan, taman kota belasan ribu PKL ini dianggap pemerintah sebagai penyakit mata yang menggangu pemandangan.  Kenyataannya bisnis disektor informal ini mampu menyerap tenaga kerja dan sebagai safety belt bagi perekonomian suatu negara apabila terjadi suatu krisis ekonomi.

Fenomena sektor informal pedagang kaki lima ini pada dasarnya merupakan bentuk pengkondisian dari pembangunan yang tidak memadai kapasitasnya, baik dari strategi dan kebijakan yang diterapkan maupun perlakuan pemerintah sendiri yang tidak sungguh-sungguh memperhatikan sektor ini . Sampai dengan saat ini, penanganan masalah sektor informal pedagang kaki lima di perkotaan masih belum berubah dari pola lama, yaitu penggusuran demi kebersihan, keamanan, dan kenyamanan kota. Beberapa regulasi mengenai pedagang kali lima dapat dikatakan belum aspiratif karena masih berupa penggusuran-penggusuran.

Beberapa kebijakan seperti yang telah dikemukakan diatas, memang telah dikeluarkan untuk menertibkan pedagang kaki lima ini, termasuk pengaturan jadwal waktu berdagang sampai dengan upaya relokasi PKL ke tempat lain. Khusus untuk yang disebut terakhir ini, yang paling sering menimbulkan konflik antara aparat pemerintah dengan para pedagang. Contoh kasus, adalah pedagang kaki lima di Taman Bungkul, Surabaya, Jawa Timur, hampir setiap hari digusur paksa oleh tim gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja dan Garnisun setempat. Mereka digusur paksa karena berjualan di areal larangan berdagang. Saat Sattpol PP tiba di lokasi kejadian seluruh PKL yang ada ditaman lari meninggalkan area taman. Anehnya, para PKL ini kembali menggelar dagangannya setelah petugas meninggalkan lokasi. (merasakannya sendiri, karena saya juga PKL ditamn tersebut).  Akhirnya, yang terjadi disini adalah seperti 'kucing-kucingan' antara PKL dengan aparat.

pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus bisa memberi sebuah win-win solution (pemerintah senang, PKL pun ikut senang) dalam mengatasi pemasalahan PKL ini. jadi jangan hanya main gusur saja, kalau memang direlokasi pemilihan tempat juga harus strategis dan potensial bagi para PKL. di pemerintahan kan banyak tu orang-orang pintar dalam hal ekonomi dan manajemen, cari tempat yang strategis dan potensial aja g bisa. Tempat relokasi harus dekat dengan konsumen karena barang yang dijual Convenience.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun