Murid adalah segalanya. Ini adalah kata – kata kunci untuk menggambarkan bagaimana pembelajaran seharusnya dilakukan. Maka pembelajaran harus berpihak pada murid. Artinya adalah pembelajaran yang mampu memenuhi kebutuhan murid. Bila kebutuhannya terpenuhi maka murid akan mampu berkembang secara optimal, baik jasmani maupun rohaninya. Semua ini bisa diwujudkan dengan pembelajaran berdiferensiasi,  pembelajaran sosial emosional, dan coaching.
Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran untuk mendukung semua murid di kelas kita. Pembelajaran ini perlu dilakukan karena ada gap/kesenjangan ketika murid – murid belajar. Beberapa murid bisa paham, namun ada yang sedikit paham, bahkan tidak paham. Maka perlu direspon dengan tepat.
Cara yang digunakan dalam pembelajaran berdiferensiasi adalah dengan menentukan tujuan pembelajaran secara jelas, agar guru mampu membantu murid mencapainya. Guru juga perlu mengidentifikasi kebutuhan belajar murid. Mereka memiliki kebutuhan belajar yang berbeda. Maka kesiapan belajar, minat, dan profil belajarnya perlu ditemukenali. Beberapa hal yang bisa dilakukan guru adalah mengamati murid, melakukan penilaian awal, berbicara dengan guru sebelumnya, mereview dan merefleksikan kembali pembelajaran, mengadakan penilaian formatif dan sebagainya.
Pembelajaran sosial emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah yang memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Penerapan PSE di sekolah dapat menciptakan lingkungan belajar yang suportif, peningkatan sikap positif pada diri sendiri, respek dan toleran  terhadap orang lain dan lingkungan sekolah. Dengan demikan maka terjadi pula peningkatan perilaku positif, penurunan perilaku negatif, penurunan tingkat stres, dan peningkatan performa akademik siswa. Oleh karena itulah PSE ini penting untuk segera diterapkan di ruang kelas dan sekolah – sekolah.
Materi tentang coaching untuk supervisi akademik  memberikan ruang  untuk berlatih membangun komunikasi yang empatik dan memberdayakan sebagai Pemimpin Pembelajaran dan Kepala Sekolah dalam membuat perubahan strategis yang mampu menggerakan komunitas sekolah pada ekosistem belajar. Perubahan strategis untuk meningkatkan kualitas kurikulum (standar isi-standar proses-standar penilaian) yang bermakna dan kualitas sumber daya guru dan tenaga kependidikan dalam mewujudkan pendidikan yang berpihak pada murid.
 Materi tentang coaching untuk supervisi akademik  sangat bermanfaat untuk memberdayakan teman sejawat, dan murid. Sebelumnya saya berpikir bahwa coaching ini dari atasan kepada bawahan, ternyata tidak demikian. Coaching ini bersifat kemitraan. Jadi tidak ada atasan dan bawahan, tetapi satu level, bahkan memposisikan sebagai mitra. Ada keterbukaan dalam berpikir dan berbicara, teman bicara menjadi nyaman dan akhirnya mampu menemukan solusi sendiri. Tentu dengan arahan dari Coach.
Untuk menjadi coach yang baik, seseorang harus terus berlatih dengan berprinsip pada presence, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. Hal yang perlu diperbaiki adalah ketika mengajukan pertanyaan berbobot, dan sekaligus mengarahkan agar tidak terjebak pada pemberian saran atau malah solusi.
Coaching untuk supervisi akademik perlu terus dikembangkan, bukan untuk mencari kesalahan namun untuk mencari solusi. Maka supervisi kelas hendaknya juga bisa dilakukan tanpa terjadwal, untuk mengetahui kondisi riil murid dalam kelas. Bila ada permasalahan langsung bisa dicari solusi bersama sehingga tidak berlarut – larut.
Seorang atasan juga perlu meminta coaching dari anak buah agar kepemimpinan yang sudah dilakukan benar – benar sudah sesuai jalurnya, yaitu kepemimpinan yang mampu memberdayakan komunitas sekolah dan mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid. Di lapangan, saya jarang menemukan ada atasan yang meminta coaching dari bawahan. Bahkan ada yang malah anti kritik. Maka sikap yang terbuka perlu terus dikembangkan oleh para pimpinan. Dengan demikian, kepemimpinan yang baik bisa diwujudkan.
Jadi pembelajaran yang berpihak pada murid bisa diwujudkan dengan memenuhi kebutuhan belajar mereka melalui pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial emosional dan coaching untuk supervisi akademik. Saya mencoba menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dipadukan dengan sosial emosional dalam mengajar pembelajaran IPA. Anak – anak cukup senang dan terlihat bersemangat. Mereka bisa mencoba untuk berkesadaran penuh dalam sesi awal pembelajaran dengan mendengarkan musik instrumentalia. Dengan penuh kesadaran mereka berusaha berkonsentrasi untuk siap belajar, untuk kemudian masuk dalam sesi inti pembelajaran dan akhirnya ke sesi akhir. Pengalaman dari anak yang merasa cukup senang pada saat belajar menambah motivasi saya untuk lebih meningkatkan pembelajaran lebih baik ke depannya. Memang ada beberapa kekurangan yang masih ada antara lain dalam beberapa bagian sesi masih terlalu panjang waktunya, sehingga waktu pembelajaran menjadi molor. Ke depan hal baik akan terus dilanjutkan, dan kekurangan akan diperbaiki agar lebih berpihak pada murid.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H