Mohon tunggu...
Luhut A Pandiangan
Luhut A Pandiangan Mohon Tunggu... Relawan - Invictus

Filsafat, Teologi, Sastra, Seni, dan Revolusi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sedang Mencari Jawaban Filosofis

13 Juni 2019   12:33 Diperbarui: 13 Juni 2019   12:52 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bertemu tak kunjung kudapatkan, kunantikan sedari dulu, dikala hidup mulai terasa pahit, pengorbanan serasa tidak berguna.
Sementara waktu masih berjalan, kucoba memecahkan kode teka teki, untuk mendapati satu fragmen jejakmu.
Rasa ini berganti sejalan dengan kenyataan, kucoba tuk tetap bertahan, namun silih berganti.
Melakoni panggung dunia tak semudah melipat tangan, aku harus minum kopi.

Sesaat ini, alarm tidak bercengkerama atau bahkan berdistraksi dengan pikiranku.
Siang dan malam pun selalu menyiarkan cahayanya, meski ku tak beranjak dari kasur ini.
Pagi pasti terkejar, dibingkai oleh mimpi dan harapan.
Menanti tuk bergerak dan melangkahku.

Dan ketika itu, aku menelusuri pematang pematang sawah yang anggun dan indah hingga ke ujung sana.
Kicauan burung serta kroninya menghentakkan diriku, bahwa bukan hanya aku yang ada di alam semesta ini.(mungkin terdengar absurd)
Awan riang dan angin senyap menyajikan pemandangan yang eksotis, di saat aku ada di bukit itu.
Matahari terbit atau matahari terbenam hanyalah soal persepsi sobatku.

Kulangkahkan khayalanku ke angkasa sembari berimajinasi dengan sendirinya.
Berharap sampai ke ujung galaksi dan menemukan sesuatu yang dianggap mitos oleh banyak khalayak.
Ingin aku meroket menyusuri atmosfer ke tujuh, tapi langit yang diatas langit saja tak tercapai.
Pun aku berada di atas gunung tertinggi, puncak gunung. Tapi tak apa itu sudah cukup.

Mendayung lenganku membawa insan ini mencapai samudera basah.
Air tak cukup menakutkan, hanya saja menghanyutkan lamunanku ke lingkaran pentagram.( 5 elemen kehidupan)
Mengalir apa adanya, merasakan kehidupan semesta yang sarat akan nama dan filosofis.
Merasuk pertanyaan, apakah air menjadi akhir masa depan, hanya waktu yang bisa menjawab.

Sendu menjadi rindu, rindu yang menguras isi hati dan  akal sehatku, kuharap sejuta kerinduan ini berakhir.
Pencinta Kebijaksanaan sedang mencari jawaban filosofis.


13 Juni 2019, Sidikalang

finoallfine13
faf5_f4L

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun