Biasanya seorang pelatih tim sepak bola dipecat karena gagal memenuhi target. Tapi apa yang terjadi pada Alfred Riedl, yang dipecat mendadak sebagai pelatih timnas Indonesia oleh pengurus PSSI yang baru, mungkin sebuah anomali. Tapi memang itulah salah satu hal yang khas dari Indonesia, apalagi jika bicara masalah sepak bolanya, yang memuat daftar ketidaknormalan (aneh tapi nyata) yang sangat panjang. Kemelut panjang di tubuh PSSI yang berakhir 9 Juli 2011 dengan terpilihnya kepemimpinan kolektif yang baru merupakan satu contoh saja.
Dan seperti ingin melanjutkan keanehan yang nyata itulah, maka pengurus PSSI yang baru membuat keputusan penting pertama yang kontroversial. Timnas Indonesia yang dalam hitungan hari akan berlaga membawa nama bangsa dan negara, justru terpaksa ditinggalkan pelatih dan para asistennya yang diberhentikan tanpa rasa hormat sama sekali. Padahal Alfred Riedl telah menentukan 25 pemain pilihannya untuk menghadapi Turkmenistan dalam Pra-Piala Dunia 2014. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa lagi dengan Firman Utina dkk yang sudah telanjur memiliki hubungan harmonis dengannya sejak Piala AFF 2010 silam.
Alasan pemberhentian Alfred adalah karena surat kontraknya tidak ditemukan di PSSI dan dia melakukan kontrak tidak dengan PSSI, tapi dengan Nirwan Bakrie secara perseorangan. Jika memang benar demikian, hal itu sebenarnya hanya masalah administratif yang solusinya bisa sangat sederhana. Tinggal berkomunikasi saja dengan para pihak dalam surat perjanjian tersebut. Belakangan Alfred menyatakan bahwa sebagai pelatih profesional tidak mungkin dirinya menjalin kontrak dengan perusahaan swasta atau pribadi selain dengan federasi. Hal itu ada hubungannya dengan FIFA jika terjadi masalah. Mantan Sekjen PSSI Nugraha Besoes pun mengonfirmasi bahwa ada surat perjanjian resmi antara PSSI dengan Alfred Riedl. Nirwan Bakrie menandatangani surat tersebut dalam kapasitasnya sebagai wakil ketua umum PSSI.
Tapi mungkin semangat Djohar Arifin dkk adalah melakukan sapu bersih terhadap berbagai unsur di PSSI-nya Nurdin Halid, ternyata termasuk pelatih timnas pula. Padahal Alfred tentu saja tidak termasuk pengurus lama PSSI (Nurdin Halid dan kroninya) yang sudah mendapat stigma tidak baik dari masyarakat beberapa bulan ini. Barangkali mereka pun sebenarnya tidak 100% buruk semuanya.
Saya percaya pencinta sepak bola nasional masih menaruh hormat atas kerja keras Alfred selama ini, terutama saat Piala AFF 2010 - meski gagal juara. Ia sudah menunjukkan komitmennya yang luar biasa untuk membangun skuad Merah Putih, termasuk menolak intervensi dan bahkan mengkritik pengurus PSSI saat itu. Bahkan ketika kisruh PSSI masih berlangsung dan belum jelas ujungnya, dia tetap menjalankan tugasnya memantau hingga menentukan skuad timnas senior dan U-23 untuk menghadapi Pra-Piala Dunia dan Piala AFF U-23. Dan jika kita bersedia sedikit jujur, sebenarnya kegagalan timnas menjadi juara Piala AFF 2010 adalah karena intervensi berlebihan Nurdin Halid yang mempolitisasi Irfan Bachdim dkk, selain karena pemberitaan berlebihan dari media yang membuat kita semua sedikit takabur (sudah merasa juara sebelum final berlangsung). Padahal Alfred sendiri sudah berkali-kali mengingatkan agar kita jangan terlalu bergembira karena turnamen memang belum berakhir.
Jika memang PSSI ingin mengganti Alfred, kenapa tidak membiarkannya bertugas menangani anak asuhnya di Pra-Piala Dunia 2014 lebih dahulu yang sudah jelas di depan mata? Apalagi ternyata kontraknya yang sah dengan PSSI berlaku hingga Mei 2012. Mengapa pemecatan pelatih timnas menjadi prioritas utama Djohar Arifin membenahi PSSI? Sebenarnya terserah saja mau melakukan apa saja bagi mereka yang kini menguasai PSSI, tapi apa tidak lebih baik personel timnas yang tidak mereka sukai itu diajak bicara baik-baik terlebih dahulu dan setidaknya diberikan ucapan terima kasih sudah bersedia menangani timnas selama ini? Apakah pengurus PSSI pernah memikirkan bagaimana pendapat serta perasaan Firman Utina dkk yang secara tiba-tiba dipaksa berpisah dengan pelatih yang mereka hormati dan kagumi. Sudah jelas ada rasa kagol dan kecewa di antara mereka yang sudah menjadi pilihan Alfred untuk membela timnas.
Saya berharap Alfred Riedl, juga Wolfgang Pikal, Widodo C. Putro, dan Eddy Harto sebagai staf pelatih, juga Iman Arif sebagai Deputi Bidang Teknis BTN sekaligus manajer timnas, merupakan orang-orang yang lapang dada dan bersedia memaafkan pengurus PSSI baru yang sudah memperlakukan mereka dengan tidak elegan dan tanpa upaya menghargai mereka sedikit pun.
Yang jelas, mari kita memperpanjang mimpi kita melihat timnas berprestasi karena menghadapi Pra-Piala Dunia 2014, pasukan Garuda hampir pasti gagal. Saya tidak yakin Wim Rijsbergen sebagai pelatih terbaru timnas mampu mendatangkan keajaiban dalam waktu kurang dari seminggu menjalani masa persiapan bersama Bambang Pamungkas dkk. Oh ya, jika memang pelatih Belanda itu hanya ditugaskan untuk menangani timnas dalam dua pertandingan melawan Turkmenistan, mengapa tidak memilih pelatih yang sudah mengenal para pemain saja? Yah, sudahlah...
Akhirnya, sebagai salah satu pencinta skuad Merah Putih, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Mister Alfred, Mas Wolfgang, Mas Wiwid, Mas Eddy, dan Mas Iman (serta personel timnas lainnya) yang sudah berusaha mempersembahkan yang terbaik selama menjalani waktu bersama timnas sepak bola Indonesia. Semoga nasib Anda semua lebih baik di tempat yang baru.
Kepada Professor Djohar Arifin dkk, selamat mengurus sepak bola Indonesia yang karut marut dan banyak masalah itu. Penunjukan Rahmad Darmawan sebagai pelatih timnas U-23/asisten pelatih timnas senior barangkali sebuah awal yang bagus dan membawa harapan baru, di luar masalah pemecatan Alfred Riedl yang cukup menjadi preseden buruk yang tak perlu terjadi lagi di lain hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H