Mohon tunggu...
Luhur Satya Pambudi
Luhur Satya Pambudi Mohon Tunggu... profesional -

Seorang lelaki sederhana yang suka menulis cerpen, soal sepak bola, dan bisa pula perihal lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Belajar Kehidupan dari Buku Karya Fariz RM

6 Juni 2012   18:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:19 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1339011994945836805

Selama ini kita mungkin mengenal nama Fariz Roestam Moenaf  (lebih tenar disebut Fariz RM) sebagai artis penyanyi, pemusik, dan pencipta lagu belaka. Catatan produktivitasnya dalam karier bermusiknya cukup mencengangkan, terutama untuk ukuran Indonesia. Tak kurang dari 1.768 jumlah karya lagu dan musik telah dihasilkannya selama kurun waktu 1977-2007 kiprah profesionalnya di bidang musik. Sebagai penggemar lagu-lagu Fariz RM, tanpa berpikir panjang saya langsung membeli buku hasil karyanya yang terpajang di rak buku baru pada sebuah pameran buku yang berlangsung pada tahun 2009.

Setelah membaca catatan ringan Fariz RM dalam buku ”Living In Harmony - Jati Diri, Ketekunan, dan Norma” tersebut, kita akan disadarkan bahwa Fariz RM bukan sekadar artis biasa. Fariz adalah seorang pemikir yang kritis menanggapi beragam masalah kehidupan, tidak terbatas pada dunia musik yang digelutinya selama puluhan tahun.

Dalam kata pengantarnya, Fariz sendiri tidak mengira mampu menerbitkan sebuah buku. Niatnya menulis hanya sekadar berbagi cerita pengalaman, ibaratnya ngobrol semata. Namun bukan sekadar oborolan, Fariz memiliki sikap yang jelas, mulai dari komitmen motivasi untuk memupuk gagasan berharga, kebijaksanaan diri untuk mau dan mampu memahami, hingga tentang hidup yang harus berani bersikap, tegar mempertahankan identitas diri, serta memperjuangkannya dengan gigih sampai kapan pun. Para pembaca pun  niscaya bisa mendapatkan pelajaran berharga darinya.

Saya pernah berhasrat menulis sebuah resensi atas buku karya Fariz tersebut. Sejumlah kalimat awalnya sebenarnya telah saya tulis di awal tahun 2010, namun akhirnya tidak pernah dituntaskan sampai pertengahan 2012 ini. Ketimbang apa yang pernah saya baca hanya menjadi pengetahuan saya sendiri, maka saya bagikan saja sejumlah ’kalimat sakti’ yang menjadi bagian dalam bukunya di tempat ini. Semoga ada hikmahnya.

Cara berkarya yang baik adalah : bagaimana kita mampu berkarya dengan sungguh-sungguh, sehingga memiliki bobot filosofi yang baik, namun mampu disuguhkan secara komunikatif kepada masyarakat. (h.11)

Sosialiasi atau faktor pengaruh orang lain –baik maupun buruk- selalu kita perlukan dalam melangkah menuju kehidupan yang sempurna. (h.16)

Hidup memiliki situasi dan kondisi yang sebenarnya memiliki jutaan kemungkinan untuk disiasati.(h.18)

Cerdas dan sadar untuk berusaha sesuai bakat yang kita miliki, itu yang mesti kita pahami sepenuh hati.(h.19)

Ilmu dan kecerdasan tak harus diperoleh dari pendidikan formal. (h.26)

Identitas atau jati diri hanya dapat terbentuk akibat pengenalan secara bertahap oleh seorang manusia terhadap lingkungan sosial dimana dia hidup dan berinteraksi, yang di kemudian hari akan menjadi salah satu cerminan sifat terpenting manusia, selain beriman dan bertakwa, yaitu berbudaya.

Jati diri adalah bekal penting seorang manusia memiliki rasa percaya diri, sehingga memiliki keberanian serta keyakinan yang cukup untuk mengakui kapasitasnya, memiliki kebanggaan atas kemampuannya, serta memiliki rasa malu untuk mengedepankan sesuatu yang bukan miliknya. (h.29)

Kalau mau jujur, semua pahlawan nasional kita berjiwa ’pemberontak’. Pangeran Diponegoro –misalnya- memberontak kepada penguasa saat itu. Jadi, memberontak, sejauh ideologinya positif dan berlandaskan prinsip dan tujuan yang benar adalah suatu wujud sikap konsekuen yang terpuji. (h.30)

Menggantungkan kelangsungan sesuatu yang kita andalkan kepada satu pihak tidak selamanya aman. Menyiapkan pijakan lain sebagai tindakan berjaga-jaga dalah tindakan yang cerdas. Hal itu akan membuat manusia menjadi lentur dalam menghadapi dinamika hidup. (h.35)

Salah satu syarat Tuhan membuka pintu rezeki adalah silaturahmi, yang memiliki pemahaman universal dalam bentuk sosialisasi, bersaudara, berkawan, bekerja sama, dan menghargai sesama.(h.47)

Tak ada halangan yang akan berarti jika kita memiliki keyakinan bahwa kita mampu. Selalu ada jalan terbuka.

Baik dan buruk harus ada sebagai perbandingan, tapi telah dianjurkan agar memilih cara positif jika hendak memperoleh hasil yang bermanfaat. (h.66)

Karya lahir karena pemikiran. Pemikiran lahir karena sesuatu yang memang nyata terlihat/tertangkap oleh indra untuk dipikirkan.

Cobalah menghargai pandangan positif seseorang, karena pada dasarnya seorang manusia berhak untuk menyuarakan pendapatnya.(h.67)

Waktu adalah ciptaan Tuhan yang begitu dahsyat, sehingga manusia ’terpaksa’ harus membuat batasan-batasan agar waktu dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan kehidupan. (h.69)

Waktu juga memberikan manusia berbagai pelajaran : sejarah, harapan, dan penanda zaman.

Kalau seorang manusia berhasil menaklukkan waktu, bisa dipastikan ia akan menjadi seseorang yang mensyukuri kehidupan, pemberian Tuhan yang paling berharga. (h.70)

Jadikan masa lalu sebagai referensi agar kita dapat memahami setiap derap perubahan serta berbagai akibat dari sebuah peristiwa dengan kacamata yang lebih bijaksana. Kita menjadi manusia yang tidak mudah memvonis dan menuding. Karena di setiap perilaku dan peristiwa manusia, selalu bisa ditemukan alasan maupun latar belakang yang mendasarinya.(h.72)

Berkarya secara utuh adalah menciptakan tantangan kreativitas kita sendiri dengan selalu mencari perbandingan dan referensi melalui kerja sama dengan banyak pihak. (h.78)

Perkembangan budaya –di sektor apa pun- sesungguhnya merupakan pengembangan perputaran (developed cycles). Ia merupakan pengulangan yang dibubuhi pengembangan di berbagai sisi olahan oleh sang penggagas ide. (h.82)

Perbedaanlah yang dapat menciptakan perbandingan. Dan perbandingan selalu diperlukan guna kemajuan dan kemudahan suatu perjalanan kehidupan. (h.83)

Seniman – karena namanya berorientasi kreativitas - memiliki pendapat dan gagasan yang berbeda dari pemikiran umum. Parameter yang mereka gunakan tidak sama dengan banyak orang, sehingga berkesan nyeleneh dan ingin bebas tak terikat di mata pendapat umum. (h.88)

Seringkali yang sederhana justru jadi barang langka, karena manusia terbiasa hidup dengan patron-patron keharusan yang dibuatnya sendiri. Tanpa sadar mereka membentengi suara hati mereka sendiri dan hidup dalam labirin rutinitas yang telah dijalaninya bertahun-tahun.

Kita lupa bahwa nurani –karunia Tuhan yang Mahabijak- adalah satu-satunya suara yang patut kita dengar dan percayai. Dalam kehidupan manusia, nurani telah lama kalah oleh materi (uang) yang sebenarnya telah kejam memperbudak kita melalui aneka tuntutan yang kita legalisasi sendiri. (h.88)

Biarkan energi seniman melanglang tanpa batas, karena sesungguhnya energi inspirasi itu memang tak berbatas.

Pengalaman hidup akan memberi peluang munculnya inspirasi. Inspirasi menumbuhkan berbagai keinginan yang timbul lewat berbagai bentuk pemikiran dan pertanyaan.

Pemikiran tersebut akan terkumpul dan terbentuk sebagai wujud energi berkreasi yang mampu memotivasi seseorang untuk mencapai suatu tujuan.

Peliharalah energi positif kita, selain sehat dan dapat berumur panjang, juga dapat membuat kreativitas yang lebih dahsyat, sejalan dengan peningkatan kematangan usia serta pengalaman hidup. (h.94)

Bersyukur adalah menerima anugerah Tuhan dan memanfaatkannya untuk hal-hal yang baik sebagaimana maksud Tuhan menganugerahkannya kepada kita. (h.240)

Ibadah sesungguhnya berarti harfiah : menghidupi segala aktivitas kehidupan semata-mata karena sadar dan mensyukuri karunia Tuhan.

Menulis karya lagu pun merupakan ibadah. Sebab menceritakan aneka peristiwa kehidupan yang kita alami dan menjadi inspirasi itu pun  termasuk beribadah. Bukankah hidup itu sendiri adalah ibadah, karena hidup adalah pemberian Tuhan yang patut kita syukuri. (h.264)

Menghibur orang berarti memberikan solusi kepada orang agar dapat sejenak ’keluar’ dari pemasalahan yang sedang membebaninya. Nah, daripada sekadar menghibur tanpa makna,  mengapa tidak mencoba memberikan ’pandangan’ yang memberi jalan keluar juga, agar selain menghibur, ada manfaat yang dapat kita berikan.

Beribadah di setiap tarikan napas kita dengan menghargai setiap detik kehidupan. (h.267)

Data Buku

Judul : Living In Harmony – Jati Diri, Ketekunan, dan Norma

Penulis : Fariz RM

Penerbit : Penerbit Buku Kompas

Cetakan : Juni 2009

Tebal : xii + 300 halaman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun