Mohon tunggu...
Luhur Satya Pambudi
Luhur Satya Pambudi Mohon Tunggu... profesional -

Seorang lelaki sederhana yang suka menulis cerpen, soal sepak bola, dan bisa pula perihal lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Timnas Kalah Agar PSSI Tidak Bisa Sombong

7 September 2011   14:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:09 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sebelum menghadapi Iran dan Bahrain dalam Grup E Zona Asia Pra-Piala Dunia 2014, aksi timnas Indonesia ketika menyingkirkan Turkmenistan denga skor agregat 5-4 adalah satu-satunya hal yang menyenangkan pencinta sepak bola nasional, yang bisa disajikan oleh PSSI di bawah pimpinan Profesor Djohar Arifin Husin. Sejenak kita lupakan sejumlah kebijakan kontroversial pengurus PSSI baru yang cenderung selalu mengecewakan banyak orang. Selayaknya jika kita pertanyakan kembali, apakah sejatinya visi dan misi Sang Profesor ketika berhasil mendapat kepercayaan untuk memimpin organisasi olah raga paling populer di Indonesia tersebut?

Pelatih Alfred Riedl yang sudah bekerja profesional dengan memilih pemain untuk Pra-Piala Dunia 2014 justru mendadak dipecat tanpa alasan masuk akal, demikian pula Iman Arif dkk di pihak manajemen timnas. Beruntunglah Wim Risjbergen mendapat pendamping seperti Rahmad Darmawan dan para pemain tampil luar biasa hingga mampu lolos dari hadangan Turkmenistan. Namun setelah itu, sudah kita saksikan bersama bahwa timnas menelan pil pahit berupa dua kekalahan telak dari Iran dan Bahrain.

Kegagalan Bambang Pamungkas dkk untuk meraih poin memang sangat mengecewakan kita semua. Namun setidaknya hal itu membuat PSSI tidak bisa sombong lagi. Mungkin selama ini Djohar Arifin merasa sudah menjadi 'pahlawan' ketika pelatih pilihannya ternyata mampu membawa timnas menang, sebelum akhirnya tunduk dari Iran dan Bahrain. Ulah penonton di Gelora Bung Karno yang menyalakan petasan dan kembang api pun seakan membuat PSSI lebih pantas disebut sebagai 'pecundang'. Sanksi dari FIFA sudah di depan mata, entah berupa denda milyaran rupiah atau larangan bagi Indonesia menjadi tuan rumah.

Ketidakmampuan timnas untuk menang dan tingkah laku tidak sportif dari segelintir penonton timnas mestinya menjadi momentum PSSI untuk introspeksi diri dalam mengambil kebijakan-kebijakan berikutnya yang tujuannya jelas, demi kemajuan sepak bola Indonesia yang mampu membuat gembira rakyat Indonesia, dan bukannya untuk menyenangkan hati segelintir orang belaka, yang tak jelas pula siapa mereka.

Keinginan Wim Rijsbergen untuk merombak timnas dengan cara memantau pemain baru lewat kompetisi liga tampaknya mesti ditunda dulu. Pertandingan Pra-Piala Dunia selanjutnya pada 11 Oktober 2011, Indonesia menjamu Qatar. Sementara itu Liga Indonesia 'versi terbaru' yang dijadwalkan dimulai 8 Oktober 2011 pun belum dapat diketahui siapa tim pesertanya, bahkan ketika waktunya tinggal sebulan lagi. PSSI tampaknya mesti mengubah target menjadi nomor dua di Grup E -di bawah Iran- untuk lolos ke kualifikasi berikutnya. Yang penting ada poin yang bisa diraih dalam empat sisa pertandingan dan jika tidak menjadi juru kunci dalam klasemen akhir pun mesti disyukuri.

Setidaknya persiapan Tim Merah Putih untuk menghadapi Piala AFF 2012 dengan target juara sudah dirintis sejak jauh hari, yaitu dengan memanfaatkan ajang Pra-Piala Dunia 2014 sebagai sarana uji coba dan memperbanyak pengalaman internasional bagi para pemain timnas.

Satu hal yang tampaknya dianggap PSSI tidak penting adalah masalah asisten pelatih timnas senior. Ketika Rahmad Darmawan berkonsentrasi menjadi pelatih kepala timnas U-23, mestinya Wim Rijsbergen lantas dibantu oleh pelatih yang reputasinya tak jauh berbeda dengan pelatih juara bersama Persipura dan Sriwijaya FC tersebut. Liestiadi mungkin cukup berpengalaman sebagai asisten pelatih, namun jelas berbeda jauh kelasnya dengan Rahmad Darmawan. Siapa yang pantas menjadi asisten pelatih timnas senior, PSSI tentunya lebih memahaminya. Seperti halnya mereka telah mengerti benar bahwa tempo hari Alfred Riedl harus segera digantikan oleh Wim Rijsbergen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun