Belakangan ini, TiTtok sebagai platform distribusi video yang mampu memikat ribuan pengguna, dengan konten yang kreatif dan singkat. Namun dibalik popularitasnya, berbagai kontroversi kemudian muncul ditengah kesuksesannya. Pada 17 April 2021, sebuah fitur baru bernama TikTok Shop secara resmi diperkenalkan kepada Masyarakat. Fitur ini diciptakan sebagai wadah bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk dapat menjual produknya secara langsung, sambil berinteraksi dengan pembeli melalui live streaming.Â
Kehadiran TikTok Shop ini diharapkan dapat menjangkau para penjual, creator, dan pembeli, sekaligus menyediakan pengalaman berbelanja yang mudah dan menyenangkan untuk mereka. TikTok Shop dalam sekejap telah banyak menarik perhatian masyarakat Indonesia. Kemudahan, fitur promosi yang menarik dan juga tersedianya banyak diskon maupun voucher ternyata menjadi alasan masyarakat untuk menggunakan TikTok Shop. Bagi para penjual, fitur ini dapat membantu mereka mengembangkan bisnis dan juga mengasah skill serta kreativitas mereka dalam hal promosi melalui video pendek.
Namun realitanya fitur ini ternyata mendapat kritik dari berbagai pihak. Harapan TikTok Shop untuk menjadi wadah bagi para UMKM nyatanya tidak disambut baik oleh beberapa pedagang di Indonesia. Mereka mengeluh lantaran penurunan omset yang terjadi setelah adanya fitur TikTok Shop ini. Hal ini dikarenakan UMKM lokal kesulitan untuk bersaing dengan produk impor yang lebih murah. Beberapa pihak juga khawatir fitur ini akan menciptakan monopoli yang merugikan UMKM. Hingga akhirnya, pemerintah telah resmi melarang dan menghapus TikTok Shop. Berikut ini beberapa alasan ditutupnya TikTok Shop.
Munculnya Predatory Pricing
Keinginan untuk mendapatkan harga yang lebih murah seringkali memicu banyak orang untuk berbelanja. Strategi inilah yang dimanfaatkan oleh TikTok Shop. Mereka menetapkan harga murah setara dengan harga distributor, sehingga banyak orang menggunakan TikTok Shop dalam melakukan pembelian. Hal ini disebut sebagai predatory pricing. Predatory pricing bisa disebut sebagai sebuah bentuk monopoli yang dilakukan oleh pihak TikTok Shop.
Dampak dari adanya predatory pricing ini, pedagang lokal akan kesulitan untuk bersaing dengan produk impor yang lebih murah. Lalu dalam jangka panjang, akan mematikan pesaing dari pedagang import. Hal ini dilakukan untuk menguasai pasar. Bagi para konsumen, predatory pricing memang dapat menguntungkan konsumen dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, pelaku predatory pricing akan menaikkan harga secara signifikan, sehingga konsumen tidak punya pilihan lain, selain membeli produk tersebut dengan harga yang tinggi.
Praktik predatory pricing inilah yang membuat profit UMKM menurun drastis. Apabila dibiarkan dalam jangka waktu yang lama, tidak menutup kemungkinan akan banyak UMKM yang akan gulung tikar. Maka dari itu, penutupan TikTok Shop dilakukan sebagai upaya untuk melindungi UMKM Indonesia akibat adanya predatory pricing.Â
Platform Multi IdentitasÂ
Saat ini TikTok terkategori sebagai platform social-commerce yaitu media sosial yang menyediakan fasilitas bagi pedagang untuk dapat menawarkan produk/jasa. Hanya terbatas pada melakukan penawaran, namun proses transaksi harus berpindah ke aplikasi/market place lain. Namun pada kenyataannya, TikTok menjadi platform media sosial dan market place secara bersamaan. TikTok Shop sebagai fitur tambahan TikTok, tidak hanya berfungsi sebagai media promosi, namun konsumen dapat melakukan transaksi dalam satu aplikasi. Hal ini tentu saja  tidak sesuai dengan regulasi yang ada di Indonesia.
Perlu diketaui bahwa, TikTok hanya terdaftar di Indonesia sebagai platform media sosial dan tidak memiliki izin untuk menjalankan bisnis sebagai e-commerce. Sehingga TikTok hanya diperbolehkan sebagai media untuk promosi dan tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi dalam aplikasi. Keputusan akhirnya, TikTok Shop harus ditutup karena dianggap belum mengikuti aturan. Jika TikTok Shop ingin terus beroperasi, fitur tersebut harus memiliki aplikasi sendiri dan tidak menumpang dengan aplikasi TikTok seperti sebelumnya.
Terbitnya Regulasi BaruÂ
Untuk merespon berbagai kabar mengenai praktik tidak sehat dalam system elektronik, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Permendag Nomor 31 Tahun 2023 mulai berlaku pada tanggal 26 September 2023.
Terdapat enam point yang diatur dalam Permendag 31 Tahun 2023. Pertama, terkait pendefinisian model bisnis penyelenggara PMSE untuk mempermudah pembinaan dan pengawasan. Kedua, terkait penetapan harga minimum untuk barang jadi dari luar negeri. Ketiga, daftar barang yang diperbolehkan masuk ke Indonesia melalui e-commerce. Keempat, penetapan syarat khusus bagi pedagang luar negeri pada market place dalam negeri. Kelima, larangan bagi market place dan social commerce bertindak sebagai produsen sekaligus. Keenam, larangan penguasaan data oleh PPMSE dan afiliasi untuk menjaga privasi pengguna.
Aturan tersebut berlaku bagi pelaku usaha dalam negeri maupun luar negeri. Menteri Zulkifli Hasan menyebutkan tujuan dari diterbitkannya Permendag Nomor 31 Tahun 2023 antaralain untuk menciptakan ekosistem PMSE yang sehat. Kedua, mendukung pemberayaan UMKM dan pelaku usaha PMSE dalam negeri, dan ketiga meningkatkan perlindungan kepada UMKM serta pelaku usaha dalam negeri. Dengan demikian, pemerintah resmi melarang platform dalam negeri memainkan peran ganda sebagai media sosial dan market place.Â
Ketentuan ini tertulis dalam pasal 21 ayat (3) yang menyatakan bahwa PPMSE dengan model bisnis Social-Commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada Sistem Elektroniknya. Hingga pada tanggal 4 Oktober 2023, mulai pukul 17.00 WIB, TikTop Shop resmi ditutup dan tidak dapat diakses oleh Masyarakat Indonesia. Lalu apakah keputusan ini sudah tepat untuk dilakukan? Apakah keputusan ini akan berdampak baik bagi UMKM atau malah bertambah buruk bagi perkembangan UMKM di Indonesia?
Dampak Ditutupnya TikTok Shop
 Tidak dapat dipungkiri bahwa keputusan ini bagaikan pedang bermata dua bagi perkembangan UMKM di Indonesia. Disatu sisi keputusan ini ingin menyelamatkan UMKM dari praktik PMSE yang tidak sehat.  Predatory pricing dapat diatasi dan menjadi momen yang tepat bagi UMKM untuk dapat kembali mendominasi pasar lokal. Bagi konsumen, keputusan ini dapat menyelamatkan konsumen dari misleading informasi. Penggabungan TikTok Shop sebagai media dan commerce juga terkadang menimbulkan false advertising, creator dapat memviralkan produk yang dia jual dengan informasi-informasi yang menyesatkan.
Namun disisi lain telah banyak UMKM yang meraih kesuksesan berkat adanya TikTok Shop. Artinya TikTok Shop menjadi sumber penghasilan yang signifikan dan membawa perubahan bagi hidup para pelaku UMKM. Banyak UMKM yang merasakan dampak positif, karena mereka menemukan adanya market baru. TikTok Shop juga membuka lapangan kerja baru seperti live streamer brand dan creator affiliate. Diketahui terdapat 6 juta penjual lokal dan hampir 7 juta creator affiliate yang menggantungkan rezekinya pada fitur ini.Â
Inovasi dan kreativitas para pelaku UMKM juga dapat tersalurkan dengan adanya TikTok Shop memungkinkan berkembangnya ide, inovasi dan kreativitas para pelaku UMKM. Selain itu dapat mengasah skill mereka dalam hal digital marketing.
Pada kondisi seperti ini, regulasi yang bijaksana sangat butuhkan. Tidak hanya itu, upaya-upaya yang mendukung UMKM juga diperlukan dalam menghadapi perubahan teknologi dan ekonomi. Melalui kerja sama dari seluruh pihak, diharapkan akan tercipta sebuah solusi yang tidak mengorbankan salah satu pihak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H