Mohon tunggu...
Luh Putu Gita Laksmi
Luh Putu Gita Laksmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Pengembangan Sumberdaya Manusia Peminatan Industri Kreatif, Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga

Born to be Balinese, Growing Up Like a Bugis

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Mulai Pulih dan Tumbuh: Bangkitnya Industri Mode Pasca Pandemi Covid-19

18 Juni 2023   08:59 Diperbarui: 18 Juni 2023   09:04 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Status kegawat-daruratan Covid-19 secara global telah dicabut, kendati demikian Covid-19 belum sepenuhnya hilang. Sejak muncul pada tahun 2019 lalu, pandemic Covid-19 memberikan berbagai dampak, tidak hanya pada kesehatan tetapi juga pada kondisi perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat. Pandemi Covid-19 menyebabkan penurunan perekonomian nasional yang sangat pesat.

Dampak pandemic covid-19 dirasakan oleh hampir semua industri di Indonesia, tidak terkecuali Industri kreatif. Saat ini industri kreatif di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Mengandalkan keahlian, bakat dan kreativitas, industri ini menciptakan barang dan jasa yang tak terpisahkan dari ekonomi kreatif. Industri kreatif memiliki 14 subsector, salah satunya adalah industri mode yang berhubungan dengan desain, produksi, konsultasi hingga pada distribusi produk fashion seperti pakaian, alas kaki maupun aksesoris.

Aturan lockdown dan social distancing yang diterapkan oleh pemerintah untuk mengatasi pernyebaran Covid-19 telah membawa dampak besar pada Industri mode dunia. Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada industri mode skala kecil seperti UMKM tapi juga berdampak pada industri mode berskala besar.  Selama pandemic, banyak industri mode yang beralih ke pembuatan APD (alat pelindung diri) seperti Masker penutup hidung, baju APD dan sarung tangan. Hal ini dilakukan agar industri mode tetap dapat bertahan sekaligus untuk memerangi pandemic covid-19.

Penerapan pembatasan sosial mengakibatkan masyarakat tidak lagi memikirkan penampilan. Lonjakan permintaan yang sangat besar terjadi pada pakaian-pakaian rumah seperti pakaian olahraga dan pakaian yang nyaman digunakan untuk melakukan aktifitas di dalam rumah. Sedangkan untuk industri mode yang berfokus pada bisnis fashion formal cenderung mengalami kerugian dan berimplikasi pada penutupan toko karena kurangnya pembeli. Salah satu contohnya adalah bisnis pakaian adat di Bali.

Kebaya merupakan pakaian adat bali yang digunakan oleh perempuan. Kebaya menjadi pakaian wajib yang perlu dimiliki oleh semua perempuan di Bali, digunakan bersama kamen atau kain tenun dan dipadukan dengan obi atau selendang yang diikatkan di bagian pinggang.  Kebaya merupakan warisan budaya Indonesia yang melambangkan keanggunan, kesederhanaan, dan kelembutan perempuan Indonesia. Setiap daerah di Indonesia memiliki beragam jenis kebaya dengan ciri khasnya masing-masing yang melambangkan nilai dan filosofinya tersendiri. Di Bali sendiri, kebaya digunakan sebagai pakaian adat pada upacara keagamaan. Tidak hanya itu, kebaya menjadi pakaian yang wajib digunakan oleh perempuan setiap hari Kamis, Purnama, Tilem, dan Hari Jadi Provinsi pada jam kerja sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali nomor 79 tahun 2018 pasal 4 dan 5.

Dahulu, kebaya dipandang sebagai busana tradisional yang terkesan jadul. Namun seiring perkembangan zaman, saat ini model kebaya telah lebih modern dan mengikuti trend. Kebaya modern banyak digunakan untuk menghadiri berbagai kegiatan, seperti acara adat, acara perkawinan, acara keagamaan, dan acara kelulusan. Bahkan saat ini, kebaya telah banyak digunakan sebagai outfit sehari-hari.

Namun adanya pandemic Covid-19 ini, membuat customer belum merasakan urgensi untuk membeli kebaya maupun pakaian adat lainnya, karena acara keagamaan maupun acara formal lainnya telah ditiadakan. Hal inipun di benarkan oleh owner Dewata Songket Bali, Kadek Sukmayani. Ia mengatakan bahwa sebelum pandemic kegiatan-kegiatan formal masih dilakukan sehingga omset penjualan masih terasa normal dan selalu stabil dari tahun ke tahun. Ketika pandemic, pemerintah kemudian memberlakukan social distancing beberapa customer membatalkan pemesanan seragaman karena acara-acar besar seperti upacara persembahyangan,pernikahan,potong gigi dan acara besar lainnya dibatalkan/diundur. Otomatis omset penjualan Dewata songket bali menurun. Hingga saat ini, omset penjualan mulai meningkat namun masih belum stabil karena kemungkinan masyarakat sudah terbiasa dengan pembatasan kegiatan tersebut.

Dampak dari pandemic Covid-19 membuat para pelaku industri kreatif harus memikirkan cara kreatif untuk mengubah strategi dan model binis agar mampu bertahan dimasa ini. Penerapan social distancing selama pandemic menyebabkan perubahan perilaku masyarakat dalam melakukan transaksi. Customer lebih banyak melakukan aktivitas melalui digital termasuk melakukan pembelian secara daring. Hal ini membuat banyak bisnis fashion salah satunya Dewata Songket ikut beralih memanfaatkan teknologi digital.

Memanfaat perubahan perilaku masyarakat, Kadek Sukmayani memaksimalkan media sosial dan platform e-commerce sebagai strategi untuk meningkatkan penjualannya. Jika sebelumnya hanya mengandalkan customer yang datang ke store, setelah pandemi lebih banyak melakukan promosi lewat media sosial seperti instagram dan memberikan diskon di setiap pembelian produk. Agar dapat menarik perhatian pembeli, pembuatan konten juga perlu diperhatikan. Mengambil gambar dan video dengan kualitas yang baik agar pelanggan dapat melihat corak dan warna dari kain dengan detail. Dirinya juga memilih untuk memperkerjakan selebram atau influencer agar dapat mendongkrak penjualannya.

Meskipun awalnya hanya merasakan dampak negative dari adanya pandemic, tetapi seiring berjalannya waktu para pelaku industri mode merasakan dampak positif yang lebih besar dari Pandemi Covid-19 ini. Menurut Kadek Sukmayani, dirinya tidak akan mencoba beralih menggunakan platform digital apabila pandemic tidak terjadi. Beralih menggunakan platform digital sangat membantu untuk mengenalkan produknya ke masyarakat luas. Sehingga dengan memanfaatkan media sosial, ia mampu untuk  menjangkau pembeli dari mana saja.  Fenomena pandemic dan social distancing ini juga memberikan kesempatan baginya untuk merefleksikan perjalanan bisnisnya dan belajar. Pandemi membuatnya belajar untuk lebih memahami strategi-strategi yang harus dilakukan untuk bertahan dan juga memberikannya ruang untuk berkreativitas agar mampu menarik pelanggan. Selain itu, pandemic juga memberinya waktu untuk memprediksi trend fashion sehingga membantunya untuk tetap eksis.

Kini setelah status kegawat-daruratan Covid-19 secara global telah dicabut, industri mode fashion perlahan mulai bangkit kembali. Menurut Kadek Sukmayani, modal menjadi kesulitan yang dirasakan oleh para pelaku industri mode untuk bangkit kembali. Penjualan yang belum stabil menjadikan perputaran modal menjadi lebih sulit. Meskipun demikian, terdapat beberapa hal yang menyebabkan industri mode bisa survive dan sustain. Pertama, pakaian merupakan kebutuhan pokok semua individu, sehingga marketnya akan selalu ada. Kedua, trend fashion juga akan selalu berubah seiring berjalannya waktu, sehingga masyarakat akan berusaha mengikuti trend yang ada. Meskipun hal ini bisa menjadi kekurangan dari mode, tetapi hal ini bisa menjadi peluang untuk terus berkembang. Maka dari itu pelaku industri mode harus jeli untuk membaca trend yang ada dan terus berinovasi agar bisa memenuhi permintaan masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun