Pendidikan adalah pilar utama pembangunan bangsa. Guru memiliki peran vital, tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai motivator, pembimbing, agen perubahan sosial, ujung tombak pendidikan, yang tidak hanya memiliki kemampuan akademis tetapi juga profesionalisme tinggi, terutama di wilayah yang penuh keterbatasan seperti daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). Dalam konteks Indonesia, upaya meningkatkan kualitas pendidikan di daerah 3T menjadi tantangan besar.
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal tahun 2020-2024 pasal 2 ayat (1), kriteria daerah tertinggal mencakup 4 (empat) poin, yaitu perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas, serta karakteristik daerah. Daerah tertinggal diatur dengan indikator-indikator yang diatur dalam Peraturan Menteri. Dari daftar daerah tertinggal tahun 2020-2024 yang telah dirilis, ada sebanyak 62 daerah tertinggal di Indonesia, yang tersebar di berbagai daerah provinsi Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Papua, serta beberapa kabupaten di provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, dan Nusa Tenggara Barat.
Menjadi guru profesional di daerah 3T adalah panggilan jiwa yang membutuhkan dedikasi tinggi dan semangat mengabdi. Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah program strategis yang dirancang untuk membekali calon guru dengan kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Program ini bertujuan mencetak guru profesional yang mampu mengatasi berbagai tantangan, termasuk di wilayah 3T, yang sering kali memiliki kondisi serba terbatas. Data dari salah satu universitas penyelenggara PPG pada tahun 2024, jumlah peserta dalam satu periode secara keseluruhan mencapai hingga 8953 peserta yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Dari jumlah tersebut kurang lebih sebesar 30% berasal dari provinsi yang di daerahnya terdapat daerah 3T.
Dalam mengikuti program Pendidikan Profesi Guru, calon guru dari daerah 3T memiliki tantangan yang unik dan kompleks. Program yang dilakukan secara daring tentunya membutuhkan akses internet yang baik dan stabil. Namun infrastruktur yang masih minim, membuat akses internet di daerah 3T menjadi sangat sulit dan terbatas. Belum lagi masalah listrik yang sering padam, yang turut mempengaruhi kelancaran dalam mengikuti program PPG. Namun berdasarkan pengalamam penulis menjadi pendamping kelas di PPG, semangat dan perjuangan calon guru yang berasal dari 3T sangat gigih dan tidak mudah menyerah. Sering kali mereka tertinggal informasi dikarenakan akses internet yang terputus. Bahkan ketika mengikuti ujian pengetahuan (UP) banyak peserta ujian harus pindah tempat ke kota (ke daerah dengan jaringan yang lebih stabil). Pengalaman lainnya adalah peserta melaksanakan ujian pengetahuan berbasis domisili di luar rumah (untuk mendapatkan sinyal internet yang lebih baik) dengan menyiapkan perangkat seadanya. Ada juga peserta yang terjeda di tengah ujian dan keluar dari platform ujian karena koneksi terputus, dan masih banyak tantangan lainnya. Tentunya semua itu dilakukan demi selembar sertifikat pendidik sebagai tanda menjadi guru profesional.
Setelah menjadi guru profesional, tantangan bagi guru tidak berhenti sampai disana. Keterbatasan infrastruktur, fasilitas pendidikan seperti sekolah, perpustakaan, dan laboratorium yang masih sangat minim, banyak guru harus mengajar di sekolah yang bangunannya tidak layak, bahkan tanpa listrik dan akses internet. Hal ini menyulitkan implementasi metode pembelajaran modern yang mengandalkan teknologi. Kondisi geografis dan terbatasnya akses transportasi membutuhkan perjalanan berjam-jam melewati medan yang berat. Media pembelajaran seperti buku, alat peraga, dan perangkat pembelajaran lainnya sering kali tidak tersedia atau sangat terbatas. Hal ini mengharuskan guru untuk kreatif dan mandiri dalam menciptakan sumber belajar alternatif.
Tantangan yang dihadapi memang besar, tetapi dengan dukungan yang memadai dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat, guru di daerah 3T dapat terus memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan pendidikan. Upaya dan strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah terkait kebijakan untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal antara lain dalam hal insfrastruktur, pemerintah perlu berinvestasi lebih besar dalam pembangunan sekolah dan fasilitas pendukung di daerah 3T, termasuk akses internet dan teknologi pendidikan. Kesejahteraan guru di daerah 3T sering kali menjadi isu serius. Gaji yang rendah, tunjangan yang tidak memadai, dan minimnya dukungan dari pemerintah daerah membuat banyak guru kehilangan motivasi. Peningkatan tunjangan khusus untuk guru di daerah 3T dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan dan motivasi mereka. Guru di daerah 3T membutuhkan pelatihan secara berkala untuk meningkatkan kompetensi mereka, termasuk pelatihan berbasis teknologi agar mampu mengikuti perkembangan zaman. Untuk mendukung pelaksanaan PPG bagi guru di daerah 3T, dapat diterapkan model pembelajaran multikultural dan pemanfaatan sumber daya lokal. Melalui penguatan program Pendidikan Profesi Guru, kita dapat mencetak pendidik yang tangguh, berintegritas, dan mampu membawa perubahan positif di seluruh pelosok negeri.
Sumber:
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal tahun 2020-2024
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H