Agama Hindu merupakan agama yang memiliki keanekaragaman tradisi dan budaya. Salah satunya adalah hari raya Nyepi yang diperingati setiap satu tahun sekali. Hari raya Nyepi menjadi hari yang penting bagi karena hari ini merupakan Tahun Baru bagi umat Hindu yang dihitung berdasarkan penanggalan Kalender Caka. Â Nyepi atau Tahun Baru Caka pertama kali dilaksanakan pada tahun 78 Masehi. Pada tahun 2022 ini umat Hindu merayakan Hari raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944. Hari raya Nyepi bertujuan untuk memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk menyucikan Bhuana Alit dan Bhuana Agung.
Beberapa tahun belakangan ini perayaan hari raya Nyepi sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan virus Covid-19 yang menyerang dunia dua tahun terakhir ini. Sebelum adanya pandemi perayaan Pangerupukan atau sehari sebelum hari raya Nyepi biasanya berlangsung secara meriah. Para masyarakat akan beramai-ramai mengarak ogoh-ogoh mengelilingi desa. Ogoh-ogoh adalah karya seni patung yang dibuat oleh masyarakat dalam kebudayaan Bali dan digambarkan sebagai kepribadian Bhuta Kala. Biasanya ogoh-ogoh di Bali juga seringkali diperlombakan. Segala kreatifitas anak muda dan masyarakat tertuang kedalam ogoh-ogoh ciptaan mereka. Namun di kondisi pandemi seperti sekarang ini, kegiatan mengarak ogoh-ogoh tersebut sulit terlaksana. Pada tahun 2021 misalnya, kegiatan pengarakan ogoh-ogoh tidak dapat dilaksanakan dan diijinkan dikarenakan lonjakan virus Covid-19 yang terjadi. Namun untungnya pada tahun 2022 ini banyak masyarakat yang telah menerima vaksin, sehingga pelaksanaan pengarakan ogoh-ogoh diijinkan namun dengan tetap mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker dan mencuci tangan.
Perayaan hari raya Nyepi di masa new normal di Desa Madenan berjalan cukup lancar. Rangkaian hari raya Nyepi dimulai dengan dilaksanakannya Melasti atau Melis. Ritual Melasti bertujuan untuk menghanyutkan kekotoran alam menggunakan air kehidupan atau membersihkan Bhuana Alit dan Bhuana Agung. Upacara Melasti di Desa Madenan dimulai dengan mengusung pralingga atau pratima Ida Betara dan perlengkapan lainnya ke sumber mata air suci di Pura Yeh Nyah-nyah Desa Madenan. Setelah upacara Melasti dilaksanakan pratima dan segala perlengkapan lainnya kemudian diusung ke Balai Agung di Pura Desa Madenan. Setelah pelaksanaan Melasti berikutnya dilaksanakan upacara Tawur Agung. Tawur Agung sendiri memiliki makna sebagai pembersihan Bhuana Alit dan Bhuana Agung berdasarkan pada konsep Tri Hita Karana yang berupa menjaga keselarasan hubungan antara manusia dengan tuhan, sesama manusia, dan manusia dengan lingkungan sekitarnya. Saat perayaan Tawur Agung sendiri masyarakat biasanya akan melaksanakan pecaruan di pekarangan rumah, pura atau merajannya masing-masing. Mecaru penting untuk dilaksanakan dikarenakan Mecaru bertujuan untuk menetralisir energi negatif dari Panca Mahabhuta pada Bhuana Agung. Warga Desa Madenan melaksanakan Tawur Agung di perempatan Desa dengan tetap menjaga protokol kesehatan seperti memakai masker dan mencuci tangan. Para pemangku akan menghaturkan berbagai persembahan dibarengi dengan suara indah dari genta serta bau harum dari bunga dan dupa. Tidak lupa juga para pecalang Desa Madenan berjaga disekeliling tempat persembahyangan guna menjaga kondisi agar tetap kondusif. Para pecalang juga selalu mengingatkan warga desa agar mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker dan mencuci tangan. Bila ada warga yang tidak memakai masker biasanya para pecalang akan menegurnya dan memberikan masker gratis untuk dipakai oleh warga tersebut, sehingga kemungkinan terjadinya penyebaran virus lebih sedikit.
Setelah selesai melakukan upacara Tawur Agung maka proses selanjutnya adalah Pangerupukan. Upacara Pangerupukan dilaksanakan dengan tujuan mengusir para Bhuta Kala agar kembali ketempatnya masing-masing. Upacara ini biasanya dilaksanakan pada sore hari atau biasa disebut sandhyakala setelah pelaksanaan upacara mecaru atau Tawur Agung, tepatnya pada saat Tilem Sasih Kasanga. Pangerupukan di Desa Madenan dilakukan dengan menyebar-nyebar nasi tawur, mengobor-ngobori rumah dan pekarangan, menyapu rumah dengan sapu lidi, serta membuat kegaduhan dengan memukul benda-benda seperti kentongan dan lain-lain. Tahapan ini biasa dilakukan oleh masyarakat hindu untuk mengusir Bhuta Kala dari lingkungan pekarangan dan rumah masing-masing. Pangerupukan di wilayah Desa Madenan kali ini juga dimeriahkan dengan pengarakan ogoh-ogoh keliling Desa Madenan. Pengarakan ogoh-ogoh ini menjadi pertama kalinya bisa dilaksanakan semenjak tidak diijinkan selama dua tahun dikarenakan pandemi Covid-19. Pengarakan ogoh-ogoh di Desa Madenan dilaksanakan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker dan mencuci tangan sebelum dan setelah melaksanakan kegiatan. Awalnya para warga akan mengumpulkan karya ogoh-ogoh mereka ke Balai Desa Madenan. Setelah warga desa selesai melaksanakan upacara Tawur Agung di perempatan desa, barulah mereka mengarak ogoh-ogoh keliling Desa Madenan pada saat sandhyakala. Setelah ogoh-ogoh selesai diarak kemudian ogoh-ogoh akan dibakar sebagai lambang nyomia atau menetralisir Bhuta Kala, yaitu unsur-unsur kekuatan jahat.
Saat hari raya Nyepi berlangsung kondisi di Desa Madenan sangatlah sepi dan sunyi. Warga desa tidak ada yang melakukan aktivitas di luar rumah. Pada hari raya Nyepi ini biasanya umat Hindu akan melaksanakan Catur Brata Penyepian. Catur brata penyepian adalah empat pantangan atau larangan yang wajib diikuti dan dipatuhi oleh umat beragama Hindu ketika melaksanakan hari raya Nyepi. Empat pantangan ini meliputi Amati Geni, Amati Karya, Amati Lelungan, Dan Amati Lelanguan. Amati geni berarti masyarakat hindu tidak diperbolehkan untuk menyalakan api dan lebih meredam hawa nafsu yang dimilikinya. Amati Karya berarti umat Hindu dilarang untuk bekerja dan disarankan untuk melaksanakan kegiatan penyucian rohani. Amati Lelungan berarti umat Hindu dilarang untuk berpergian keluar rumah, dan yang terakhir yakni Amati Lelanguan yang berarti dilarang untuk mencari hiburan dan mengobarkan kesenangan. Umat Hindu diharapkan untuk bisa memusatkan pikiran mereka kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa pada hari raya Nyepi. Biasanya catur brata penyepian akan mulai dilaksanakan pada saat fajar tiba hingga berakhir pada fajar keesokan harinya. Selain itu untuk menjaga ke khusyukan umat Hindu dalam melaksanakan Tapa Brata Penyepian akses internet, saluran tv hingga akses atm juga dimatikan sementara oleh pemerintah provinsi Bali. Tempat-tempat seperti bandara, tempat makan, pusat perbelanjaan ditutup sementara selama hari raya Nyepi berlangsung. Hanya Rumah Sakit sajalah yang masih bisa beroperasi selama hari raya Nyepi.
Sehari setelah hari raya Nyepi disebut dengan Ngembak Geni. Ngembak Geni memiliki makna telah berakhirnya catur brata penyepian sekaligus menjadi penutup rangkaian hari raya Nyepi. Setelah hening dalam sehari pada hari raya Nyepi, umat Hindu dapat menjalankan aktivitasnya kembali pada hari Ngembak Geni ini. Pada hari ini juga umumnya umat Hindu saling mengunjungi keluarga, kerabat dan teman dekatnya masing-masing untuk memperkuat tali silaturahmi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H