Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Barangkali Zulkifli Hasan Anggap Aremania Anak Telantar

6 Februari 2018   15:55 Diperbarui: 7 Februari 2018   16:18 2233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simon (kiri) bersama Zulkifli Hasan (dua kiri) sesaat setelah pemberian gelar Ebes Aremania di Cafe Fanatik 66, Malang, Senin (5/2/2018). Twitter @Official_PAN.

Kunjungan Ketua MPR RI sekaligus Ketua parpol PAN, Zulkifli Hasan ke Malang, Senin (5/2/2018) tak ubahnya seperti kunjungan politisi pada umumnya. Sebagai tokoh politik ia datang ke daerah-daerah untuk menyapa pendukungnya sekaligus konsolidasi politik. Namun yang membuat Zulkifli tampak lebih hebat dibandingkan politisi lain adalah penyematan gelar Ebes Aremania oleh sekelompok pemuda yang mengatasnamakan Aremania di Cafe Fanatik 66. Dalam bahasa Malang, ebes berarti bapak.

Gelar Ebes Aremania membuat Arek-arek Malang gaduh. Sebagian besar dari mereka mengecamnya karena gelar itu terlampau sakral untuk disematkan kepada Zulkifli. Apalagi dengan profesi dia sebagai politisi ditengarai pemberian gelar itu tidak lebih dari politisasi Aremania menjelang Pilwali Kota Malang 2018 mendatang.

Selama ini tidak sembarang orang berani mendaku dirinya sebagai tokoh Aremania. Pendiri sekaligus legenda Aremania seperti Ovan Tobing yang berjasa besar terhadap berdirinya Arema sampai kini tidak berani mengklaim diri sebagai bapak bagi para Aremania. Bagi Aremania, Ebes Aremania ya hanya Acub Zainal dan anaknya Lucky Acub Zaenal sebagai pendiri Arema. Selain itu tidak ada lagi.

Sementara itu, kontribusi Zulkifli terhadap Arema maupun Aremania tidak pernah terdengar. Jangankan mengurus klub sepak bola Arema, hadir di stadion kala Arema bertanding sebagai suporter Aremania saja barangkali tidak pernah. Lantas apa dasar pemberian gelar Ebes Aremania bagi Zulkifli?

Simon, pemberi gelar itu yang mendaku sebagai Aremania mengatakan tidak ada yang salah dalam pemberian gelar Ebes Aremania kepada Zulkifli. Bagi dia, setiap orang di seluruh dunia, tidak harus orang yang lahir di Malang, berhak menjadi Aremania. Termasuk Zulkifli. Pemberian gelar itu diharapkan membuat politisi itu lebih peduli terhadap Aremania.

"Kami angkat Pak Zulhasan sebagai Ebes Aremania sejagat raya. Kami berharap Pak Zulhasan mengingatkan kalau kami salah dan mendukung kalau benar," kata Simon dikutip dari Tribunnews.

Pernyataan Simon ada benarnya. Aremania tidak sebatas Arek Malang yang mendukung Arema saja. Siapapun berhak mendaku sebagai Aremania selama menjadi pendukung Arema. Namun yang perlu diingat Simon, Aremania bersifat kolektif kolegial. Setiap keputusan yang diambil harus mengedepankan kebersamaan dengan melibatkan seluruh Aremania. Apakah Simon sudah melakukannya sebelum memberikan gelar pada Zulkifli?

Satu lagi yang perlu diingat Simon, Aremania bukanlah organisasi melainkan komunitas massa. Arema tidak memiliki pemimpin dan tidak dipimpin. Sejauh ini Aremania hanya memiliki kordinator wilayah (korwil) yang tersebar di setiap daerah untuk memudahkan koordinasi dalam mendukung Arema. Misal saja seperti memudahkan pendistribusian tiket atau memobilisasi ketika akan mendukung Arema dalam laga tandang (away).

Kala mendukung Arema dari tribun stadion, Aremania punya dirijen Yuli Sumpil. Ia bukan pimpinan melainkan hanya memandu agar nyanyian dan koreo puluhan ribu Aremania kompak. Meski memiliki peran penting, Yuli tidak memiliki gelar tersendiri, gelar dia hanya Aremania.

Sebagai suporter dengan basis massa besar, selama ini memang banyak pihak yang berusaha menunggangi Aremania demi kepentingan politik. Pun dengan Yuli yang mengaku telah banyak orang mendekatinya demi kepentingan politik. Ia juga pernah ditawari masuk parpol. 

Namun secara terbuka dia menolaknya karena tidak ingin memolitisasi Aremania. Demikian pula dengan dedengkot Aremania lainnya seperti Kepet atau Ovan Tobing dan sebagainya yang konon selalu berusaha menjauhkan Aremania dari politik.

Aremania terlampau sakral untuk dilacurkan demi kepentingan politik. Mengingat Aremania bukan milik satu golongan. Aremania milik siapapun tanpa memandang golongan, suku, agama, status sosial, atau bahkan warna politik. Selama dia mencintai Arema maka sudah berhak disebut Aremania.

Begitu pula dengan Simon dan kelompoknya. Mereka berhak mendaku Aremania. Mereka juga berhak menjalankan kehidupan pribadi tanpa ada pembatasan perbuatan sebagai Aremania. Termasuk sebagai individu berhak menentukan pilihan politik. Yang salah dari dia adalah memanfaatkan nama Arema dan Aremania demi pilihan politiknya. 

Bagi Arek-arek Malang, Arema bukan sekadar klub sepak bola. Arema adalah identitas bagi Arek Malang yang di dalamnya mengandung harga diri dan kebanggaan sepenuh jiwa raga. Karena itu mengapa Arema terlampau sakral hanya untuk melampiaskan hasrat politik. Simon sebagai Arek Malang yang bebas merdeka dalam kehidupan berdemokrasi di Malang Raya berhak menentukan pilihan politik selama tidak membawa identitas Arema.

Ulah Simon dan kelompoknya yang memolitisasi identitas Arema adalah dosa besar bagi Aremania sejagat raya. Mereka harus mencabut gelar Ebes Aremania bagi Zulkifli Hasan karena Aremania bukan monopoli kelompoknya meskipun dia sebagai bagian dari Aremania. Siapapun tidak berhak memonopoli Arema demi kepentingan pribadinya.

Seiring perkembangan zaman, belakangan memang terjadi tren perubahan dinamika suporter sepak bola di Indonesia, termasuk Aremania. Suporter lebih suka membentuk komunitas sub-sub suporter daripada meleburkan diri sepenuhnya dalam satu nama Aremania. Dinamika ini kemudian melahirkan penokohan individu dalam komunitas sub suporter. Tokoh-tokoh baru inilah bersama anggota komunitasnya kemudian merasa paling berhak menyandang predikat Aremania dan bebas mengambil sikap atas nama Aremania.

Fenomena ini mengingatkan pada masa ketika Arema belum lahir. Saat itu Arek-arek Malang di setiap daerah membentuk geng-geng. Mereka tidak jarang terlibat tawuran antar geng atas nama eksistensi, tidak peduli mereka sama-sama Arek Malang. Semenjak lahirnya Arema pada 11 Agustus 1987, geng-geng ini kemudian meleburkan diri menjadi satu nama Aremania. Mereka dipersatukan oleh Arema dan sejak saat itu perlahan tawuran mulai ditinggalkan.

Di sisi lain, kalau Zulkifli Hasan mendaku sebagai Aremania semestinya dia paham siapa Arema dan dinamikanya. Kalau dia mencintai Arema bebas saja mendaku sebagai Aremania. Yang tidak pantas adalah penyematan gelar Ebes Aremania dengan segala prosesi seremonial. Ia bukan siapa-siapa bagi Arema, semua bukan siapa-siapa, termasuk manajemen Arema sekalipun yang layak mendapatkan gelar semacam itu.

Sebagai tokoh politik yang konon mencintai Arema semestinya ia bersikap bijak dengan menolak penyematan gelar itu. Ia bisa saja berdalih kalau mungkin rencana penyematan gelar itu tanpa sepengetahuannya dan tiba-tiba ada seremoni pemberian gelar. Namun tidak ada alasan untuk tidak menolaknya. Kalau memang dia politisi bijak yang tahu siapa Arema.

Atau mungkin dia memang tidak tahu apa-apa tentang Arema dan tanpa dosa menerimanya begitu saja. Bahkan dengan bangganya dia mempublikasikan gelar barunya. "Salam hormatku untuk sahabat sahabat Aremania.. Sebuah kehormatan bisa jadi bagian dari keluarga Singo Edan  #SalamSatuJiwa," tulis Zulkifli di akun Twitter miliknya, @ZUL_Hasan.

PAN juga tidak kalah bangga dengan pemberian gelar baru kepada sang ketua. Melalui akun Twitter @Official_PAN mereka tidak ketinggalan mencuit peristiwa penting dalam sejarah perpolitikan tanah air. "Setelah dinobatkan menjadi Ebes Aremania, Ketua Umum PAN @Zul_Hasan mengucapkan terima kasih & Siap menjadi bapak untuk Aremania se Jagat Raya  #SalamSatuJiwa #BangZulBapakAremania."

Dengan menerima gelar itu sama saja Zulkifli Hasan merendahkan Aremania. Apalagi gelar itu namanya Ebes Aremania. Seolah Aremania itu anak hilang yang terlantar sehingga membuatnya kasihan lalu memungut dan mengasuhnya.

Zulkifli juga perlu tahu kalau Arema tidak beranak dan diperanakkan. Aremania lahir secara kolektif sehingga tidak perlu bapak untuk mengasuhnya. Toh, tanpa kehadiran siapapun yang mengaku sebagai bapak, Aremania telah teruji mampu secara mandiri dan independen setia mendukung Arema, baik dalam suka maupun duka. Ketika sedang kaya dan berprestasi atau saat miskin dan terdegradasi. Saat kalah maupun menang.

Tanpa seorang Zulkifli Hasan sebagai Ebes Aremania, Aremania dari dulu sampai selamanya tetap tidak ke mana-mana tapi ada di mana-mana. Semoga Zulkifli memahaminya dan secara legawa melepas gelar yang telah disematkan kepadanya. Sikap semacam itu perlu dilakukannya kalau masih berharap Aremania menghargainya sebagai sesama manusia. Kalau enggan juga tidak apa-apa, toh Aremania tidak akan pernah mengakuinya. (Lugas Wicaksono)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun