Sebagai olahraga yang paling digemari, sepak bola selalu menjadi perbincangan hangat masyarakat. Nah, belakangan fenomena apa saja yang terjadi di sepak bola Indonesia dan yang sampai diperbincangkan? Berikut ini ada tujuh fenomena. Yuk, simak ulasannya.
1. Bolehkah Pelaku Sepak Bola Indonesia Berpolitik?
Didasari rasa solidaritas kemanusiaan, suporter Persib Bandung, Bobotoh melakukan koreografi bertulisan 'Save Rohingnya' dari atas tribun Stadion Si Jalak Harupat Bandung saat menjamu Semen Padang, Sabtu (9/9/2017) dua bulan lalu. Tak disangka, aksi simpatik itu berujung sanksi dari Komisi Disiplin (Komdis) PSSI yang menganggapnya sebagai ekspresi sikap politik.
Namun pemberian sanksi kepada suporter dengan alasan politik sebenarnya bertolak belakang dengan realita politisasi di dalam sepak bola Indonesia. Kekinian tidak sedikit pelaku sepak bola mulai dari pengurus klub sampai Ketua PSSI, Edy Rahmayadi sekalipun secara terbuka menunjukkan sikap politiknya. Pria yang juga seorang TNI dengan jabatan Pangkostrad ini secara terang berniat mencalonkan sebagai Gubernur Sumatera Utara dalam Pilkada 2018 mendatang.
Sikap pengurus federasi yang berpolitik tetapi di sisi lain melarang ekspresi politik dalam sepak bola karena alasan peraturan dirasa cukup membingungkan. Lantas sebenarnya bolehkah pelaku sepak bola, terutama di Indonesia berpolitik? Dalam statuta PSSI edisi revisi 2011 yang bisa diunduh di website resmi PSSI diatur kalau sepak bola Indonesia harus bebas dari politik. Di dalam pasal 5 tentang Netralitas dan Non Diskriminasi poin 1 disebutkan PSSI bersikap netral dalam hal politik dan agama. Dan di poin 2 disebutkan pula konsekuensi apabila poin 1 dilanggar maka pengurus PSSI yang bersangkutan akan disanksi sampai berujung pemecatan.
2. Ikatan Dinas Membuat Pesepak Bola Tidak Berkembang?
Mungkin saja ada tujuan mulia di balik kebijakan merekrut atlet berprestasi termasuk pesepakbola menjadi anggota TNI Polri. Dengan kebijakan itu kedua institusi bisa dikatakan cukup memperhatikan nasib atlet sekaligus memberdayakan potensinya. Namun kalau dicermati, dibandingkan kelebihan, kebijakan ini justru lebih dominan kekurangannya.Â
Salah satunya konsentrasi pemain yang menjalani ikatan dinas tidak bisa terfokus sebagai pesepak bola. Mereka harus membaginya dengan menjalankan tugas dan tanggung jawab untuk institusinya. Itulah mungkin yang membuat mereka tidak bisa mengembangkan sepakbolanya. Apalagi ikatan dinas itu juga mengikat mereka untuk terus bermain di klub yang berafiliasi dengan institusi tempatnya bekerja.