Senin (14/8/2017) Gerakan Pramuka memperingati hari ulang tahun (HUT) Pramuka ke-56. Kwartir Gerakan Pramuka merayakan HUT ini dengan melaksanakan Raimuna Nasional XI Gerakan Pramuka 13-21 Agustus 2017 di Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur, Jakarta Timur.
Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo hadir bersama Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Adhyaksa Dault pada 14 Agustus 2017. Raimuna adalah pertemuan Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega dalam bentuk perkemahan besar yang diselenggarakan oleh Kwartir Gerakan Pramuka. Raimuna ini dihadiri 15.000 anggota Pramuka dari 34 provinsi di Indonesia.
Gerakan Pramuka sebelumnya sempat menuai polemik karena Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sempat membekukan anggaran yang dialokasikan untuk Pramuka sebesar Rp 10 miliar. Alasannya karena Adhyaksa Dault pernah menghadiri satu acara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada 2013 lalu.
Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka itu ditengarai terlibat organisasi terlarang yang sudah dibubarkan pemerintah itu. Meskipun akhirnya Kemenpora mencairkannya setelah Nahrawi bertemu Adhyaksa Dault yang memastikan dirinya tidak terlibat HTI beserta agenda makarnya.
Gerakan Pramuka sesungguhnya memiliki tujuan mulia, di antaranya menanamkan rasa cinta tanah air dan pengamalan Pancasila kepada generasi muda. Pramuka juga memiliki peran yang strategis untuk menumbuhkan semangat kebangsaan karena sudah diajarkan sebagai pendidikan di luar sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat.
Di tingkat SD para pelajar dikenalkan dengan Pramuka Siaga yang diperuntukkan bagi anggota berusia 7-10 tahun. Mereka dididik dengan kode kehormatan yang disebut janji dwisatya dan ketentuan moral dwidarma. Dwisatya berbunyi; "Demi kehormatanku aku berjanji akan bersunguh-sungguh 1) Menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menurut aturan keluarga. 2) Setiap hari berbuat kebaikan. Sementara Dwidarma berbunyi: "Dwidarma 1) Siaga itu patuh pada ayah dan ibunya. 2) Siaga itu berani dan tidak putus asa.
Sementara di tingkat selanjutnya bernama Pramuka Penggalang yang anggotanya berusia 11-15 tahun. Mereka memiliki janji Trisatya dan ketentuan moral Dasadarma. Trisatya berbunyi "Demi kehormatanku aku berjanji akan bersungguh-sungguh 1) Menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengamalkan Pancasila. 2) Menolong sesama hidup dan mempersiapkan diri membangun masyarakat. 3) Menepati Dasadarma. Sementara Dasadarma berbunyi " Dasadarma 1) Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2) Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia. 3) Patriot yang sopan dan kesatria. 4) Patuh dan suka bermusyawarah. 5) Rela menolong dan tabah. 6) Rajin, trampil dan gembira. 7) Hemat, cermat dan bersahaja. 8) Disiplin, berani dan setia. 9) Bertanggungjawab dan dapat dipercaya. 10) Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
Dilanjutkan Pramuka Penegak untuk usia 16-19 tahun yang juga memiliki janji Trisatya dan Dasadarma. Dan dilanjutkan tingkatan Pramuka Pembina dan Pramuka Pelatih sebagai tingkatan di atasnya dengan kelompok usia yang lebih dewasa. Pramuka di setiap jenjang sekolah, terutama sekolah negeri menjadi pelajaran di luar sekolah atau ekstrakurikuler yang diwajibkan sekolah untuk diikuti setiap pelajarnya.
Pramuka tidak saja mengenai teori tetapi setiap pelajar yang menjadi anggota Pramuka diharuskan mempraktikkannya sesuai materi Pramuka itu sendiri. Mulai dari permainan yang melatih kekompakan serta kebersamaan sampai berkemah di alam bebas. Tentu saja ini dilakukan untuk membentuk pribadi yang disiplin, tangguh, mandiri dan cinta tanah air.
Namun di sisi lain, pemerintah menghadapi situasi dekadensi rasa cinta tanah air masyarakat. Dampaknya kini sering terjadi kasus intoleransi yang dilandasi sentimen Suku, Agama, Ras (SARA). Beberapa upaya berusaha dilakukan pemerintah di antaranya membuat Gerakan Revolusi Mental dan Program Bela Negara. Namun upaya-upaya itu belum menuai hasil yang signifikan, kini masih saja terjadi kasus-kasus intoleransi di sejumlah daerah.
Di tengah fenomena semacam ini sesungguhnya Gerakan Pramuka lebih berperan strategis. Karena sudah lebih lama dikenal dan dipraktikkan di dunia pendidikan. Hanya saja selama ini perannya terlihat masih belum cukup maksimal. Ini bisa saja karena Pramuka tidak begitu diberikan kebebasan. Selama ini Pramuka di dalam kurikulum terbaru hanya sebagai ekstrakurikuler di luar sekolah.