Beberapa hari terakhir, mungkin ada dari kita yang mengikuti perkembangan kasus di Bogor. Di mana, menurut pemberitaan media, ada beberapa mahasiswa dari salah satu kampus negeri terlilit tagihan pinjaman online (pinjol).
Ini menarik perhatian saya yang kebetulan juga suka mengamati perkembangan isu ekonomi dan bisnis. Kasus di Bogor bisa menjadi pembelajaran menarik. Terutama, bagi yang ingin nyemplung untuk berinvestasi.
Singkat Cerita
Kasus ini bermula ketika sejumlah mahasiswa tertarik untuk berinvestasi ke sebuah toko online yang ditawarkan oleh pelaku berinisial SAN (29). Pelaku menawarkan investasi tersebut lewat dua cara, yaitu lewat seminar online dan bertemu langsung dengan korbannya.
Dari dua cara tersebut, pelaku memberikan iming-imingan imbalan (return) investasi sebesar 10-15 persen. Bagi orang awam, siapa yang tidak tergiur dengan investasi dengan return tetap seperti ini?
Uniknya, investasinya tidak bisa pakai uang sendiri. Pelaku mewajibkan harus pakai aplikasi pinjol. Tidak main-main, keempat aplikasi yang dipakai itu ternyata berizin resmi dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Awalnya, pelaku mampu membayar seluruhnya seperti yang sudah dijanjikan. Naas, ternyata lama-lama uang yang dijanjikan tak kunjung datang. Akhirnya, sekitar 116 korbannya yang masih berstatus mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri jadi korban terlilit hutang pinjol.
Dari kejadian ini, ada beberapa hal yang ingin saya bagikan. Utamanya, bagi yang ingin terjun ke dunia investasi agar setidaknya terhindar dari modus-modus serupa.
Cek Asetnya
Hal pertama dan yang paling penting adalah jangan mudah percaya jika belum melihat sendiri. Ketika ditawari sebuah investasi, contohnya toko online, seperti kasus di atas, cek asetnya.
Telusuri dengan detail seluruh aset yang dimiliki. Wajib hukumnya untuk tahu segala jenis barang-barang yang dijual. Kalau dalihnya hanya sebagai dropshipper, lacak juga dari mana asal barang tersebut.
Calon investor perlu tahu detail aset perusahaan yang akan diberi suntikan dana. Jangan sampai, dana tersebut disuntikkan ke hal-hal yang ternyata fiktif.