Sinyal dalam istilah perkeretaapian mengacu pada rambu lalu lintas yang berfungsi untuk mengatur perjalanan kereta api. Cara kerjanya kurang lebih seperti halnya lampu lalu lintas yang biasanya ditemui di persimpangan jalan raya.
Jika lampu lalu lintas menunjukkan indikasi berhenti maka kendaraan harus berhenti dan ketika menunjukkan indikasi berjalan, maka kendaraan diperbolehkan untuk melanjutkan perjalanan.Â
Begitu juga dengan persinyalan kereta api yang mana ketika menunjukkan indikator sinyal tidak aman maka kereta api wajib berhenti dan ketika indikator sinyal menunjukkan isyarat aman, maka kereta api diperbolehkan untuk melanjutkan perjalanan kembali.
Teknologi persinyalan pada perkeretaapian Indonesia, tercatat sudah ada beberapa jenis yang pernah digunakan dari yang tertua yaitu sinyal tebeng, Sinyal Alkmaar, Sinyal Siemens & Halske (S&H), dan sinyal elektrik.
Saat ini, tinggal Sinyal Siemens & Halske dan sinyal elektrik saja yang masih digunakan di Indonesia sementara untuk sinyal tebeng dan Sinyal Alkmaar sudah tidak dipakai lagi. Artikel ini akan menjelaskan mengenai sinyal tebeng atau bisa juga disebut Sinyal Tebeng Krian.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Sinyal Tebeng Krian adalah teknologi persinyalan tertua yang pernah digunakan di Indonesia.Â
Sinyal jenis ini teknologinya paling sederhana jika dibandingkan dengan penerusnya. Sinyal Tebeng Krian hanya berupa piringan berwarna merah dan diletakkan pada as secara vertikal (tegak) yang dapat diputar.Â
Pemutar arah tebeng menggunakan kawat tarik yang terhubung dengan tempat kerja pengendali lalu lintas di stasiun.
Cara mengartikan indikator pada sinyal tebeng ini juga bisa dibilang cukup mudah. Jika piringan berwarna merah (tebeng) menghadap ke arah datangnya kereta api, di mana bentuk lingkaran tebeng terlihat oleh masinis, maka kereta api harus berhenti.Â