Mohon tunggu...
Ludovicus Mardiyono
Ludovicus Mardiyono Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku "Kingdom Leadership"

Kingdom citizen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nanostop

6 Juni 2012   10:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:20 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang asing yang masuk Hong Kong akan selalu melihat gerombolan pejalan kaki di stasiun kereta listrik (MTR) atau di tempat-tempat perbelanjaan. Selama beberapa bulan ini saya mengamati cara orang di Hong Kong berjalan. Berbagai model melenggang sempat saya potret dan ada satu model yang rutin saya temukan, yaitu model "nabrak no stop" atau nanostop

Ketika berjalan di kerumunan orang, sebagai orang Indonesia yang biasa ngalah, saya sering ngerem biar ga nabrak, pada awal-awal saya suka dan dengan rela mengerem kaki saya sambil memperhatikan orang yang jalan cepat hampir nabrak saya, tapi lama-kelamaan pikiran berkembang di otak saya, "Saya tabrak saja orang ini"

Sambil mengamati cara orang di Hong Kong berjalan saya berpikir, mengapa sebagian banyak orang berjalan begitu cepat dan tidak mau ngalah. Tadi siang saya mendengar seorang ibu ngomel kepada ibu di belakangnya, "Don't push me!", dijawab "I don't push you!". Kejadian nabrak, dorong ini sering terjadi terlebih di jam-jam ramai pada waktu orang-orang di Hong Kong berangkat dan pulang kerja.

Saya mengubah pola jalan saya, pandangan tetap lurus ke depan, berjalan cepat dan tidak belok juga tidak ngerem. Apa yang terjadi, tabrakan pun terjadi, kadang nabrak lengan, kadang nabrak dada, kadang hampir kejeduk kepala. Kebiasaan lain, selain berjalan cepat, mereka tidak melihat ke depan waktu berjalan karena sibuk dengan handphone.

Waktu nabrak ya tidak ada suara apa-apa, tidak ada sorry, maaf dkknya, ya sudah nabrak, langsung aja jalan, nggelonyor. Sekarang jadi saya mikir, kog gini yah, apa artinya ini? Saya merasa kalau pejalan kaki ini egois (sekarang termasuk saya), bener-bener tidak mau ngalah, tidak mau ngerem dan tidak mau belok.

Tadi siang saya baru dapat bocoran ternyata ada orang-orang yang berprinsip "kalau bisa dapat banyak, mengapa harus terima sedikit" "Kalau bisa nabrak mengapa harus ngalah". Mungkin begitu yang menyebabkan para pejalan kaki itu tidak mau belok atau ngerem. Jadi sekarang hampir tiap hari saya nabrak orang di jalan karena gaya jalan yang nanostop.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun