Selamat malam sahabat..
Kisah ini saya dapatkan dari seorang sahabat senior saya di kampus, yang saya sangat senang sekali mendengarkannya jika dia curhat kepada saya. Kalau untuk urusan seperti ini, saya lebih memilih menjadi pendengar yang baik. Itulah mengapa saya memilih untuk menulis, karena dengan mendengarkan dan memperhatikan hal apapun yang ada disekitar saya, inspirasi kecil selalu menghampiriku, lalu berduyun-duyun kata mengajakku bermain diatas selembar kertas putih yang kemudian kusimpan disini. Bersama untuk berbagi..Semoga kalian masih betah mengikuti cerita bersambung bagian pertama disini.
********
Cinta tidak memandang usia, kalian ada yang pernah membaca novel yang berjudul "Cinta Suci Zahrana" mungkin?. Nah, wanita ini bukan dalam tokoh novel tersebut ya dear, hanya saja wanita yang akan saya ceritakan cukup menarik jika kita ambil hikmahnya.
********
Senja di bukit Margala sudut Kota Islamabad nampak masih cerah. Seorang wanita berjilbab rapih, mengenakan gamis berwarna Orange dengan jilbab hitam nampak semakin anggun terkena sorot matahari senja di kota pelajar itu. Dia alumni dari pesantren ternama di Jawa tengah, santri putri dan putri dari seorang yang masih memiliki darah keturunan dari kerajaan Majapahit.
Konon katanya. romonya masih memiliki darah biru dari cucu Narasinghamurti. Kehidupannya biasa-biasa saja layaknya masyarakat di Kota Solo. Solo yang asri dan membumi, keluarganya masih sangat kental dengan adat jawa yang religius. Meskipun begitu, ketiga anaknya di besarkan di salah satu Pesantren ternama di daerah jawa. Romonya piawai berdagang yang oleh karena itu salah satu putrinya akhirnya harus menempuh study di Quaid-i-Azam University, yang dalam bahasa Urdu disebut Jamiah Qoid A’zam Islamabad Pakistan.
*********
Namanya Roro Anjani Sekar Hayati, dia biasa dipanggil mba Sekar. Usianya sudah dewasa, kegigihannya dalam mencari ilmu mendukung keinginan orangtuanya untuk melanjutkan study Magister di International Islamic University Islamabad yang kini dikenal dengan Quaid -i- Azam. Tiga tahun sudah ia menempuh study di Pakistan, di usianya yang mulai beranjak ke-30 tahun dia masih nampak anggun dan cantik. Apalagi jiks jilbabnya berpadu dengan balutan gamis berwarna orange kesukaannya.
*****
Kota Islamabad siang hari.
Mba Sekar, bolak balik dari guest house menuju Gymnasium Center, sibuk mengurus acara kunjungan mahasiswa dari Korea. Acara tersebut melibatkan dirinya menjadi panitia pelaksana Acara Seminar Internasional.
Kebetulan saat itu mba Sekar sedang duduk di depan guest house menunggu peserta seminar Internasional dari Korea yang sedang bersiap-siap menuju ke Gymnasium Center. Mba Sekar dipilih sebagai panitia penerima tamu ia mempimpin para guide dan bergabung dengan guide dari Universitas untuk mengantar kemanapun tamu pergi.
Sosok mba Sekar memang anggun dan tetap cantik, meskipun tanpa polesan make-up. Dan herannya sampai saat itu sekalipun ternyata mba Sekar belum pernah punya pacar!.
Nah, kenapa kira-kira dia gak punya pacar selama itu?, entahlah ya dear dia sangat rajin belajar mungkin sampai dia males pacaran. ^_^