Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Negosiasi Damai Rusia-Ukraina, Antara Tuntutan Netralitas dan Realitas Geopolitik

17 Maret 2025   21:36 Diperbarui: 18 Maret 2025   11:03 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera Ukraina berkibar di gedung Reichstag yang dihuni Bundestag (majelis rendah Jerman), menjadi latar belakang foto senjata tank Rusia T-34 ketika dipamerkan untuk Peringatan Perang Soviet di Distrik Tiergarten, Berlin, Senin (24/2/2025).(AFP/RALF HIRSCHBERGER)

Perkembangan terbaru dalam upaya penyelesaian konflik Rusia-Ukraina menunjukkan dinamika yang semakin pelik. Rusia mengajukan tuntutan eksplisit bahwa Ukraina harus menjadi negara netral dan tidak bergabung dengan NATO. 

Pernyataan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Alexander Grushko menggarisbawahi posisi Moskow yang tidak bergeser sejak awal konflik. Tuntutan netralitas Ukraina menjadi salah satu syarat utama dalam perjanjian damai yang diinginkan Rusia. 

Tuntutan itu sebenarnya tidak mengejutkan mengingat kekhawatiran Rusia terhadap ekspansi NATO ke timur telah menjadi salah satu narasi utama yang digunakan Moskow selama ini. Bahkan tuntutan netralitas itu digunakan Rusia untuk membenarkan invasinya ke Ukraina. 

Namun, implementasi tuntutan ini menghadapi berbagai tantangan kompleks. Pertama, proposal gencatan senjata 30 hari yang digagas AS dan diterima Ukraina menjadi test case penting. 

Meskipun Putin menyatakan dukungannya terhadap ide gencatan senjata, syarat-syarat yang diajukan menunjukkan bahwa jalan menuju kesepakatan masih panjang. Rencana pembicaraan antara Trump dan Putin minggu ini mungkin akan memberikan gambaran lebih jelas tentang prospek perdamaian.

Kedua, masalah pengawasan gencatan senjata menjadi isu krusial. Rusia dengan tegas menolak kehadiran pemantau NATO di Ukraina, bahkan jika mereka datang sebagai bagian dari Uni Eropa atau dalam kapasitas nasional. 

Grushko menegaskan bahwa kehadiran kontingen NATO dalam bentuk apapun akan menjadikan mereka pihak dalam konflik. Ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana mekanisme pengawasan yang efektif dapat dibentuk.

Ketiga, posisi negara-negara Eropa tidak dapat diabaikan. Inggris dan Prancis telah menyatakan kesediaan mengirim pasukan penjaga perdamaian, sementara Australia juga terbuka terhadap kemungkinan tersebut. 

Presiden Prancis Emmanuel Macron, misalnya, menekankan bahwa keputusan tentang penempatan pasukan penjaga perdamaian merupakan wewenang Kyiv, bukan Moskow. Perbedaan pandangan ini bisa menjadi sumber ketegangan baru.

Sementara itu, kompleksitas menuju gencatan senjata juga dipengaruhi oleh faktor kain. Salah satunya adalah peran aktif Trump dalam upaya penyelesaian konflik menambah dimensi baru dalam dinamika negosiasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun