Fenomena tagar #kaburajadulu memang menarik perhatian dari berbagai kalangan. Pada dasarnya, tulisan ini mendukung ajakan itu, namun bukan sebagai bagian dari kritik terhadap pemerintah dan kondisi lapangan kerja pada saat ini.
Bagi saya, minat kabur aja dulu lebih untuk mencari pengalaman kehidupan yang berbeda dari keseharian di Indonesia. Meski begitu, keinginan mewujudkan harapan itu tidak mudah.
Apalagi maraknya kasus penyekapan dan penipuan yang melibatkan ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri, terutama Myanmar, membuka mata kita tentang bahaya yang mengintadipara pelaku kabur aja dulu.
Masalah pelik itu tanpa diduga ada di balik tawaran kerja menggiurkan. Situasi ini menunjukkan bahwa para pelaku kejahatan semakin lihai memanfaatkan kerentanan ekonomi dan mimpi hidup lebih baik untuk menjerat korban.
Kampanye #Kaburajadulu menjadi relevan disertai dengan upaya preventif untuk mengedukasi masyarakat agar berpikir kritis sebelum mengambil keputusan bekerja di luar negeri.
Modus Operandi Pelaku Online Scam
Modus operandi yang digunakan pelaku online scam terus berkembang. Mereka menawarkan pekerjaan dengan gaji fantastis di luar negeri tanpa persyaratan yang rumit. Para korban dijanjikan posisi sebagai customer service, staf administrasi, atau social media manager dengan gaji puluhan juta rupiah.
Namun, setibanya di negara tujuan, dokumen-dokumen penting seperti paspor disita dan para korban dipaksa bekerja sebagai penipu online dengan target menjerat korban-korban baru.
Di Myanmar, kasus penyekapan WNI yang dipaksa bekerja sebagai penipu online mencapai ratusan orang. Mereka bekerja di bawah ancaman kekerasan fisik, bahkan dua WNI dilaporkan mengalami luka tembak. Kondisi ini menunjukkan tingkat bahaya yang mengancam nyawa para korban.
Mencegah Menjadi Korban