Januari 2024, suasana kampanye pilpres terasa hingga ke warung kapurung Bu Ros di tepi Teluk Kendari. Spanduk-spanduk kandidat berkibar di antara pohon kelapa, sementara pickup berlogo partai sesekali lewat membunyikan jingle kampanye.Â
Mas Dab, yang datang mengunjungi mas Mun, justru asyik menikmati semangkuk kapurung - makanan khas Tolaki berupa sagu yang disiram kuah ikan dan sayuran.Â
Kendari memang unik, apalagi ketemu teman lama. Beban kerja menjadi hilang ketika ngobrol dengan mas Mun.
"Ini resep asli dari mama saya," jelas Bu Ros dengan logat Kendari yang kental. "Ikannya harus segar, sayurnya harus lengkap - daun kelor, kangkung, terong - bumbunya harus pas."Â
Kuah bening kekuningan dengan aroma sereh dan daun kemangi mengepul, menciptakan harmoni rasa yang membuat mas Dab lupa dengan teriknya Kendari.
Di meja sebelah, mas Mun berbincang dengan mas Waw, insinyur tambang yang baru pulang dari shift di Morosi. "Sekarang makin banyak pekerja dari China," cerita mas Waw sambil menyeruput kopi kenari, specialty coffee lokal yang mulai naik daun.Â
"Tapi yang menarik, mereka juga mulai suka kapurung. Katanya mirip bubur dari kampung mereka."
Pisang goreng dengan sambal terasi khas Kendari menjadi teman ngopi sore itu. Sambil mencelupkan pisang ke sambal yang pedas menyengat, mas Waw bercerita tentang dinamika di kawasan tambang.Â
"Di kantin kami sekarang ada menu fusion - kapurung dengan tambahan jamur shiitake, pisang goreng dengan saus szechuan. Lucu juga melihat perpaduan budayanya."
Bu Ros, yang mendengar percakapan mereka, menimpali dengan cerita bagaimana warungnya kini juga sering didatangi pekerja tambang dari berbagai daerah. "Ada yang dari Jawa, Sumatra, bahkan ada yang dari Korea.Â