Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perang Dagang Jilid 2: Dampak Ekonomi Global dari Kebijakan Trump

27 November 2024   10:31 Diperbarui: 27 November 2024   10:32 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://fkmhii.com/blog/perang-dagang-china-vs-amerika-serikat-dan-dampaknya-pada-asean

Naiknya Donald Trump ke kursi kepemimpinann di Gedung Putih menjadi babak baru dalam politik ekonomi global. Retorika populis “America First” bakal mendasari berbagai kebijakan Trump untuk memulai kembali agenda proteksionis.

Perang dagang jilid dua tidak hanya menargetkan Tiongkok, tetapi juga negara-negara mitra dagang seperti Meksiko, Kanada, dan Jerman (CNBC Indonesia, 2024). Kebijakan ini pada dasarnya dibentuk untuk melindungi industri domestik AS, tetapi konsekuensinya melampaui batas-batas nasional. 

Bagi Trump, perdagangan internasional merupakan medan persaingan, bukan kolaborasi. Kebijakan tarifnya yang agresif bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan AS dengan negara-negara mitra. 

Meski begitu, strategi ini justru diyakini menimbulkan disrupsi besar dalam rantai pasok global. Sebagai contoh, perang dagang dengan China atau Tiongkok pada 2018–2020 telah memukul sektor teknologi, manufaktur, dan pertanian, baik di AS maupun di negara lain. 

Proteksionisme Trump mencerminkan pandangannya bahwa globalisasi telah merugikan pekerja dan industri Amerika. Dalam pidatonya, Trump sering menyalahkan perjanjian perdagangan, seperti NAFTA (yang kemudian direvisi menjadi USMCA). 

Trump meyakini perjanjian-perjanjian itu sebagai penyebab hilangnya lapangan kerja di sektor manufaktur AS. 

Sebaliknya, pandangan ini malah dianggap mengabaikan kompleksitas globalisasi. Zakaria (2020) mencatat bahwa hilangnya pekerjaan manufaktur lebih banyak disebabkan oleh otomatisasi daripada perdagangan internasional. 

Dengan demikian, kebijakan Trump yang berfokus pada tarif dan renegosiasi perjanjian perdagangan tidak dapat sepenuhnya memulihkan lapangan kerja yang hilang.

Di sisi lain, perang dagang juga memengaruhi dinamika geopolitik. Dengan menargetkan China sebagai rival utama, Trump berusaha menahan kebangkitan ekonomi dan teknologinya. 

Graham Allison (2020) menyebut kebijakan ini sebagai bagian dari Thucydides’ Trap, di mana kekuatan dominan (AS) merasa terancam oleh kekuatan yang sedang bangkit, yaitu Tiongkok. Perang dagang ini bukan hanya tentang defisit perdagangan, tetapi juga tentang supremasi teknologi. 

Tiongkok telah menginvestasikan miliaran dolar untuk menjadi pemimpin global dalam bidang kecerdasan buatan, 5G, dan energi terbarukan.

Kenyataan juga menunjukkan bahwa perang dagang dengan Tiongkok tidak hanya berdampak pada kedua negara. Negara-negara di Asia Tenggara, yang menjadi bagian penting dari rantai pasok global, turut merasakan dampaknya. 

Negara-negara, seperti Vietnam dan Malaysia, mengalami peningkatan investasi asing langsung (FDI) karena perusahaan-perusahaan mencari alternatif untuk menghindari tarif AS-Tiongkok. Meski ini merupakan peluang, ketergantungan pada perdagangan global membuat negara-negara ini rentan terhadap ketidakstabilan yang disebabkan oleh kebijakan unilateral Trump.

Selain perang dagang, kebijakan Trump terhadap aliansi perdagangan juga menciptakan ketidakpastian. Penarikan AS dari Trans-Pacific Partnership (TPP) pada awal masa jabatan pertamanya telah melemahkan posisi AS di kawasan Asia-Pasifik. 

Langkah itu membuka jalan bagi Tiongkok untuk memperluas pengaruhnya melalui inisiatif seperti RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership). Keputusan ini mencerminkan kegagalan strategis AS dalam memanfaatkan multilateralisme untuk memperkuat kepemimpinannya di kawasan (Acharya, 2021). 

Dengan memilih pendekatan bilateral yang transaksional, AS malah kehilangan kesempatan untuk membangun koalisi ekonomi yang lebih luas untuk menahan kebangkitan Tiongkok.

Di sisi lain, pendekatan Trump ternyata juga memiliki dampak positif tertentu. Misalnya, renegosiasi NAFTA menjadi USMCA memberikan beberapa perlindungan tambahan bagi pekerja Amerika dan memperkuat standar lingkungan. 

Selain itu, tekanan Trump terhadap negara-negara sekutunya, seperti Uni Eropa dan Jepang, untuk membuka pasar mereka juga menghasilkan beberapa konsesi perdagangan yang menguntungkan AS. Masalahnya adalah bahwa langkah-langkah itu sering diperoleh melalui mengorbankan hubungan diplomatik dan memperdalam ketidakpercayaan di antara negara-negara sekutu itu.

Pendekatan unilateral Trump sebenarnya lebih sering merugikan legitimasi global AS. Alih-alih memperkuat kepemimpinannya, kebijakan proteksionis dan retorika agresif justru menciptakan ruang bagi kekuatan lain, seperti Tiongkok dan Uni Eropa, untuk memainkan peran yang lebih besar di panggung internasional. 

Dengan memprioritaskan keuntungan jangka pendek, Trump mengabaikan pentingnya kerja sama multilateral dalam menjaga stabilitas ekonomi global. Orientasi domestik dalam kebijakan-kebijakan Trump telah menarik AS dari berbagai kerjasama multilateral.

Dampak kebijakan Trump juga terasa di sektor teknologi. Pembatasan ekspor terhadap perusahaan-perusahaan Tiongkok, seperti Huawei, mencerminkan upaya AS untuk melindungi keunggulan teknologinya. 

Langkah ini juga sudah memicu perlombaan teknologi global. Tiongkok semakin berusaha untuk mencapai kemandirian dalam semikonduktor dan teknologi canggih lainnya. 

Perlombaan ini tidak hanya menciptakan ketegangan antara AS dan Tiongkok, tetapi juga memengaruhi negara-negara lain yang bergantung pada teknologi dari kedua belah pihak.

Dalam konteks domestik, kebijakan proteksionis Trump memiliki daya tarik politik yang kuat. Retorika “America First” berhasil memobilisasi dukungan dari basis pemilihnya, terutama di daerah-daerah yang terdampak oleh globalisasi. 

Meski begitu, dalam jangka panjang, kebijakan ini tidak memberikan solusi struktural terhadap tantangan ekonomi AS. Ke depan, masa depan ekonomi global akan sangat dipengaruhi oleh cara Trump mengelola perang dagang dan aliansinya. 

Jika Trump melanjutkan kebijakan unilateralnya, dunia mungkin menghadapi fragmentasi ekonomi yang lebih besar, dengan negara-negara dipaksa memilih antara blok AS atau Tiongkok. 

Sebaliknya, jika Trump bersedia bekerja sama dengan sekutu dan berinvestasi dalam multilateralisme, maka ada peluang untuk menciptakan tatanan ekonomi global yang lebih stabil dan inklusif.

Kebijakan Trump dalam perang dagang dan aliansi tidak dapat dipungkiri telah menciptakan dilema yang lebih luas dalam politik luar negeri AS, yaitu bagaimana menyeimbangkan kepentingan domestik dengan tanggung jawab global. 

Pendekatan proteksionis Trump bisa saja mendorong perubahan dalam dinamika perdagangan, tetapi juga menimbulkan tantangan baru yang memengaruhi stabilitas global. 

Untuk memastikan bahwa kebijakan ini membawa manfaat jangka panjang, AS harus mempertimbangkan dampaknya tidak hanya pada ekonomi domestik, tetapi juga pada sistem ekonomi global yang saling terhubung. 

Dalam dunia yang semakin kompleks, kerja sama tampaknya tetap menjadi kunci untuk mengatasi tantangan bersama dan memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Sumber:

CNBC Indonesia. (2024). Perang Dagang Jilid 2 Trump Dimulai, 3 Negara Resmi Jadi Sasaran. Retrieved from: https://www.cnbcindonesia.com/news/20241126125445-4-591208/perang-dagang-jilid-2-trump-dimulai-3-negara-resmi-jadi-sasaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun