Langkah ini juga sudah memicu perlombaan teknologi global. Tiongkok semakin berusaha untuk mencapai kemandirian dalam semikonduktor dan teknologi canggih lainnya.
Perlombaan ini tidak hanya menciptakan ketegangan antara AS dan Tiongkok, tetapi juga memengaruhi negara-negara lain yang bergantung pada teknologi dari kedua belah pihak.
Dalam konteks domestik, kebijakan proteksionis Trump memiliki daya tarik politik yang kuat. Retorika “America First” berhasil memobilisasi dukungan dari basis pemilihnya, terutama di daerah-daerah yang terdampak oleh globalisasi.
Meski begitu, dalam jangka panjang, kebijakan ini tidak memberikan solusi struktural terhadap tantangan ekonomi AS. Ke depan, masa depan ekonomi global akan sangat dipengaruhi oleh cara Trump mengelola perang dagang dan aliansinya.
Jika Trump melanjutkan kebijakan unilateralnya, dunia mungkin menghadapi fragmentasi ekonomi yang lebih besar, dengan negara-negara dipaksa memilih antara blok AS atau Tiongkok.
Sebaliknya, jika Trump bersedia bekerja sama dengan sekutu dan berinvestasi dalam multilateralisme, maka ada peluang untuk menciptakan tatanan ekonomi global yang lebih stabil dan inklusif.
Kebijakan Trump dalam perang dagang dan aliansi tidak dapat dipungkiri telah menciptakan dilema yang lebih luas dalam politik luar negeri AS, yaitu bagaimana menyeimbangkan kepentingan domestik dengan tanggung jawab global.
Pendekatan proteksionis Trump bisa saja mendorong perubahan dalam dinamika perdagangan, tetapi juga menimbulkan tantangan baru yang memengaruhi stabilitas global.
Untuk memastikan bahwa kebijakan ini membawa manfaat jangka panjang, AS harus mempertimbangkan dampaknya tidak hanya pada ekonomi domestik, tetapi juga pada sistem ekonomi global yang saling terhubung.
Dalam dunia yang semakin kompleks, kerja sama tampaknya tetap menjadi kunci untuk mengatasi tantangan bersama dan memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Sumber: