Tiongkok telah menginvestasikan miliaran dolar untuk menjadi pemimpin global dalam bidang kecerdasan buatan, 5G, dan energi terbarukan.
Kenyataan juga menunjukkan bahwa perang dagang dengan Tiongkok tidak hanya berdampak pada kedua negara. Negara-negara di Asia Tenggara, yang menjadi bagian penting dari rantai pasok global, turut merasakan dampaknya.Â
Negara-negara, seperti Vietnam dan Malaysia, mengalami peningkatan investasi asing langsung (FDI) karena perusahaan-perusahaan mencari alternatif untuk menghindari tarif AS-Tiongkok. Meski ini merupakan peluang, ketergantungan pada perdagangan global membuat negara-negara ini rentan terhadap ketidakstabilan yang disebabkan oleh kebijakan unilateral Trump.
Selain perang dagang, kebijakan Trump terhadap aliansi perdagangan juga menciptakan ketidakpastian. Penarikan AS dari Trans-Pacific Partnership (TPP) pada awal masa jabatan pertamanya telah melemahkan posisi AS di kawasan Asia-Pasifik.Â
Langkah itu membuka jalan bagi Tiongkok untuk memperluas pengaruhnya melalui inisiatif seperti RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership). Keputusan ini mencerminkan kegagalan strategis AS dalam memanfaatkan multilateralisme untuk memperkuat kepemimpinannya di kawasan (Acharya, 2021).Â
Dengan memilih pendekatan bilateral yang transaksional, AS malah kehilangan kesempatan untuk membangun koalisi ekonomi yang lebih luas untuk menahan kebangkitan Tiongkok.
Di sisi lain, pendekatan Trump ternyata juga memiliki dampak positif tertentu. Misalnya, renegosiasi NAFTA menjadi USMCA memberikan beberapa perlindungan tambahan bagi pekerja Amerika dan memperkuat standar lingkungan.Â
Selain itu, tekanan Trump terhadap negara-negara sekutunya, seperti Uni Eropa dan Jepang, untuk membuka pasar mereka juga menghasilkan beberapa konsesi perdagangan yang menguntungkan AS. Masalahnya adalah bahwa langkah-langkah itu sering diperoleh melalui mengorbankan hubungan diplomatik dan memperdalam ketidakpercayaan di antara negara-negara sekutu itu.
Pendekatan unilateral Trump sebenarnya lebih sering merugikan legitimasi global AS. Alih-alih memperkuat kepemimpinannya, kebijakan proteksionis dan retorika agresif justru menciptakan ruang bagi kekuatan lain, seperti Tiongkok dan Uni Eropa, untuk memainkan peran yang lebih besar di panggung internasional.Â
Dengan memprioritaskan keuntungan jangka pendek, Trump mengabaikan pentingnya kerja sama multilateral dalam menjaga stabilitas ekonomi global. Orientasi domestik dalam kebijakan-kebijakan Trump telah menarik AS dari berbagai kerjasama multilateral.
Dampak kebijakan Trump juga terasa di sektor teknologi. Pembatasan ekspor terhadap perusahaan-perusahaan Tiongkok, seperti Huawei, mencerminkan upaya AS untuk melindungi keunggulan teknologinya.Â