Profesor Amitav Acharya dari American University menekankan pentingnya solidaritas internal ASEAN.
Organisasi regional itu perlu memperkuat solidaritas internalnya untuk menghadapi tekanan dari persaingan AS-China. Prinsip sentralitas ASEAN harus lebih dari sekadar slogan.
Dalam jangka panjang, ASEAN berharap ketegangan AS-China dapat dikelola dengan lebih baik.
ASEAN harus terus mempromosikan arsitektur keamanan regional yang inklusif, di mana AS dan China dapat berkompetisi secara konstruktif tanpa mengorbankan stabilitas kawasan.
Pertemuan Blinken-Wang di forum ASEAN menjadi cermin dari tantangan besar yang dihadapi kawasan ini.
Di satu sisi, ini menunjukkan relevansi ASEAN sebagai platform diplomatik. Di sisi lain, ini juga menjadi ujian bagi kemampuan ASEAN untuk menjaga otonomi dan pengaruhnya di tengah persaingan kekuatan besar.
Dengan posisi dan peran itu, ASEAN dapat dikatakan berdiri di persimpangan sejarah.
Pilihan yang diambil hari ini akan menentukan perannya di masa depan: apakah hanya menjadi penonton pasif dalam drama geopolitik global, atau menjadi pemain aktif yang mampu memengaruhi arah perkembangan kawasan.
Dalam gaya diplomatik yang rumit antara AS dan China, ASEAN harus menemukan langkahnya sendiri. Bukan hanya mengikuti irama yang dimainkan oleh kekuatan besar, tetapi juga mampu memimpin orkestra regionalnya sendiri.Â
Ini barangkali menjadi momentum bagi ASEAN untuk menunjukkan bahwa prinsip-prinsip, seperti sentralitas, ASEAN bukan sekadar retorika, tetapi landasan kuat untuk aksi nyata dalam menjaga stabilitas dan kemakmuran kawasan.
Dengan visi yang jelas, solidaritas internal yang kuat, dan diplomasi yang cerdas, ASEAN memiliki potensi untuk menjadi lebih dari sekadar arena pertarungan kekuatan besar.