Pertemuan ke-10 Menteri Luar Negeri ASEAN yang berlangsung di Vientiane, Laos, pada bulan Juli 2024 menjadi momentum penting bagi organisasi regional ini. Ada kepentingan strategis dari pertemuan ini, yaitu untuk menegaskan identitas dan perannya di tengah persaingan geopolitik yang semakin kompleks.Â
Salah satu pernyataan yang mencolok adalah deklarasi Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, yang menegaskan bahwa "ASEAN bukan proksi kekuatan manapun". Pernyataan ini merefleksikan komitmen Indonesia, sebagai salah satu negara pendiri ASEAN, untuk mempertahankan kedaulatan dan independensi organisasi regional ini.Â
Dalam konteks persaingan pengaruh antara kekuatan-kekuatan besar di kawasan, ASEAN dihadapkan pada situasi pelik. Organisasi regional ini tentunya harus mampu menjaga jarak dan tidak terjebak dalam agenda-agenda eksternal yang dapat mengikis otonomi pengambilan keputusannya.
Sebagai organisasi regional yang beranggotakan 10 negara di Asia Tenggara, ASEAN telah membuktikan dirinya sebagai aktor penting dalam menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan.Â
Melalui berbagai mekanisme dialog dan kerja sama, ASEAN telah berhasil memfasilitasi interaksi antara negara-negara besar, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Uni Eropa, tanpa terjebak dalam persaingan kepentingan mereka.Â
Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip dasar yang dianut ASEAN, yaitu mengedepankan pendekatan non-intervensi, konsensus, dan penyelesaian sengketa secara damai. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, ASEAN telah berhasil menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan ekonomi dan integrasi regional di Asia Tenggara.Â
Namun, dinamika geopolitik yang semakin kompleks telah menempatkan ASEAN dalam posisi yang semakin sulit. Persaingan antara kekuatan-kekuatan besar, seperti AS dan Tiongkok, serta isu-isu sensitif seperti Laut Tiongkok Selatan, telah menciptakan tekanan dan tantangan tersendiri bagi ASEAN.Â
Dalam beberapa tahun terakhir, ASEAN berusaha keras menegaskan komitmen untuk memperkuat sentralitas dan kepemimpinannya dalam arsitektur keamanan regional. Meski begitu, komitmen itu harus berhadapan dengan beberapa tantangan regional di kawasan Asia Tenggara, seperti:
1. Persaingan dan rivalitas politik serta ekonomi antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok di kawasan Indo-Pasifik. Hal ini berpotensi mengancam ASEAN menjadi kelompok yang terpinggirkan di kawasannya sendiri. Walaupun Rusia tidak menonjolkan kepentingannya di kawasan ini, kedekatan Rusia dengan Vietnam melalui kunjungan Presiden Putin menjadi faktor penting bagi dinamika stabilitas perdamaian regional.