Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ancaman Hegemoni China di Laut China Selatan Terhadap Tatanan Berbasis Aturan

25 Juni 2024   19:55 Diperbarui: 26 Juni 2024   15:14 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto yang diambil pada 20 September 2023 ini memperlihatkan kapal Penjaga Pantai China (belakang) membayang-bayangi kapal-kapal nelayan Filipina yang bersauh di dekat Karang Scarborough di wilayah perairan sengketa Laut China Selatan. (AFP/TED ALJIBE via Kompas.id)

kuwaittimes.com
kuwaittimes.com

Tantangan

Namun, beberapa pakar juga mengakui tantangan yang dihadapi rule-based order dalam konteks pergeseran kekuatan global dan munculnya kekuatan revisionis. Munculnya kekuatan revisionis, seperti China dan Rusia, semakin menantang tatanan liberal berbasis aturan yang dipimpin oleh Barat. 

Ketegangan antara kekuatan status quo dan revisionis di Laut China Selatan berpotensi melemahkan rule-based order dan meningkatkan risiko konflik. Dalam konteks Laut China Selatan, rule-based order berarti bahwa semua negara, terlepas dari ukuran atau kekuatan militernya, harus mematuhi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan menyelesaikan sengketa melalui mekanisme hukum internasional yang mapan.

Namun, tindakan China di Laut China Selatan telah berulang kali menunjukkan pengabaiannya terhadap rule-based order. Insiden terbaru melibatkan tabrakan antara kapal penjaga pantai China dan kapal nelayan Filipina di wilayah yang dipersengketakan pada Juni 2024. 

Tindakan provokatif ini tidak hanya melanggar kedaulatan Filipina, tetapi juga menimbulkan ketegangan dan risiko eskalasi konflik di kawasan.

Klaim China atas hampir seluruh Laut China Selatan berdasarkan nine-dash line yang kontroversial juga bertentangan dengan UNCLOS dan putusan Pengadilan Arbitrase Permanen pada tahun 2016, yang menolak dasar hukum klaim tersebut. 

Hasjim Djalal (2016), seorang pakar hukum laut Indonesia menjelaskan bahwa klaim China tidak memiliki dasar hukum dalam hukum internasional dan bertentangan dengan prinsip-prinsip UNCLOS.

Ambisi hegemonik China juga tercermin dalam pembangunan infrastruktur militer di pulau-pulau dan terumbu karang yang dipersengketakan di Laut China Selatan. Reklamasi lahan secara besar-besaran dan pembangunan pangkalan militer oleh China telah mengubah status quo secara sepihak dan meningkatkan risiko konflik . 

Tindakan ini bertentangan dengan komitmen China berdasarkan Deklarasi tentang Perilaku Pihak-Pihak di Laut China Selatan (Document of Conduct/DOC) untuk menahan diri dari aktivitas yang dapat memperumit atau meningkatkan perselisihan.

Upaya China untuk mengkonsolidasikan kontrolnya atas Laut China Selatan juga mengancam kebebasan navigasi dan penerbangan, yang merupakan prinsip fundamental dari rule-based order. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun