Fungsi representasi dalam demokrasi bukanlah sekadar cerminan statistik dari masyarakat lewat suara yang mereka peroleh dalam pemilu 2024. Lebih jauh, ada isu yang lebih mendasar terkait artis politisi, yaitu representasi kepentingan dan, sekaligus, kapabilitas dalam membuat kebijakan.
Amatan yang lebih luas juga menjelaskan bahwa fenomena artis di politik sering kali mencerminkan budaya pop dan massa. Kenyataan meningkatnya migrasi artis menjadi politisi mungkin bisa dikatakan tidak selalu selaras dengan kedalaman dan seriusnya agenda kebijakan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan mereka.
Tantangan kredibilitas artis menjadi suatu aspek sentral dalam diskursus ini. Di tengah perlombaan politik yang menjadikan popularitas sebagai salah satu kunci utama, caleg artis harus juga membuktikan diri bahwa mereka tidak hanya mengandalkan pamor namun turut menghadirkan substansi politik yang solid.
Stigma yang sering kali melekat bahwa artis hanya sebagai obyek pencitraan partai harus diatasi dengan kapabilitas yang teruji. Soal itu juga menjadi tanggung jawab parpol untuk memastikan bahwa artis yang dijadikan calon anggota legislatifnya dipastikan dibekali dengan pemahaman politik yang mendalam dan pelatihan yang komprehensif.
Alasan ini diperkuat dengan data yang menunjukkan bahwa cakupan caleg artis di DPR cenderung turun dari waktu ke waktu. Kecenderungan itu mengindikasikan adanya kemungkinan yang lebih besar bagi artis untuk gagal dalam pemilu jika kapabilitas politik mereka tidak disiapkan dengan matang.
Inklusivitas politik telah memungkinkan setiap individu dari berbagai latar belakang berpartisipasi adalah salah satu ciri penting dari demokrasi yang matang. Keikutsertaan artis yang memberi warna pada representasi sosial dalam parlemen dapat dianggap sebagai refleksi dari diverifikasi dan evolusi demokrasi di Indonesia.
Namun demikian, tugas artis tidak sekadar berhenti di proses kampanye, terpilih, dan menjadi anggota legislatif. Mereka harus secara serius memenuhi ekspektasi publik akan kompetensi dan kontribusi yang nyata selama menjadi politisi di parlemen.
Dengan semakin banyak menghadirkan figur publik dalam daftar caleg, partai politik diharapkan tidak melupakan esensi dari rekruitmen yang dilandasi persyaratan pengalaman dan keterampilan politik.
Dengan cara itu, parpol diharapkan berinvestasi dalam pengembangan kapabilitas politik calon anggota legilatif, termasuk artis. Sekelumit tata kelola politisi parpol ini selaras dengan cita-cita demokrasi yang lebih inklusif dan berkualitas.
Kehadiran artis dalam pemerintahan dapat menjadi aset berharga, terutama dalam menarik perhatian masyarakat terhadap proses politik dan kebijakan pemerintah.
Namun, tanpa persiapan yang memadai, artis politik mungkin akan menghadapi tantangan dalam memenuhi tuntutan yang kompleks dari kinerja legislatif. Tugas politisi sebagai anggota legislatif tidak sekadar membutuhkan nalar politik yang cekatan, tetapi juga integritas yang tidak tergoyahkan.