Orientasi itu bukan berarti Indonesia mengurangi kerjasama internasionalnya. Sebaliknya, Indonesia semakin fokus pada manfaat domestik yang kongkrit dari kerjasama internasional bagi kepentingan domestik.Â
Akibatnya, Indonesia tampaknya mulai memilah dan memilih kerjasama bilateral ketimbang multilateral. Kalaupun perundingan atau pertemuan multilateral dilakukan, Indonesia mencoba melakukan terobosan-terobosan diplomasi melalui kerjasama bilateral.
Capaian
Dari sisi prestasi, kebijakan luar negeri Indonesia di masa pemerintahan Jokowi dapat dikatakan mampu meningkatkan kerja sama infrastruktur dan konektivitas Indonesia dengan sejumlah negara. Misalnya, kemitraan bilateral dengan Korea Selatan untuk pembangunan tol laut serta berkolaborasi dengan India dan Maladewa untuk membuka pelabuhan internasional di Sabang.
Indonesia tetap memiliki kerjasama pertahanan dengan AS, misalnya dalam pembelian pesawat tempur dan latihan militer Garuda Shield. Dari aspek ekonomi, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung juga menjadi simbol penting bagi kerjasama bilateral Indonesia dan China.
Sementara itu, upaya Jokowi untuk menjembatani ketegangan AS-China juga patut diapresiasi, termasuk melalui diplomasi vaksin. Di tengah kebijakan lockdown berbagai negara, Indonesia tetap aktif secara bilateral, regional (ASEAN) dan multilateral (WHO) untuk penyediaan vaksin bagi masyarakat Indonesia dan negara-negara yang secara ekonomi tidak mampu menyediakan vaksin sendiri.Â
Namun demikian, pemerintahan Jokowi juga menuai sejumlah kritik, antara lain politik luar negeri yang cenderung berbeda dan lebih banyak bersifat reaktif ketimbang proaktif (Connelly 2022). Kritik itu dapat ditelusuri pada ketiadaan buku putih (white book) atau semacam grand design bagi KLN Indonesia.
Kritik calon presiden (capres) Anies Baswedan mungkin relevan mengenai KLN yang berbasis nilai (value-based) ketimbang kepentingan (interest-based). Bagi Anies, KLN harus berpedoman pada value ketimbang kepentingan yang cenderung transaksional.Â
KLN selama ini lebih berlandaskan pada bebas dan aktif, tapi bebas dan aktif yang seperti apa dianggap tanpa rujukan pada value atau interest tertentu. Value KLN Indonesia sebenarnya bisa ditelusuri pada Pembukaan UUD 1945 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJM).Â
Perdebatan itu berlangsung hingga sekarang. Persoalan tetap muncul mengenai memilih value atau interest atau keduanya seimbang. Akibatnya, kritik pun tetap selalu muncul sebagai bagian dari dinamika demokrasi dalam pembuatan KLN Indonesia hingga kini.