Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

"The Clash of Nations" di Era Transisi Energi

29 Januari 2024   01:00 Diperbarui: 29 Januari 2024   01:05 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku "The New Map: Energy, Climate, and the Clash of Nations" karya Daniel Yergin (2020) menawarkan analisis mendalam tentang lanskap energi global yang sedang berubah dan implikasinya terhadap geopolitik

Dalam konteks transisi energi, Yergin menyoroti potensi "the clash of nations" antara empat kekuatan utama: Amerika Serikat (AS), Rusia, China, dan Timur Tengah.

Selain itu, buku ini juga mengeksplorasi bagaimana energi, iklim, dan geopolitik saling terkait dan membentuk peta baru dunia. Yergin berargumen bahwa dunia sedang mengalami transisi energi besar-besaran dari bahan bakar fosil ke energi bersih. 

Transisi ini didorong oleh faktor-faktor seperti perubahan iklim, kemajuan teknologi, dan meningkatnya permintaan energi dari negara-negara berkembang. 

Yergin mengidentifikasi tiga kekuatan utama yang membentuk peta baru energi, meliputi: kebangkitan energi terbarukan, seperti matahari, angin, dan air menjadi semakin kompetitif dan menarik investasi besar-besaran.

Gas alam memainkan peran penting dalam transisi energi sebagai sumber energi yang lebih bersih dibandingkan batu bara. Peningkatan efisiensi energi melalui teknologi baru memungkinkan penggunaan energi yang lebih efisien di berbagai sektor ekonomi

Persaingan Geopolitik
Persaingan geopolitik antara keempat kekuatan ini didorong oleh beberapa faktor:

1. Keamanan energi: Keempat negara ingin memastikan keamanan energi mereka dan mengurangi kerentanan terhadap gangguan pasokan. Negara-negara dengan sumber daya energi terbarukan yang berlimpah akan memiliki keuntungan geopolitik yang signifikan.

2. Kepemimpinan global: Keempat negara ingin menjadi pemimpin global dalam transisi energi dan teknologi rendah emisi. Keempat negara ini memiliki tingkat ketergantungan energi yang berbeda.

Meski begitu mereka semua ingin meningkatkan ketahanan energi dan mengurangi kerentanan terhadap krisis energi. Transisi ke energi terbarukan dan teknologi rendah emisi dapat membantu mencapai tujuan ini.

Di halaman 250, Yergin menegaskan bahwa “transisi energi akan menciptakan peluang dan tantangan baru bagi negara-negara di seluruh dunia. Negara-negara yang dapat beradaptasi dengan perubahan ini dan mengembangkan strategi energi yang efektif akan memiliki keuntungan geopolitik yang signifikan.”


Sumber-sumber persaingan
Pertama, persaingan untuk akses ke sumber daya energi baru, seperti minyak serpih dan gas alam cair (LNG), akan meningkat. Negara-negara dengan cadangan sumber daya ini, seperti AS dan Rusia, akan memiliki keuntungan geopolitik.

Persaingan untuk mendapatkan akses ke pasar energi baru, terutama di Asia, juga akan meningkat. China, dengan ekonominya yang berkembang pesat, akan menjadi pasar energi yang semakin penting.

Persaingan kedua adalah mengembangkan teknologi energi bersih yang lebih maju akan meningkat. Negara-negara yang memimpin dalam pengembangan teknologi ini, seperti AS dan China, akan memiliki keuntungan geopolitik yang signifikan.

Terakhir, persaingan dalam merespon perubahan iklim dikhawatirkan memperburuk ketegangan geopolitik dan dapat menyebabkan konflik. Negara-negara perlu bekerja sama untuk mengatasi perubahan iklim dan mengurangi dampaknya.

Beberapa Kasus

AS ingin mempertahankan dominasi geopolitiknya dan mempromosikan nilai-nilainya di dunia. AS ingin menjadi pemimpin dalam transisi energi dan teknologi rendah emisi. Namun, AS juga menghadapi tantangan dari shale gas dan politik domestik yang terpolarisasi.

Rusia adalah pengekspor energi terbesar di dunia dan memiliki cadangan minyak dan gas alam yang besar. Rusia menggunakan energi sebagai alat geopolitik untuk menekan negara lain dan memajukan kepentingannya. Namun, Rusia menghadapi tantangan dari transisi energi global dan sanksi Barat.

China adalah konsumen energi terbesar di dunia dan importir minyak terbesar. China berinvestasi besar-besaran dalam energi terbarukan dan teknologi rendah emisi untuk mengurangi ketergantungannya pada impor energi dan meningkatkan ketahanan energinya. Namun, China juga menghadapi tantangan dari polusi udara dan emisi gas rumah kaca yang tinggi.

Sementara itu, negara-negara Timur Tengah memiliki cadangan minyak dan gas alam yang besar. Mereka ingin mempertahankan peran mereka sebagai pemasok energi utama dunia. Namun, Timur Tengah menghadapi tantangan dari transisi energi global dan meningkatnya ketegangan regional.


Beberapa poin penting di buku ini, antara lain: Pertama, transisi energi akan menciptakan peluang dan tantangan baru bagi negara-negara di seluruh dunia. Kedua, negara-negara perlu bekerja sama untuk mengatasi perubahan iklim dan membangun sistem energi global yang lebih berkelanjutan dan aman.

Ketiga, "The clash of nations" dapat dihindari jika negara-negara dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Soal urgensi kerjasama internasional itu, Yergin menekankan tujuan utamanya adalah mengatasi tantangan global seperti transisi energi dan perubahan iklim. 

Yergin juga menegaskan pentingnya kepemimpinan AS dalam membangun sistem energi global yang lebih berkelanjutan dan aman. Saran ini, tentu saja, mendapat tentangan keras dari Rusia dan China.

Kedua negara ini memiliki posisi yang relatif seimbang dengan AS dalam hal energi terbarukan. Buku Yergin memang tidak dapat disangkal cenderung berpihak ke AS.

Kerjasama

Terlepas dari persaingan di antara tiga kekuatan global itu, beberapa negara berkomitmen membentuk kerjasama. Contoh kerjasama internasional dapat ditemukan di beberapa bentuk, sepertu kerjasama multilateral di Paris Agreement. 

Kerjasama ini merupakan kesepakatan global untuk mengatasi perubahan iklim. Melalui Paris Agreement, negara-negara wajib mengambil tindakan bersama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Negara-negara juga membentuk International Renewable Energy Agency (IRENA). IRENA menyediakan platform bagi negara-negara untuk berbagi informasi dan best practices dalam bidang energi terbarukan.

Contoh kerjasama lain adalah Clean Energy Ministerial (CEM). CEM adalah forum global yang mempertemukan menteri energi dari berbagai negara untuk membahas kemajuan dan tantangan dalam transisi energi.

Buku "The New Map: Energy, Climate, and the Clash of Nations" memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana energi, iklim, dan geopolitik saling terkait dan membentuk dunia. 

Buku ini direkomendasikan bagi siapa saja yang ingin memahami dunia yang sedang berubah dan bagaimana negara-negara dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut.

Sumber:

Daniel Yergin, The New Map: Energy, Climate, and the Clash of Nations. New York: Penguin Press, 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun