Krisis Myanmar yang telah berlangsung lebih dari satu tahun menandai urgensi penguatan peran ASEAN. Kekerasan junta militer Myanmar kepada rakyatnya sendiri menjadi tantangan nyata bagi ASEAN.Â
Mendekati satu (1) tahun ini, peta jalan ASEAN untuk perdamaian di Myanmar ternyata malah menemui jalan buntu. April 2021 para pemimpin ASEAN bertemu dengan pemimpin kudeta Myanmar, Jendral Min Aung Hlaing untuk membicarakan perdamaian di Myanmar. Ke-9 pemimpin ASEAN dan Jenderal Hlaing menyetujui 5 poin konsensus ASEAN.Â
Lima poin konsensus itu meliputi penghentian kekerasan di Myanmar, dialog konstruktif menuju solusi damai, penunjukan utusan khusus sebagai mediator dialog, bantuan kemanusiaan, serta kunjungan utusan khusus dan delegasi ASEAN ke Myanmar. Hingga saat ini, hanya satu poin yang telah terwujud, yaitu penunjukkan utusan khusus ASEAN untuk perdamaian Myanmar.
Pergantian Ketua ASEAN
Salah satu faktor penting yang menyebabkan ASEAN menghadapi jalan buntu itu adalah pergantian Ketua ASEAN. Pergantian tahun selalu diikuti oleh pergantian kepemimpinan ASEAN. Kepemimpinan Brunei Darussalam pada 2021 beralih ke tangan Kamboja di 2022 ini sebagai Ketua ASEAN. Peralihan kepemimpinan ini berpengaruh pada gaya dan cara ASEAN mengelola krisis Myanmar dan, tentu saja, potensi konflik lain di kawasan Asia Tenggara.Â
ASEAN tampak tegas dan menunjukkan determinasinya dalam menghadapi junta militer Myanmar di bawah keketuaan Brunei. Pada awal tahun 2021, Brunei cenderung pasif dan sangat berhati-hati merespon kudeta Myanmar. Brunei baru tergerak menjalankan diplomasi ASEAN setelah pemerintah Indonesia, Singapura, dan Malaysia bersuara keras memprotes kudeta Myanmar.Â
Di bawah kepemimpinan Brunei dan dukungan ketiga negara itu, ASEAN mampu menghasilkan satu lagi terobosan kebijakan penting, selain lima konsensus ASEAN. Di tengah kritik terhadap ASEAN, keketuaan ASEAN berhasil membuat terobosan kebijakan untuk menekan Myanmar. ASEAN memaksakan kehadiran perwakilan non-politik dari Myanmar. Dengan kata lain, Myanmar boleh mengikuti KTT ASEAN jika sudah mencapai kemajuan dalam pelaksanaan peta jalan damai itu.
Sebaliknya, keketuaan Kamboja di tahun 2022 ini justru menunjukkan kemunduran diplomasi damai ASEAN. Kuniungan Perdana Menteri (PM) Hun Sen justru menimbulkan blunder. Alih-alih berhasil melunakkan sikap junta militer, kunjungan itu malah berbalik menguntungkan junta militer Myanmar. Kunjungan itu justru diartikan memberikan legitimasi bagi kekerasan junta militer kepada rakyat Myanmar.
Penolakan Myanmar