Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tantangan Indonesia jika Tetap Mengundang Rusia ke KTT G20

16 Maret 2022   23:36 Diperbarui: 17 Maret 2022   06:05 1679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Rusia Vladimir Putin (Sumber: www.cigionline.org)

Perang Rusia-Ukraina telah menimbulkan berbagai implikasi global, termasuk bagi pertemuan G20 di Indonesia. 

Salah satu implikasi itu adalah mengenai kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin di pertemuan para pemimpin atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang dijadwalkan pada bulan Oktober 2022.

Pemerintah Indonesia sebagai pemimpin G20 tentu saja tetap mengundang Rusia sebagai salah satu anggota G20. Namun demikian, apakah Putin akan datang ke G20? Pertanyaan itu tentu saja tidak bisa mendapatkan jawaban mudah.

Jika sebuah survey diajukan kepada masyarakat Indonesia dengan pertanyaan tunggal, apakah Putin akan datang pada KTT G20 yang diadakan pada bulan Maret ini? 

Hasil survey itu dapat diperkirakan memberikan lebih banyak jawaban 'tidak.' Pesimisme itu sangat kental disebabkan oleh waktu penyelenggaraan pada Maret ini.

Jawaban itu mungkin lebih banyak dipengaruhi oleh kenyataan bahwa perang masih berlangsung hingga minggu ketiga ini sejak 24 Februari 2022. 

Tiga kali perundingan ternyata belum mampu menghasilkan gencatan senjata. Bagi Putin, fokus kepada perang pasti lebih penting ketimbang bertemu dengan negara-negara musuhnya di G20.

Namun, dengan kenyataan bahwa KTT G20 diadakan pada Oktober mendatang, maka kemungkinan besar masyarakat menjawab 'ya' bisa seimbang atau lebih banyak ketimbang jawaban 'tidak.

Banyaknya jawaban 'ya' mengenai kedatangan Putin itu lebih menunjukkan pada optimisme masyarakat. Masyarakat yakin bahwa perang kedua negara dapat diakhiri segera ketika mereka mencapai kesepakatan perdamaian. 

Keyakinan yang sama juga dimiliki oleh pemerintah Indonesia bahwa Presiden Putin akan datang pada pertemuan G20 mendatang.

Dunia Berubah?

Meskipun demikian, keyakinan atau optimisme itu perlu dibarengi dengan pemahaman mengenai situasi internasional pada saat ini. Situasi internasional berkaitan erat dengan operasi militer khusus Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari lalu.

Pemerintah Indonesia perlu mulai mempertimbangkan beberapa situasi internasional yang berkembang pada saat ini. 

Kenyataan, ini mau tidak mau menjadi tantangan mendesak yang perlu dipertimbangkan Indonesia agar penyelenggaraan G20 tetap dihadiri oleh para pemimpin dari 20 negara anggotanya.

Situasi internasional pertama adalah perpecahan di antara anggota G20. Ke-20 negara anggota telah terlibat dalam perkubuan di antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia.

Indonesia sebagai pemimpin G20 pada 2022 ini berada di kubu AS bersama Australia, Inggris, Argentina, Brasil, Kanada, Uni Eropa, Jerman, Prancis,  Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, dan Turki.

Kubu AS ini tetap variatif, misalnya tidak semuanya memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia. Dalam hal ini, Indonesia cukup beruntung tetap dianggap Rusia sebagai negara sahabat. 

Sementara itu, Turki mendapat persetujuan dari Rusia untuk menjadi mediator perundingan damai antara Rusia-Ukraina.

Sebaiknya, kubu Rusia mendapatkan dukungan dari China dan India. Walau hanya tiga negara, kubu ini mewakili hampir 3 milyar penduduk dunia.

Kedua, perang Rusia-Ukraina menunjukkan secara jelas bahwa pelaku perang tidak hanya kedua negara bersaudara itu. Kenyataan memperlihatkan keikutsertaan negara-negara anggota G20 yaitu AS, Inggris, Jerman, Perancis, Italia, Australia, Jepang, Korea Selatan dalam perang tidak langsung dengan Rusia.

Mereka memberlakukan sanksi ekonomi untuk membatasi, dan bahkan, menutup transaksi ekonomi dunia dengan Rusia. 

Mereka juga memerintahkan berbagai perusahaan global untuk keluar dari Rusia. Sebaliknya, Rusia membalas dengan tindakan serupa.

Ketiga, kepastian mengenai berakhirnya perang Rusia-Ukraina menjadi tidak jelas. Salah satu faktor penyebab ketidakpastian itu adalah bahwa gencatan senjata antara kedua negara tidak akan serta merta diikuti dengan penghentian sanksi ekonomi dari negara-negara anggota G20 dari kubu AS atau pendukung Ukraina. 

Presiden Rusia Vladimir Putin (Sumber: www.cigionline.org)
Presiden Rusia Vladimir Putin (Sumber: www.cigionline.org)

Memang tidak ada kejelasan mengenai kaitan perdamaian antara kedua negara dengan berhenti tidaknya sanksi ekonomi. Namun demikian, wacana di antara pemimpin AS dan pendukung Ukraina selama ini tidak menunjukkan kaitan itu. 

Walaupun perang berakhir dengan gencatan senjata dan penarikan militer Rusia keluar dari wilayah Ukraina, negara-negara pendukung Ukraina yang berada di G20 belum memberikan kaitan itu. 

Tantangan 

Skenario terburuknya adalah bahwa perang Rusia dan Ukraina dapat selesai, namun sanksi ekonomi tetap berlangsung. 

Jika tetap berlangsung, perekonomian dunia dikawatirkan mengalami pelemahan kembali. Indikator ekonomi selama tiga minggu perang telah membuktikan pertumbuhan ekonomi kembali meredup setelah muncul optimisme dalam penanggulangan pandemi Covid-19 secara global.

Situasi internasional di atas belum mempertimbangkan kemungkinan penolakan kubu AS terhadap kehadiran Putin di KTT G20. 

Ketegangan dan polarisasi ekonomi politik internasional di antara AS dan Rusia juga dapat menimbulkan kemungkinan kubu AS menolak datang ke G20, jika sanksi ekonomi tetap berlangsung hingga Oktober mendatang.

Dalam situasi tersebut, presidensi Indonesia memang menjadi semakin relevan untuk kembali mendorong kerja sama internasional melalui G20. Walau tetap melihat situasi internasional paska-perang Rusia-Ukraina, Indonesia perlu berdiskusi dengan berbagai negara untuk mengantisipasi dampak dari perang tersebut. 

Perdamaian antara Rusia-Ukraina memang telah menjadi persoalan global pada saat ini dan perlu menjadi fokus Indonesia dalam mempersiapkan pertemuan para pemimpin di KTT G20. 

Situasi internasional itu akan menguji kemampuan diplomasi Indonesia dalam memanfaatkan forum G20 bagi kemaslahatan anggotanya dan dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun