Mereka juga memerintahkan berbagai perusahaan global untuk keluar dari Rusia. Sebaliknya, Rusia membalas dengan tindakan serupa.
Ketiga, kepastian mengenai berakhirnya perang Rusia-Ukraina menjadi tidak jelas. Salah satu faktor penyebab ketidakpastian itu adalah bahwa gencatan senjata antara kedua negara tidak akan serta merta diikuti dengan penghentian sanksi ekonomi dari negara-negara anggota G20 dari kubu AS atau pendukung Ukraina.Â
Memang tidak ada kejelasan mengenai kaitan perdamaian antara kedua negara dengan berhenti tidaknya sanksi ekonomi. Namun demikian, wacana di antara pemimpin AS dan pendukung Ukraina selama ini tidak menunjukkan kaitan itu.Â
Walaupun perang berakhir dengan gencatan senjata dan penarikan militer Rusia keluar dari wilayah Ukraina, negara-negara pendukung Ukraina yang berada di G20 belum memberikan kaitan itu.Â
Skenario terburuknya adalah bahwa perang Rusia dan Ukraina dapat selesai, namun sanksi ekonomi tetap berlangsung.Â
Jika tetap berlangsung, perekonomian dunia dikawatirkan mengalami pelemahan kembali. Indikator ekonomi selama tiga minggu perang telah membuktikan pertumbuhan ekonomi kembali meredup setelah muncul optimisme dalam penanggulangan pandemi Covid-19 secara global.
Situasi internasional di atas belum mempertimbangkan kemungkinan penolakan kubu AS terhadap kehadiran Putin di KTT G20.Â
Ketegangan dan polarisasi ekonomi politik internasional di antara AS dan Rusia juga dapat menimbulkan kemungkinan kubu AS menolak datang ke G20, jika sanksi ekonomi tetap berlangsung hingga Oktober mendatang.
Dalam situasi tersebut, presidensi Indonesia memang menjadi semakin relevan untuk kembali mendorong kerja sama internasional melalui G20. Walau tetap melihat situasi internasional paska-perang Rusia-Ukraina, Indonesia perlu berdiskusi dengan berbagai negara untuk mengantisipasi dampak dari perang tersebut.Â