Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Arti Penting "Bali Democracy Forum" di Tengah Pandemi Covid-19

1 Januari 2022   20:09 Diperbarui: 3 Januari 2022   07:15 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: kabarbanten.com

Promosi bahwa demokrasi berjalan damai dengan Islam di Indonesia menjadi motivasi awal dan utama bagi Indonesia menjalankan diplomasi multilateralnya dalam bentuk BDF ini. 

Forum ini digelar dengan keyakinan bahwa mempromosikan demokrasi merupakan bagian tak terpisahkan dari kebijakan luar negeri Indonesia.

Seperti tahun sebelumnya, BDF 2021 masih mengusung tiga isu utama mengenai pelaksanaan demokrasi di tengah pusaran pandemi. 

Pertama, isu mengenai langkah-langkah dalam merespons pandemi. Isu kedua adalah upaya yang dijalankan bagi pemulihan ekonomi. Isu terakhir adalah upaya membangun ketahanan masyarakat pasca pandemi.

Tujuan akhir dari ketiga upaya itu adalah meningkatkan kesetaraan global pasca-pandemi ini. Lewat tema "Democracy for Humanity: Advancing Economic and Social Justice During Pandemi". 

Ajakan tersebut disampaikan Menlu Retno saat membuka BDF 2021, Selasa (14/12/2021). Forum tahunan yang sudah kali ke-14 ini diikuti 335 delegasi dari 95 negara. Bali Democracy Forum (BDF) ke-14 di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (9/12/2021).

Ada 335 peserta dari 95 negara dan empat Organisasi Internasional hadir pada BDF 2021. Mereka menghadiri BDF secara fisik maupun secara virtual untuk saling belajar tentang nilai-nilai keseteraan, inklusivitas, dan keadilan dapat membantu pemulihan dari pandemi Covid-19. 

Pengalaman masing-masing negara bersifat unik dan dapat menjadi best practices yang dapat diimitasi di negara-negara lainnya.

Isu Myanmar
Yang menarik dari BDF 2021 adalah Indonesia sebagai tuan rumah tidak mengundang Myanmar. Indonesia beralasan sampai sekarang Myanmar belum memiliki pemerintahan definitif.  

Keputusan Indonesia tidak mengundang Myanmar menjadi bukti konsistensi diplomasi Indonesia menolak mengakui pemerintahan hasil kudeta 1 Februari 2021. Ketika Jenderal Senior Min Aung Hlaing hadir pada pertemuan khusus di Jakarta pada April 2021, protokoler Indonesia memperlakukannya sebagai perwira militer.

Pada saat itu, Indonesia tidak menyebut atau memperlakukannya sebagai pemimpin negara. Padahal, Min Aung Hlaing mengangkat dirinya sebagai Ketua Dewan Pemerintahan Negara yang merupakan pemerintahan bentukan Tatmadaw (militer Myanmar) paska-kudeta Februari 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun