Selama ini, kemampuan menulis menjadi terhambat ketika ada pekerjaan yang saya anggap berat. Saya harus fokus ke pekerjaan itu dan terpaksa harus mengesampingkan komitmen menulis di Kompasiana selama beberapa hari.Â
Bahkan pada kasus lain, saya harus membuat tokoh dalam beberapa tulisan, yaitu mas Dab. Penokohan ini penting agar saya bisa bercerita secara mengalir. M
elalui tokoh itu, menulis tidak harus berada dalam suasana senang, gembira atau sedih, galau. Tokoh mas Dab bahkan bisa mengatasi rasa itu dengan menguraikan rasa yang dimiliki mas Dab.
Sependek pengetahuan saya, Kompasiana menganggap bahwa setiap tulisan memiliki rasa atau perasaan. Setelah membaca sebuah tulisan, seorang Kompasianer diberi keleluasaan untuk menyampaikan perasaannya.Â
Perasaan itu dinyatakan dalam bentuk nilai atau label atau rating, seperti: aktual, bermanfaat, inspiratif, menarik, menghibur, tidak menarik, dan unik.
Rasa tidak sekedar membuat seseorang bisa menulis dengan mudah. Ada maksud yang bisa lebih dari itu. Dengan rasa, maka tulisan juga bisa menjadi lebih bermakna. Walaupun ada yang umum, rasa biasanya bersifat personal dan unik. Di situlah, rasa yang berbeda bertemu untuk saling bertoleransi dan bernegosiasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H