Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Myanmar: Demonstrasi Membesar, Tetapi Militer Masih Mendapat Pengakuan Internasional

9 Februari 2021   15:44 Diperbarui: 9 Februari 2021   15:50 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ribuan orang bergabung dalam demonstrasi menentang kudeta kelompok militer di Myanmar. Pada Sabtu dan Minggu lalu, puluhan ribu orang berdemo memprotes penangkapan Suu Kyi dan tokoh pemerintah lainnya pada 1 Februari 2021.

Tatmadaw, nama militer Myanmar, menjustifikasi tindakan mereka sebagai upaya mencegah kecurangan partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dalam kemenangannya di Pemiu November 2020.

Militer Myanmar menegaskan bahwa kemenangan NLD dalam pemilu itu tidak sah, sehingga memutuskan melakukan kudeta. Junta mengumumkan masa darurat selama setahun, dan menjanjikan pemilu ulang.

Protes di Kota-Kota Besar
Kudeta militer hanya terjadi di Naypidaw, ibukota baru negara Myanmar. Sekitar lima jam dari kota besar Yangon, sehingga agak wajar ketika massa tidak segera merespon kudeta itu.

Baru pada Sabtu, Minggu, dan Senin kemarin, massa diperkirakan mencapai ratusan ribu di Yangon dan kota-kota lain. Mereka membentangkan berbagai spanduk dan poster bertukiskan "Turunlah kediktatoran militer", "Bebaskan Daw Aung San Suu Kyi dan orang yang ditangkap." Ada juga poster "selamatkan Myanmar" dan “kami ingin demokrasi." Selama berunjuk rasa, massa menyanyikan lagu-lagu revolusioner.

Demontrasi yang hampir sama juga berlangsung kota terbesar kedua, Mandalay, dan daerah-daerah lain di seluruh negeri untuk menentang kudeta militer serta penahanan Aung San Suu Kyi. Demonstrasi di hari ketiga, Senin, makin besar dengan dukungan mahasiswa, pekerja, dan para biksu.

Sementara itu, militer memutus jaringan internet se-Myanmar. Penyedia layanan seluler asal Norwegia, Telenor, mendapat perintah dari militer Myanmar untuk memblokir akses ke Twitter, Instagram, dan berbagai media sosial sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Yang menarik adalah bahwa, pertama, kerumunan demonstran itu sebagian besar terdiri dari kaum muda. Demonstrasi itu juga secara signifikan lebih besar dan lebih terorganisir. Demonstrasi dua hari itu menjadi deminstrasi terbesar di Myanmar sejak Revolusi Saffron yang dipimpin biksu Buddha tahun 2007.

Kedua, massa di Yangon membawa balon merah sebagai simbol dari warna partai National League for Democracy (NLD)-nya Suu Kyi. Pemakaian balon ini memberi semangat bagi mobilisasi massa yang kebih besar di s eliruh negeri.

Ketiga, hormat tiga jari dipakai para demonstran pro-demokrasi. Sebuah simbol populer yang sebenarnya merupakan lambang protes pro-demokrasi yang diadopsi dari film “Hunger Games.” Simbol ini sebelumnya juga digunakan pada berbagai protes atau demonstrasi anti-militer di negara tetangga, yaitu Thailand.

Semakin membesarnya demonstrasi dengan peserta dari berbagai keompok masyarakat, termasuk mahasiswa, penggunaan berbagai simbol berpotensi positif bagi gerakan pro-demokrasi di Myanmar. Demonstrasi itu memperoleh dukungan internasional, melalui kecaman berbagai negara dan rencana boikot mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun