Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Diary Diplomasi 3: Diplomat di Tengah Belantara Media Sosial

31 Januari 2021   12:28 Diperbarui: 31 Januari 2021   12:31 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara itu, Instagram berada di urutan ketiga untuk pemerintah dengan lebih dari 80 persen dari semua negara anggota PBB telah membuat akun resmi di Instagram. 

Twitter tidak lagi sekedar platform sosial media untuk menyampaikan berita di antara individu di dalam masyarakat tanpa batas nasional. Twitter telah berkembang pesat dan berperan penting dalam dunia diplomasi pula. 

Para pemimpin dunia, termasuk Presiden Joko Widodo, menggunakan twitter untuk menyapa dunia. Pemanfaatan Twitter yang paling efektif dan mempengaruhi publik dapat dilihat pada akun Twitter Presiden AS Donald Trump. Saking berpengaruhnya cuitan Trump, berbagai media sosial (termasuk Twitter dan Facebook) terpaksa memblokir akunnya untuk mencegah tindakan anarkis dari para pendukung Trump pada pelantikan Presiden terpilih AS Joe Biden pada 20 Januari yang lalu.

Situs web seperti twiplomacy.com pada 2018 telah mengidentifikasi 951 akun Twitter. Akun itu terdiri dari 372 akun pribadi dan 579 institusional, yaitu kepala negara dan pemerintah dan menteri luar negeri dari 187 negara. Dengan kata lain, hampir 97% dari semua 193 negara anggota PBB memiliki akun media sosial. Hanya enam negara, yaitu Laos, Mauritania, Nikaragua, Korea Utara, Swaziland (atau Kerajaan Eswatini adalah sebuah negara kecil di selatan Afrika), dan Turkmenistan tidak memiliki akun media sosial.

Persoalan
Hadirnya negara atau pemerintah di media sosial tentu saja telah memberikan manfaat. Ada kemudahan interaksi antara pemerintah dengan masyarakat, baik di tingkat domestik maupun internasional. Walaupun banyak kontroversinya, akun twitter presiden Trump menunjukkan efektifitas komunikasi langsungnya dengan para pendukungnya.

Sebaliknya, perkembangan diplomasi dan media sosial  juga menimbulkan persoalan tersendiri. Kehadiran negara melalui akun resmi negara atau pemerintah itu menjadikan akun itu semacam simbol atau representasi resmi sebuah negara di jagat online. 

Masalah muncul ketika ada netizen atau hacker yang 'mengganggu' akun media sosial dari sebuah negara. Sejauh mana respon negara sebagai pemilik resmi dari akun media sosial akan menentukan 'kekuatan' negara itu di media sosial. Begitu pula sejauh mana diplomasi dan diplomat merespon kemungkinan 'serangan' itu akan menunjukkan kemampuannya dalam menguasai media sosial.

Kaitan antara diplomat dan media sosial sangatlah menarik dan bersifat dinamis. Tarik-menarik dalam pengertian kemampuan diplomat dan diplomasi dalam memanfaatkan perkembangan TIK, khususnya media sosial dapat mewarnai dinamika hubungan internasional di era internet sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun